Rabu, November 02, 2011

Komentarku pada fatwa al azhar , Ibnu Taimiyah dan Ust Budi ashari


Jangan pernah merasa Beristirahat, sebelum sebelah kaki menginjak surga,” begitulah moto hidup Ustadz Budi Ashari. Kalimat yang diinspirasikan dari jawaban Imam Ahmad terhadap pertanyaan anaknya itu, benar-benar membuat ayah dengan tiga anak ini tak kenal dalam mengejar idealisme ilmu.
Akan tetapi, setelah menamatkan diri di Fakultas Hadis dan Dirosah Islamiyah Universitas Islam Madinah, kegundahan lantas menghampirinya. Bagaimana mungkin banyak keluarga muslim porak-poranda mengidentifikasi konsep keilmuan Barat dalam mengarungi bahtera rumah tangga padahal Islam memiliki konsep yang bisa memutus mata rantai kesalahan itu.
Maka melihat fenomena ini, bersama kawan-kawannya ia membidani lahirnya sebuah Lembaga Kajian Peradaban Islam yang diberi nama Cahaya Siroh. Siang, sore, bahkan hingga malam, mantan pimred Majalah Ghoib ini setia berbagi dari satu pengajian ke pengajian lainnya untuk memperkenalkan bagaimana Nabi memiliki konsep orisinil tentang parenting.
Lantas bagaimanakah konsep parenting nabawiyah yang beliau telurkan? Apa yang harus dilakukan keluarga muslim di tengah era badai fitnah akhir zaman seperti ini? Wartawan Eramuslim.com, Muhammad Pizaro Novelan Tauhidi bersama fotograferMuhammad Zakir Salmun mencoba mewawancarainya, sesaat setelah acara Grand Launching Buku Parenting Nabawiyah di Jakarta, Sabtu (29/10). Berikut Petikannya.
Banyak konsep parenting sekarang beredar, termasuk konsep parenting Islami. Lantas apa yang keliru?
Sebenarnya kekeliruan ini tidak hanya terjadi pada konsep parenting, tapi juga di semua bidang seperti pendidikan dan teknologi. Dan ini memang sebuah konsekuensi ketika Islam tidak hadir di semua bidang.
Ilmu selain Islam akan selalu berkutat dalam tiga hal: pertama, dia bisa benar. Kedua, dia benar tapi tidak sempurna, dan ketiga salah total. Dan itu terjadi di konsep parenting. Dia (konsep parenting barat, red.) mungkin benar, dicarikan ayat dan hadisnya juga ketemu. Tapi menurut saya yang betul-betul benar tidak banyak. Banyak konsep parenting yang sekarang beredar ada di poin dua dan tiga itu tadi. Hal itu juga ditunjang dalam penelitian. Berarti 2/3 dari konsep parenting yang sekarang beredar bermasalah. Kalau begini, bagaimana kita bisa mendapatkan hasil yang terbaik? Pokoknya, ketika ada ayat Al Qur’an dan Hadis ditabrak pasti hasilnya akan salah.
Apa yang membedakan konsep Parenting Nabawiyah dengan yang lainnya?
Sebenarnya ada proses yang dinamakan Islamisasi ilmu. Saat Andalusia sedang berjaya di Eropa, banyak keilmuan Islam diambil dari Eropa dan menjadi literatur Ilmu disana. Bahkan kita ketahui Andalusia kala itu menjadi pusat keilmuan paling bergengsi di dunia sampai-sampai orang Eropa mengenakan pakaian yang menyerupai orang Arab.
Nah, setelah menuntut ilmu di Andalusia, banyak orang Eropa membawa pulang ilmunya. Namun mereka banyak melakukan kecurangan. Sebuah karya ilmiah dari Andalusia kemudian dihapus namanya dan yang paling buruk adalah banyak karya dari Andalusia kemudian ditulis dengan no name (tanpa nama). Itu buruk sekali, padahal itu semua keilmuan dari Islam. Hal itu terus berjalan seiring mereka melakukan plagiatisasi dari ilmu-ilmu Islam. Dan ketika Andalusia terkubur, mereka naik.
Syekh Muhammad Quthb pernah berkata, kalau secara nilai tidak ada satupun yang bisa kita ambil dari Barat. Tapi Barat lebih maju hari ini dalam hal-hal yang sifatnya mendetail.Dalam psikologi misalnya, mereka mencoba mengangkakan jiwa seseorang, maka timbullah konsep IQ dimana kecerdasan bisa diangkakan. Dari sisi itu kita akui mereka dahsyat. Namun mereka lepas dari dasar-dasar nash.
Oleh karena itu, parenting nabawiyah ingin membalik itu semua. Kita tidak memulai sebuah konsep dari penelitian, tapi jsutru berawal dari Al Qur’an dan Hadis. Suatu saat kita akan membuat penelitian, jika hasil penelitian itu pas dan tidak bertentangan dengan Nash maka kita masukkan. Jika tidak, maka kita tinggalkan.
Berarti Parenting Barat bermula dari Empirisisme?
Kalau kita bicara empirisme, sayangnya banyak orang bilang konsep dari Islam itu tidak empiris. Bagaimana tidak empiris? Wong Islam sudah seribu tahun mempraktekan keilmuannya.
Rasulullah SAW sendiri bagaimana mendidik anaknya?
Ya, jika Allah mengizinkan itulah yang akan kita bahas secara berkelanjutan dan berkala. Tentang bagaimana Nabi mendidik anaknya dan mendidik anak-anak para sahabat. Alhamdulillah banyak para ulama sudah menulis bagaimana konsep pendidikan Nabi. Sayangnya di Indonesia, jika bicara pendidikan Islam tidak pernah jauh dari buku Syekh Abdullah Nashih Ulwan (Tarbiyatul Aulad/Pendidikan Anak Dalam Islam, red).
Saya sering bilang, buku Syekh Abdullah Nashih Ulwan adalah sebuah karya ilmiah yang luar biasa. Tapi ketika ada beberapa hal tidak bisa dijawab buku itu, lantas datang kritik terhadap buku Syekh Abdullah Nashih Ulwan, semua orang kemudian menjadi memproteksi. Padahal ada bantahan ilmiah terhadap buku itu tanpa mengurangi kehebatan buku tersebut.
Selain Syekh Abdullah Nashih Ulwan, siapa Ulama yang bisa kita rujuk?
Di Abad 5 Hijriah ada Abu Al Walid Al Baji. Begitu juga dengan Ibnu Qayyim Al Jauzi. Mereka semua menulis tentang anak. Di Kitab Mukaddimah, Ibnu Khaldun juga memuat tentang Pendidikan Anak. Sampai konsep hukuman terhadap anak pun ditulis khusus oleh Ibnu Khaldun. Belakangan kesini, banyak yang menulis tentang pendidikan. Muhammad Quthb salah satu yang ahli dalam menulis tentang pendidikan anak.
Para sahabat adalah orang yang sangat teguh memegang ajaran Islam. Sebenarnya dari mana Rasulullah SAW memulai pendidikannya kepada mereka?
Kalau kita bicara keluarga, Nabi memulai konsepnya sejak memilih pasangan. Dari tempat dijatuhkannya nutfah. Makanya Nabi merasa perlu sekali untuk ikut campur dalam proses pernikahan sahabat. Sehingga Nabi lah yang secara langsung memilihkan pasangan bagi para sahabat. Ketika Istri Utsman Bin Affan, Ruqayyah meninggal, Nabi langsung menawarkan adiknya, Ummu Kultsum. Begitu juga ketika Ummu Kultsum meninggal Nabi langsung bilang, ‘Demi Allah Utsman, jika aku punya anak perempuan lagi, maka aku akan nikahkan kepadamu.”
Tapi banyak yang bilang bahwa Pendidikan Zaman Nabi berbeda dengan kondisi saat ini?
Ini memang kalimat yang sangat menyesatkan. Ada yang memahaminya salah, ada pula yang sengaja memahaminya salah. Jangankan kalimat yang begitu, kalimat yang sekarang dijadikan sumber dalam pendidikan dan dianggap sebagai sebuah kalimat sakral adalah ‘didiklah anak sesuai zamannya.’
Anda tahu ini kalimat siapa? Rasulullah SAW pun bukan. Ada yang mengatakan kalimat Umar atau Ali, silahkan tanya ahli hadis. Kata Aidh al Qorni ada yang mengatakan bahwa itu kalimat Umar tapi diragukan. Hitunglah kalimat itu benar, kalimat itu juga jangan disakralkan, karena itu bukan wahyu.
Misalkan, kedepan di Indonesia tidak lagi memerlukan pernikahan dan pasangan gay serta lesbian diizinkan untuk menikah, apakah ini yang dimaksud dengan sesuai zamannya? Maka dalam parenting kita harus mengambil sosok yang terbaik yaitu Rasulullah SAW.
Ini bisa jadi kalimat orang yang tidak faham sejarah. Orang yang faham sejarah akan mengatakan bahwa sejarah akan mengulang dirinya sendiri, artinya tidak ada yang baru dalam dunia ini. Sejarah itu dipelajari juga karena itu. Maka ketika Abu Jahal meninggal, Rasulullah pun berkata Hadza firaun hadzihil ummah. Abu Jahal ini Fir’aunnya ummat. Padahal Fir’aun hidupnya kapan? Jauh sekali, tapi Nabi hanya ingin mengatakan bahwa Fira’un di zaman apapun pasti ada. Hanya tampil dalam rupa berbeda. Begitu juga dengan konsep pendidikan dan parenting.
Bolehkah kita berdiskusi dengan anak tentang Allah di tengah rasio mereka yang belum berkembang?
Ada kalimat yang bagus dari Syekh Muhammad Quthb. Beliau mengatakan Allah sengaja membuka mulut anak-anak di waktu kecil untuk dimasukkan nilai-nilai tauhid oleh orangtuanya. Banyak anak bertanya mengapa matahari timbul di siang hari tapi tidak di malam hari. Kenapa pohon kelapa tinggi, sedangkan pohon yang lainnya pendek. Bayangkan banyak dari kita menjawab secara ilmiah untuk anak sekecil itu. Maka menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, Syekh Muhammad Quthb memberikan jawaban yang sangat bagus sekali, ‘Begitulah Allah menghendakinya’.

 
Ustadz mengatakan bahwa keluarga harus dengan dengan Visi KeIslaman, namun fenomena yang berkembang tidak sedikit para aktivis dakwah yang bercerai…
Salah pertama adalah tidak ada ilmunya. Masyarakat kita sering sekali memahami kalau ustadz ilmunya banyak. Kalau dai mengetahui segalanya. Apalagi level ustadz gampang sekali disematkan bagi siapa saja. Lulusan Timur Tengah pun juga tidak ada jaminan mengerti konsep parenting jika ia tidak mau menggalinya.
Kalau ilmu sudah dimiliki ia akan bisa menerapkannya. Ilmu itu yang akan menutup adalah syahwat. Kalau syahwat sudah bicara, maka Ilmu akan tertutup. Saya berikan contoh sederhana, sekarang banyak sekali kesalahan fatal ibu-ibu para dai yang merasa sangat bangga memiliki pengajian di banyak tempat. Lantas anaknya dikemanakan? Anaknya ditelantarkan di rumah. Padahal siapa yang menyuruh seorang wanita aktif di luar rumah, tapi anaknya ditelantarkan?
Ummu Salamah RA misalnya, membaca kiprahnya di masyarakat memang tidak sekaliber Aisyah RA. Kenapa? Karena Ummu Salamah RA anaknya banyak, berbeda dengan Aisyah RA yang tidak memliiki anak.
Surat Al Ahzab ayat 33 misalnya, faqorna fii buyutikun, menetaplah kalian para wanita di rumah kalian, siapa yang mau menerima ayat itu seutuhnya? Ayat ini malah dilawan dan dibelokkan sana-sini.
Di era badai fitnah saat ini, apa pesan Ustadz bagi keluarga muslim?
Sebenarnya zaman ini sedang mencari cahaya. Zaman ini sedang mencari Tuhannya, karena itu memang karakter zaman jahiliyah. Sebagai muslim kita harus bersyukur, kita punya cahaya hidayah yang diberikan oleh Allah. Maka jangan tinggalkan cahaya itu dan kita malah lari ke cahaya kegelapan. Kita harusnya mencari cahaya itu dari sumbernya. Tidak ada lain cahaya itu bersumber dari Allah SWT. Allahu nurus samawati wal ardh. Allah lah cahaya langit dan bumi.
Eramuslim.
Komentarku ( Mahrus ali ) :
  Kamus dalam artikel itu :
Empirisisme  :
التَّجْرِيْبِيَّة
Parenting Barat
اْلأُبُوَّةْ وَاْلأُمُوْمَة الْغَرْبِيَّة
Disakralkan
مُقَدَّس
Dalam Artikel itu di katakan :
Ruqayyah meninggal, Nabi langsung menawarkan adiknya, Ummu Kultsum. Begitu juga ketika Ummu Kultsum meninggal Nabi langsung bilang, ‘Demi Allah Utsman, jika aku punya anak perempuan lagi, maka aku akan nikahkan kepadamu.”
Komentarku ( Mahrus ali ) :
  Untuk keterangan tsb, saya telah mencari  bukan bertopang dagu di seluruh kitab hadis, fatwa ulama, syarah hadis dan banyak kitab atau keterangan guru, saya tidak menjumpainya sekalipun saya ingin sekali bukan berharap saja untuk menjumpainya.  Insya Allah, tidak ada hadis seperti itu.
Dalam artikel itu juga di katakan:
Rasulullah pun berkata Hadza firaun hadzihil ummah.
Komentarku ( Mahrus ali ) :
Mari kita kaji hadis itu apakah sahih, lemah atau palsu ? Bacalah keterangan sbb :
فتاوى الأزهر - (ج 8 / ص 121)
 وفى الحديث " أخذنا فرعون هذه الأمة ، ذكره القرطبى " ج 1 ص 353 "
fatwa Azhar - ( Juz / 8 hal 121)
 Dalam hadis , " Kita mengambil Firaun umat ini, Qurthubi menyebutkan" Juz  1, hal 353 "

مجموع فتاوى ابن تيمية - (ج 1 / ص 154)
 وَأَيْضًا فَإِنَّ { النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا أَخْبَرَهُ ابْنُ مَسْعُودٍ بِقَتْلِ أَبِي جَهْلٍ قَالَ : هَذَا فِرْعَوْنُ هَذِهِ الْأُمَّةِ }
Dalam koleksi Fatawa Ibnu Taimiyyah - ( Juz 1 / hal 154)
 Juga, Nabi saw ketika di beri tahu tentang kematian Abu jahal Nabi berkata : Ini adalah Firaun umat  ini!

المحلى [مشكول و بالحواشي] - (ج 8 / ص 522)
قَالَ عَلِيٌّ: وَهَذَا خَبَرٌ لا مُتَعَلَّقَ لَهُمْ بِهِ أَصْلا، لِوُجُوهٍ :  مِنْهَا - أَنَّهُ إسْنَادٌ مُتَكَلَّمٌ فِيهِ، وَالصَّحِيحُ: أَنَّهُ إنَّمَا قَتَلَ أَبَا جَهْلٍ ابْنَا عَفْرَاءَ.
Al Muhalla ( Masykul dan di hasyiahnya ) - ( Juz 8 / hal 522)
Ali berkata: Cerita ini tidak berhubungan dengan mereka sama sekali, karena beberapa alasan: - Sanad hadis masih hilaf . Yang  benar , Abu jahal di bunuh oleh dua putra afra`
Komentarku ( Mahrus ali ) :

Bukan Ibnu Mas`ud atau lainnya yang membunuh Abu Jahal.  Doktor Hatim  bin Arif al auni – anggota  komisi pengajaran  di Universitas Ummul qura menyatakan : .
 فتاوى واستشارات الإسلام اليوم - (ج 1 / ص 415)
أولاً : الحديث المذكور أخرجه الإمام أحمد ( رقم 3824، 3825، 4246، 4247) وأبو داود مختصراً ليس فيه موطن الشاهد ( رقم 2716) ،
Pertama: Hadits tsb di riwayatkan  oleh Imam Ahmad (No 3824,3825, 4246,4247), Abu Dawud secara singkat dan bukanlah tempat untuk mendukung hadis itu (No 2716),
النسائي في السنن الكبرى مختصراً ( رقم 8617) وغيرهم من طريق أبي عبيدة عامر بن عبد الله بن مسعود ، عن أبيه - رضي الله عنه - بقصة مقتل أبي جهل يوم بدر ، وفيه قول النبي - صلى الله عليه وسلم - " هذا فرعون هذه الأمة " .
Nasai  dalam Sunan al-Kubra secara singkat (No 8617) dan lain-lain melalui Abu Ubaida -Amir bin Abdullah bin Mas`ud, dari ayahnya - ra  tentang kisah pembunuhan Abu Jahl pada hari perang Badar, di situ  kata-kata Nabi - saw - " Ini Firaun umat  ini."
 غير أن أبا عبيدة لم يسمع من أبيه كما عليه عامة من تكلم في هذا الإسناد من أهل العلم ، وانظر البحث القوي للشيخ أبي إسحاق الحويني في هذه المسألة الإسنادية المذكورة في كتابه . (النافلة في الأحاديث الضعيفة والباطلة 1/26 31 رقم 6)
Hanya saja  Abu Ubaidah tidak  pernah mendengar hadis dari  ayahnya  sebagaimana  di katakan kebanyakan orang yang  berbicara tentang sanad ini . Lihat pula  pembahasan yang kuat karya  Syaikh Abu Ishaq Al Juwaini dalam masalah  sanad tsb dlm bukunya . ( Annaqilah fil ahadis dhoifah wal batilah 1 / 2631 Nomor 6).
ولذلك قال ابن حزم في المحلى (9/389) عن هذا الحديث " إسناده متكلم فيه " وللحديث متابعات كلها لا تصح ، ومرجعها إلى أن تكون وهماً عن الرواية السابقة كما بين ذلك النسائي في الكبرى ( رقم 5961) والدارقطني في العلل (5/294-295 رقم 893) والبيهقي في الكبرى (9/92-93)
Oleh karena itu, Ibnu Hazm mengatakan dalam Al muhalla  (9 / 389) untuk hadis ini : Sanadnya masih hilaf .  Hadis tsb juga banyak pendukungnya  tapi seluruhnya tidak sah.. Pada pokoknya ia adalah kekeliruan riwayat yang lalu  sebagaimana  di terangkan oleh Imam Nasai  dalam kitab al Kubro (No 5961) dan Daaraqutni dalam  Ilal (5/294-295 No 893) dan Baihaqi dalam kitab al kubro (9/92-93)
 مع أن أصل قصة مقتل أبي جهل ثابت صحيح لكن دون ذكر الكلمة المسؤول عنها - فانظر صحيح البخاري ( رقم3141،3964،3963،3962،3961 ) وصحيح مسلم ( رقم 1800).
Asal kisah  pembunuhan Abu Jahl tetap benar, namun tanpa menyebutkan kata tersebut yang di tanyakan - lihat Bukhari (No 3141, 3964,3963,3962,3961) dan Shahih Muslim (1800).

ومع ما ذكرناه من الكلام في إسناد هذا الخبر إلا أنه قابل للتحسين ، لعلم أبي عبيدة بأبيه وتقصيه لأحواله ، ولذلك كان الترمذي غالباً ما يُحَسَّن أحاديث أبي عبيدة عن أبيه.
Meskipun kita harus berbicara dalam sanad hadis ini tetapi dapat ditingkatkan untuk penghaasanan .  Karena Abu Ubaidah tahu  ayah dan penyelidikannya terhadap kondisi ayahnya  , sehingga sering al-Tirmidzi, menghasankan hadis Abu Ubaidah dari ayahnya .
Komentarku ( Mahrus ali ) :
Pengahasan Tirmidzi adalah lemah .
Syekh Muqbil  Al wadi`I murid Al bani mengatakan :
غَالِبُ تَحْسِيْنَاتِ التِّرْمِذِي ضِعَافٌ.
Kebanyakan hadis yang di hasankan oleh Tirmidzi adalah lemah . [1]
Jadi hadis  Abu Jahal firaun Umat ini adalah lemah .




[1]  Maktabah Syekh Muqbil al wadi`I  , bab tanya jawab pemuda Louder
Artikel Terkait

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan