Rabu, Mei 18, 2011

Larangan ulama untuk berteman dengan ahli bid`ah

Di tulis H Mahrus ali 

وَمِنَ السُّنَّةِ هِجْرَانُ أَهْلِ اْلِبدَعِ وَمُبَايَنَتُهُمْ وَتَرْكُ الْجِدَالِ وَالْخُصُوْمَاتِ فِي الدِّيْنِ، وَتَرْكُ النَّظَرِ فِي كُتُبِ الْمُبْتَدِعَةِ، وَاْلإِصْغَاءِ إِلَى كَلاَمِهِمْ، وَكُلُّ مُحْدَثَةٍ فِي الدِّيْنِ بِدْعَةٌ.
Dan termasuk sunnah adalah meng-hajr (memutus hubungan) dengan ahli bid'ah dan keterangan-keterangan mereka, serta meninggalkan perdebatan dan permusuhan dalam dien. (Termasuk dalam sunnah pula) adalah menjauhi kitab-kitab mubtadi'ah dan tidak mendengarkan perkataan-perkataan mereka. Semua hal yang baru dalam dien adalah bid'ah
وَذَكَرَ الشَّيْخُ مُوَفَّقُ الدِّيْنِ-رَحِمَهُ اللهُ-فِي الْمَنْعِ مِنَ النَّظَرِ فِي كُتُبِ الْمُبْتَدِعَةِ، قَالَ: كَانَ السَّلَفُ يَنْهَوْنَ عَنْ مُجَالَسَةِ أَهْلِ اْلبِدَعِ، وَالنَّظَرِ فيِ كُتُبِهِمْ وَاْلاِسْتِمَاعِ لِكَلاَمِهِمْ.
Asy Syaikh Muwafiquddin-rahimahullah-menjelaskan larangan membaca kitab-kitab ahli bid'ah, beliau berkata: Sesungguhnya salaf melarang kita mengikuti majelis ahli bid'ah, dan melarang kita membaca buku-buku mereka dan mendengar perkataan-perkataan mereka.
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah ketika menjelaskan tentang contoh-contoh maksiat kepada Allah ta'ala, di antaranya adalah:

مِنْ هَذَا الْبَابِ سَمَاعُ كَلاَمِ أَهْلِ اْلبِدَعِ، وَالْنَّظَرِ فِي كُتُبِهِمْ لِمَنْ يَضُرُّهُ ذَلِكَ وَيَدْعُوْهُ إِلَى سَبِيْلِهِمْ وَإِلَى مَعْصِيَةِ اللهِ.
Dan termasuk dalam hal (berdosa) ini adalah: Mendengarkan perkataan ahli bid'ah, dan membaca buku-buku mereka yang merusak dan buku-buku orang-orang yang menyeru kepada jalan ahli bid'ah dan maksiat kepada Allah.

Diriwayatkan oleh al Imam Abul Qasim al Asfahaani rahimahullah: Telah mengabarkan kepada kami Ahmad bin Abdul Ghafar bin Asytah: Bahwasanya Abu Manshur bin Ahmad berkata:

ثُمَّ مِنَ السُّنَّةِ تَرْكُ الرَّأْيِ وَالْقِيَاسِ فِي الدِّيْنِ وَتَرْكِ الْجِدَالِ وَالْخُصُوْمَاتِ وَتَرْكِ مُفَاتَحَةِ اْلقَدَرِيَّةِ وَأَصْحَابِ اْلكَلاَمِ، وَتَرْكِ النَّظَرِ فِي كُتُبِ الْكَلاَمِ وَكُتُبِ النُّجُوْمِ، فَهَذِهِ السُّنَّةُ الَّتِي اجْتَمَعَتْ عَلَيْهَا اْلأَئِمَّةُ وَهِيَ مَأْخُوْذَةٌ عَنْ َرَسُوْلِ اللهِ صَلَّى الله عليه وسلم بِأَمْرِ اللهِ تَبَارَكَ وَتَعَالَى.

Termasuk dalam sunnah adalah meninggalkan pandangan-pandangan (yang berdasar pada akal) dan qiyas dalam dien, meninggalkan perdebatan dan permusuhan, meninggalkan pintu-pintu Qadariyah dan para ahli kalam, menjauhi kitab-kitab kalam dan kitab-kitab nujum. Sunnah ini, yang telah disepakati oleh para imam, diambil dari Rasulullah shalallahu alaihi wa salam, dengan perintah Allah tabaraka wa ta'ala.
Ditanyakan kepada al Imam Ibnu Rusyd rahimahullah tentang seseorang yang menjual lembaran-lembaran atau buku-buku yang di dalamnya terdapat banyak kesalahan dan hal-hal yang tidak benar, serta tentang orang yang hendak membeli (lembaran atau buku tersebut, apakah mereka berdua diperbolehkan (membeli atau menjualnya)? Beliau rahimahullah menjawab: “Tidak diperbolehkan membelinya hingga adanya penjelasan (kesalahan-kesalahan) tersebut”.

Berkata Syaikh al Albani rahimahullah ketika ditanyakan: Apakah boleh suatu perpustakaan untuk membeli majalah-majalah dan buku-buku yang di dalamnya banyak terdapat berita bohong, pujian kepada orang-orang munafiq dan orang-orang fasiq? Apakah diperbolehkan membeli buku-buku yang dipenuhi dengan kaidah-kaidah dan pemikiran-pemikiran serta fikih-fikih yang menyelesihi Salafush Shalih? Beliau rahimahullah menjawab: “Majalah dan buku yang demikian ini tidak diperbolehkan untuk membelinya, membelinya adalah hal yang haram”.

Saya berkata: Bahkan membuang kitab-kitab bid'ah yang menyesatkan adalah salah satu perbuatan yang dilakukan oleh para ulama dan orang-orang shalih.

Berkata al Imam Abdullah bin Ahmad bin Hanbal rahimahullah: Aku mendengar ayahku (yakni Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah) berkata:

سَلاَمٌ بْنُ أَبِي مُطِيْعٍ مِنَ الثِّقَاتِ، حَدَّثَنَا عَنْهُ ابْنُ مَهْدِي، ثُمَّ قَالَ أَبِي: كَانَ أبُو عَوَانَةَ وَضَعَ كِتَابًا فِيْهِ مَعَايِبُ أَصْحَابِ رَسُوْلِ الله صلى الله عليه وسلم وَفِيْهِ بَلاَيَا، فَجَاءَ سَلاَمٌ بْنُ أَبِي مُطِيْعٍ فَقَالَ: أَعْطِنِي ذَاكَ اْلكِتَابَ فَأَعْطَاهُ، فَأَخَذَهُ سَلاَمٌ فَأَحْرَقَهُ. قَالَ أَبِي: وَكَانَ سَلاَمٌ مِنْ أَصْحَابِ أَيُّوْبَ وَكَانَ رَجُلاً صَالِحاً.

Salam bin Abu Muthi' adalah termasuk golongan orang yang tsiqah, telah berkata tentangnya Ibnu Mahdi. Kemudian ayahku (yakni Imam Ahmad) berkata: Suatu ketika Abu Awanah menulis kitab yang di dalamnya disebutkan aib shahabat Rasulullah shalallahu alaihi wa salam, dan merendahkan mereka. Kemudian datanglah Salam bin Abu Muthi', dan berkata: Berikan padaku buku itu! Kemudian diberikanlah buku itu kepadanya. Kemudian Salam menerimanya dan membakarnya. Ayahku (yakni Imam Ahmad) berkata: Sesungguhnya Salam termasuk sahabat Ayub, dan ia adalah orang yang shalih.

Saya berkata: Apa yang dilakukan oleh para ulama manhaj Salaf pada masa ini pun tidak berbeda dengan apa yang telah dilakukan oleh pendahulu mereka.

Berkata Syaikh Shalih bin Fauzan hafidzahullah ketika ditanyakan kepada beliau: Bagaimana pendapat beliau mengenai membaca kitab-kitab yang ditulis oleh ahli bid'ah, atau mendengarkan rekaman-rekaman mereka? Beliau hafidzahullah berkata: "Tidak diperbolehkan membaca kitab-kitab ahli bid'ah dan tidak pula mendengarkan rekaman-rekaman mereka, kecuali bagi yang hendak membantah mereka dan menerangkan kesesatan mereka".





Artikel Terkait

2 komentar:

  1. Assalamu'alaikum ustadz Mahrus Ali, saya sangat berterima kasih dengan semua artikel artikel yang ustadz tulis, sehingga menambah wawasan keagamaan saya. terus terang saya sangat tertarik dengan dakwah yang ustadz lakukan saat ini, yaitu kembali kepada sunah rosul dalam beribadah.
    Namun yang menjadi ganjalan serta beban pada diri saya adalah saya tinggal dilingkungan ahli bid'ah dan secara otomatis sejak mulai saya kecil sampai dengan saat ini saya diajarkan ibadah sesuai yang dilakukan pendahulu saya.
    Sebenarnya saya ingin belajar lebih banyak berkaitan ibadah ibadah yang sesuai dengan contoh Rosululloh, namun dengan kondisi seperti sekarang ini saya sangat kesulitan dalam menerapkannya, mengingat tidak orang yang mungkin sepaham dengan saya di lingkungan saya tinggal, kedepannya saya pasti di musuhi dan dikucilkan, sementara saya hidup di tengah masyarakat, selain daripada itu untuk sholat di atas tanah asli misalnya, di tempat tinggal kami rata rata teras dan jalan sudah bersemen dan aspal bagaimana jika saya hendak sholat, apakah saya harus sholat sendiri tanpa berjamaaah, sementara rata rata masjid sekarang berkeramik, jika tidak keberatan mohon semua artikel di kirim via email saya, mohon pencerahannya dan terima kasih.

    BalasHapus
  2. Saya dan santri - santri saya juga hidup di lingkungan ahli bid`ah
    Setelah di peraktekkan tata cara ibadah yang sesuai dengan tuntunan , ternyata mereka juga menyadari bahwa inilah yang terbaik , malah jadi mereka respek dan salut, hanya saja mereka tidak mampu menjalankannya. Kita harus berdakwah dan menerangkan kepada mereka dengan sesungguhnya agar kita lepas dari dosa menyimpan ilmu .

    BalasHapus

Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan