Jumat, Maret 25, 2011

Polemik ke dua puluh tiga tentang salat tanpa alas ( salat di tanah langsung ,bukan di keramik )



Di tulis oleh H.Mahrus ali

Arumi menulis di situs Ummati sbb :
Shalat pakai sandal jepit, kalau musim penghujan gemana Mas Aiman? Sandal jadi nggedibel dengan lumpur nggak, kan itu jadi repot? Mungkin itulah salah satunya alasan kenapa ada istilah menganiaya diri sendiri oleh Abu Fariz yang merasa kasihan dengan jemaat antum.

Komentarku ( Mahrus ali ) :
Masalah tanah basah itu bukan di Indonesia saja , tapi juga di arab atau di Mekkah dan Medinah . Sebab , di sana  juga ada  hujan sebagaimana di sini .Lihat hadis sbb :
Abu Said Al Khudri ra berkata:
جَاءَتْ سَحَابَةٌ فَمَطَرَتْ حَتَّى سَالَ السَّقْفُ وَكَانَ مِنْ جَرِيدِ النَّخْلِ فَأُقِيمَتِ الصَّلَاةُ فَرَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْجُدُ فِي الْمَاءِ وَالطِّينِ حَتَّى رَأَيْتُ أَثَرَ الطِّينِ فِي جَبْهَتِهِ *
Ada awan lalu menurunkan hujan hingga air mengalir dari atap yang terdiri dari pelepah kurma. Qamat di bacakan, aku melihat Rasulullah saw  bersujud ditanah yang berair, aku melihat tanahnya menempel ke dahinya .[1] Muttafaq  alaih ,Bukhori 669

Menurut riwayat yang lain sbb :
Abu said Al Khudri berkata dalam hadis lailatul qadar sbb :
فَاسْتَهَلَّتِ السَّمَاءُ فِي تِلْكَ اللَّيْلَةِ فَأَمْطَرَتْ فَوَكَفَ الْمَسْجِدُ فِي مُصَلَّى  النَّبِيِّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْلَةَ إِحْدَى وَعِشْرِينَ فَبَصُرَتْ عَيْنِي رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَنَظَرْتُ إِلَيْهِ انْصَرَفَ مِنَ الصُّبْحِ وَوَجْهُهُ مُمْتَلِئٌ طِينًا وَمَاءً *
Lantas air turun dari langit dengan deras, lalu air mengalir dari atap ke masjid di tempat salat Nabi saw pada malam dua puluh satu , aku melihat Rasulullah saw ketika selesai salat Subuh, wajah beliau penuh dengan air dan tanah . [2]
Mengapa saat itu , Rasulullah SAW dan sahabatnya  masih tetap sujud ke tanah . Pada  hal mereka  punya tikar, tapi tidak pernah di buat sajadah. Mereka punya kain , tapi bukan untuk sajadah dlm salat  wajib . Mereka selalu  bersujud ke tanah sekalipun ber air. Apakah perbuatan Rasulullah SAW sedemikian ini kamu katakan menganiaya diri. Belajarlah lagi agar lebih bisa mendengar saran orang lain dan nasehatnya, siapa tahu ajaranmu semdiri sesat dan milik orang lain lebih benar.
Dengarkan firman Allah :
أَفَمَنْ زُيِّنَ لَهُ سُوءُ عَمَلِهِ فَرَآهُ حَسَنًا فَإِنَّ اللَّهَ يُضِلُّ مَنْ يَشَاءُ وَيَهْدِي مَنْ يَشَاءُ فَلَا تَذْهَبْ نَفْسُكَ عَلَيْهِمْ حَسَرَاتٍ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ بِمَا يَصْنَعُونَ
Maka apakah orang yang dijadikan (syaitan) menganggap baik pekerjaannya yang buruk lalu dia meyakini pekerjaan itu baik, (sama dengan orang yang tidak ditipu oleh syaitan)? maka sesungguhnya Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dan menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya; maka janganlah dirimu binasa karena kesedihan terhadap mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.( Fathir 8 ) .
Perbuatanmu bid`ah , mestinya tertolak , tapi kamu anggap baik karena setan menghiasinya sehingga tampak baik . Kamu  tidak mengerti , karena kamu kurang belajar  ilmu hadis . Bila kamu mau , silahkan perdalami ilmu hadis , kamu akan tahu bahwa  dirimu keliru dan salat  di tanah langsung paling benar.  Jangan meniru orang banyak , tapi tirulah Rasulullah SAW. Allah berfirman :
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِيْ رَسُوُلِ اللهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللهَ وَالْيَوْمَ اْلآخِرَ وَذَكَرَ اللهَ كَثِيْرًا

“Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu, bagi mereka yang mengharap Allah dan hari kiamat, dan dia banyak mengingat Allah.” (Al-Ahzab: 21)
Asy-Syaikh As-Sa’di : “Contoh yang baik adalah Rasulullah r. Orang yang mengambil suri teladan darinya berarti telah menempuh suatu jalan yang akan menyampaikan kepada kemuliaan Allah I. Inilah jalan yang lurus.”
Al-Imam Al-Barbahari : “Ketahuilah –semoga Allah I merahmatimu–, sungguh tidaklah muncul kezindiqan, kekufuran, keraguan, bid’ah, kesesatan, dan kebingungan dalam agama kecuali akibat ilmu kalam, ahli ilmu kalam, debat, berbantahan, dan perselisihan.” (Syarhus Sunnah, hal. 93)





[1] Muttafaq  alaih ,Bukhori 669
[2] Muttafaq alaih , Bukhori  2018

Artikel Terkait

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan