Selasa, Oktober 04, 2011

Biografi KH Abdul Karim, Pendiri Pondok Lirboyo

Pertama kali menetap di Desa Lirboyo, ia langsung melantunkan adzan. Aneh, selepas itu, semalaman penduduk desa tak bisa tidur karena perpindahan makhluk halus yang lari tunggang langgang.

NAMA kiai ini KH Abdul Karim. Ia adalah pendatang dari Magelang yang kemudian diambil menantu Kiai Sholeh, Banjarmelati Kediri. Perpindahan Kiai Karim ke desa Lirboyo dilatarbelakangi atas dorongan dari mertuanya sendiri yang berharap dengan menetapnya Kiai Karim di Lirboyo akan menjadi tonggak penting syiar Islam di daerah itu. Gayung bersambut, kepala desa Lirboyo juga memohon kepada Kiai Sholeh agar berkenan menempatkan salah satu menantunya di desa Lirboyo. Dengan hal ini diharapkan Lirboyo yang semula angker dan rawan kejahatan menjadi sebuah desa yang aman dan tentram. Benar, selepas Kiai Karim melantunkan adzan, Desa Lirboyo bebas dedemit. Dan, tiga puluh lima hari setelah menempati tanah tersebut, Kiai Karim mendirikan surau mungil nan sederhana. Peristiwa bersejarah ini terjadi pada 1910.

Secara garis besar Kiai Karim adalah pribadi yang sangat sederhana dan bersahaja. Ia juga gemar mela-kukan riyadlah mengolah jiwa alias tirakat. Kealimannya juga mulai terdengar ke luar daerah. Adalah bocah bernama Umar asal Madiun, yang menjadi santri pertama yang menimba ilmu dari Kiai Karim. Kedatangannya disambut baik oleh shahibul bait, karena kedatangan musafir itu untuk menimba pengetahuan agama. Selama nyantri, Umar sangat ulet dan telaten. Ia benar-benar taat pada Kiai.

Selang beberapa waktu ada tiga santri menyusul jejak Umar. Mereka berasal dari Magelang, daerah asal Kiai Karim. Masing-masing bernama Yusuf, Shomad dan Sahil. Tidak lama kemudian datanglah dua orang santri bernama Syamsuddin dan Maulana, yang sama-sama berasal dari Gurah Kediri. Seperti santri sebelumnya, kedatangan kedua santri ini bermaksud untuk mendalami ilmu agama dari Kiai Karim. Akan tetapi baru dua hari saja mereka berdua menetap di Lirboyo, semua barang-barangnya ludes disambar pencuri. Memang pada saat itu situasi Lirboyo belum sepenuhnya aman. Di Lirboyo masih ada sisa-sisa perbuatan tangan-tangan jahil. Akhirnya mereka berdua mengurungkan niatnya untuk mencari ilmu. Mereka pulang ke kampung halamannya.

Tahun demi tahun, Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiin Lirboyo semakin dikenal oleh masyarakat luas dan semakin dibanjiri santri. Maka untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan seperti yang dialami oleh Syamsuddin dan Maulana, dibentuk-lah satuan keamanan yang bertugas ronda keliling disekitar pondok.

Karena jumlah santri semakin membludak, dan musalla kecil tak lagi representatif, maka timbullah gagasan dari Kiai Karim untuk mendirikan masjid. Semula masjid itu amat sederhana, tidak lebih dari dinding dan atap yang terbuat dari kayu. Namun setelah beberapa lama masjid itu digunakan, bangunan itu mengalami kerapuhan. Bahkan suatu ketika masjid sederhana itu porak poranda disapu angin puting beliung. Akhirnya, KH Muhammad, kakak ipar Kiai Karim, berinisiatif membangun kembali masjid yang telah rusak itu dengan bangunan yang lebih permanen. Setelah bermusyawarah dan meminta izin pada KH Ma’ruf Kedunglo Kediri, dalam tempo peng-garapan yang tidak terlalu lama, masjid itu sudah berdiri tegak dan megah (pada masa itu) dengan mustakanya yang menjulang tinggi. Dinding serta lantainya terbuat dari batu merah, gaya bangunannya bergaya klasik, yang merupakan perpaduan model arsitektur Jawa kuno dengan Timur Tengah. Peresmian dilakukan pada tanggal 15 Rabi’ul Awwal 1347 H. / 1928 M. Acara itu bertepatan dengan acara ngunduh mantu putri Kiai Karim yang kedua, Salamah dengan KH Manshur Paculgowang Jombang.

Murid Kiai Kholil Bangkalan

Kiai Karim lahir pada 1856, di sebuah desa terpencil bernama Diyangan Kawedanan Mertoyudan Magelang. Nama kecilnya adalah Manaf, putra ketiga dari empat bersaudara, dari pasangan Kiai Abdur Rahim dan Nyai Salamah. Pada saat Manaf berusia 14 tahun, mulailah ia berkelana dari satu pesantren ke pesantren lain. Daerah pertama yang dituju adalah desa Babadan Gurah Kediri, lantas Karim meneruskan pengembaraannya di daerah Cepoko, 20 km arah selatan Nganjuk. Di sini Karim menuntut ilmu kurang lebih selama 6 Tahun. Selanjutnya pindah lagi ke Pesantren Trayang, Bangsri, Kertosono Nganjuk, untuk memper-dalam pengkajian ilmu al-Quran. Karena tetap haus ilmu, ia kemudian meneruskan pengembaraannya ke Pesantren Sono, sebelah timur Sidoarjo, sebuah pesantren yang ter-kenal dengan ilmu sharafnya. Tujuh tahun lamanya ia kerasan menuntut ilmu di pesantren ini. Periodenya selanjutnya diteruskan dengan nyantri di Pondok Pesantren Kedungdoro Surabaya. Era mondok yang paling berkesan adalah tatkala ia berguru pada ulama kharismatik yang menjadi guru para ulama Jawa dan Madura, Syaikhona Kholil Bangkalan. Tak tanggung-tanggung, Karim berguru di pesantren ini selama 23 tahun! Tak heran jika dalam usia yang terus bertambah, ia masih belum tertarik membina rumah tangga.

Pada saat berusia 40 tahun, Karim, yang mulai dipanggil kiai, memilih meneruskan pencarian ilmunya di Pondok Pesantren Tebuireng Jombang, yang diasuh oleh sahabat karibnya semasa di Bangkalan, KH M Hasyim Asy’ari. Hingga pada suatu ketika Mbah Hasyim menjodohkan Kiai Karim dengan putri Kiai Sholeh dari Banjarmlati Kediri. Akhirnya pada tahun 1328 H/ 1908 M, Kiai Karim menikah dengan Siti Khodijah Binti KH Sholeh, yang kemudian dikenal dengan nama Nyai Dlomroh. Dua tahun kemudian Kiai karim bersama istri ter-cinta hijrah ke tempat baru, Lirboyo.

Sosok Kiai Karim dikenal sebagai sosok yang sangat istiqomah dan berdisiplin dalam beribadah, bahkan dalam segala kondisi apapun dan ke-adaan bagaimanapun. Hal ini terbukti tatkala menderita sakit, Kiai Karim masih saja istiqomah untuk mem-berikan pengajian dan memimpin shalat berjamaah, meski harus dipapah oleh para santri. Sebagai pengasuh ratusan santri, sikapnya yang kebapakan dan rendah hati, masih lekat diingatan para santri yang masih menangi zamannya.

Pernah, suatu ketika, ada pemuda yang berniat mondok di Lirboyo. Pakaiannya perlente sambil menen-teng koper, sebuah penanda kemewahan pada zaman itu. Di gerbang pondok, ia berpapasan dengan orang tua berpenampilan sederhana. Dengan seenaknya ia minta tolong pada orang tua itu untuk membawa-kan kopernya yang berat. “Antarkan aku ke ndalem Kiai Karim,” perintah-nya. Yang dimintai tolong segera mengiyakan. Setelah sampai di rumah kiai, orang tua itu meminta sang pemuda agar menunggu Kiai Karim barang sejenak. Alangkah terperanjatnya pemuda itu saat Kiai Karim muncul dari balik pintu ruang tengah, sebab orang tua yang ia suruh menenteng kopernya itu adalah Kiai Karim! Konon, saking malunya, pemuda perlente tersebut langsung mem-batalkan niatnya mondok di Lirboyo.

Mendung kedukaan menggelayut menaungi Lirboyo, saat Kiai Karim wafat pada 1954. Sepeninggal Kiai Karim, Ponpes Lirboyo dilanjutkan para menantunya, seperti KH Marzuqi Dahlan (adik KH Ihsan Dahlan Jampes, penulis Sirajut Thalibin), KH Mahrus Ali dan KH Jauhari. Adapun menantu yang lain, KH Abdullah mengasuh pesantren Turus Gurah Kediri, KH Manshur Anwar mengasuh pesantren Tarbiyatun Nasyiin Pacolgowang Jom-bang, sedangkan KH. Zaini mengasuh pesantren Krapyak Yogyakarta.

Sekarang, pesantren yang menapak usia seabad ini dihuni sekitar 10 ribu santri. Diasuh secara kolektif oleh para cucu Kiai Karim, seperti KH Idris Marzuqi, KH Anwar Manshur, KH Imam Yahya Mahrus, KH Habibullah Zaini, dll.

* Dimuat di Majalah AULA edisi Pebruari 2010 dalam rubrik 'USWAH'
Sumber :

Komentarku ( Mahrus ali ) :
Kesan saya setelah baca  artikel di atas adalah KH Karim ulet , tidak mudah putus asa dalam mencari ilmu , mengajarkannya . Beliau mondok untuk mencari ilmu yang biasanya  tidak di ajarkan oleh ahli hadis Mekkah . yaitu ilmu ahli bid`ah yang di anggap ahlus sunnah oleh masarakat , bukan ahlus sunnah yang sesungguhnya . Menurut saya beliau ini adalah tokoh golongan dan termasuk ayat ini :
إِنَّ الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينَهُمْ وَكَانُوا شِيَعًا لَسْتَ مِنْهُمْ فِي شَيْءٍ إِنَّمَا أَمْرُهُمْ إِلَى اللَّهِ ثُمَّ يُنَبِّئُهُمْ بِمَا كَانُوا يَعْمَلُوْنَ
Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agamanya dan mereka (terpecah) menjadi beberapa golongan, tidak ada sedikitpun tanggung jawabmu terhadap mereka. Sesungguhnya urusan mereka hanyalah (terserah) kepada Allah, kemudian Allah akan memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka perbuat.[1]
 Pada  hal kita  menjadi muslim bukan kafir, di larang keras mengikuti golongan  sebagaimana ayat :
وَلاَ تَكُونُوا مِنَ الْمُشْرِكِينَ(31)مِنَ الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينَهُمْ وَكَانُوا شِيَعًا كُلُّ حِزْبٍ بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُونَ

dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah,
yaitu orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka.. Arrum 31-32


[1] Al an`am 159
Artikel Terkait

7 komentar:

  1. maksud komentar dari mahrus ali, apa sih?

    BalasHapus
  2. Tokoh golongan berbahaya sekali , apa lagi golongan ahli bid`ah dan syirik . Bacalah di sini :
    MANTAN KYAI NU: Bermadzhab
    28 Apr 2011

    MANTAN KYAI NU: Fanatisme golongan
    01 Jun 2011

    MANTAN KYAI NU: Larangan mengikuti mayoritas
    14 Agt 2011

    MANTAN KYAI NU: Sayang KH. Maimun Zubair masuk partai
    15 Jul 2011

    BalasHapus
  3. he he,,,wong cilik/awam kayak saya nih,,,,lihat perbedaan marai koplak ini salah itu tak benar,,,,,do'a ajalah,,,"duh gusti yen pancen iku bener kulo panjenengan paringi anut yen iku salah kulo panjenengan paringi saget nebihi ihdinasshirothol mustaqim...."

    BalasHapus
  4. Mbok ya jangan saling menjatuhkan antar islam gini dong mas.. apalagi men-judge doa - doa orang NU bid'ah, kafir, dst.
    Wong sama2 menyembah allah.. hanya saja beda metode. Yg penting kan jg niatnya. :)
    di akhirat ntar tanggungannya berat lho ya, klo sampai jd fitnah..
    Tp insya allah orang NU sendiri tidak akan membalas njenengan kok.. :)

    BalasHapus
  5. Bedakan antara menjatuhkan dengan kejujuran dalam menerangkan untuk umat. Mana yang salah dalam komentar saya, tunjukkan.

    BalasHapus
  6. komentar anda bagus tpi sayang skali g mngupas yg sbnarnya hnya mengadili sejarah dgn sebelah mata

    BalasHapus
  7. UNtuk path Cor
    Tunjukkan mana yang kamu pandang dengan dua mata dengan dalil yang tepat.

    BalasHapus

Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan