Rabu, Januari 18, 2012

Komentar ulama tentang Rebowekasan

Sebenarnya saya tidak ingin membahas tentang Rebo Wekasan ini. Karena kami ingin masyarakat melupakan tradisi ini. Namun, karena ada salah satu tabloid di Bogor yang menyebarluaskannya, maka menjadi kewajiban kami untuk menjelaskan kekeliruannya.
Tradisi
Rebo Wekasan adalah sebuah tradisi di masyarakat Muslim terutama di Jawa, Sunda, Kalimantan Selatan, dan Bangka Belitung. Nama Rebo Wekasan sendiri diambil dari nama hari Rabu terakhir di bulan Safar. Untuk tahun ini nampaknya jatuh mulai Maghrib 9 Februari 2010 (kalender Gregorian) hingga Maghrib hari Rabu tanggal 10 Februari 2010 (kalender Gregorian).
Orang-orang yang ikut tradisi Rebu Wekasan mempercayai bahwa Rabu terakhir bulan Safar adalah hari sial. Sehingga mereka harus melakukan ritual-ritual tertentu untuk menolak bala’ yang jatuh pada hari itu.
Dasar Tradisi
Saya berusaha menelusuri dasar orang melakukan tradisi tersebut dari teman-teman yang lingkungannya masih melakukan tradisi Rebo Wekasan, juga dari orang-orang yang melakukannya. Hasilnya, tidak ada satu pun yang berasal dari wahyu Allah yaitu al-Qur`an dan As-Sunnah. Kebanyakan hanya mengikuti apa yang sudah ditradisikan tanpa tahu dasar diadakannya tradisi tersebut.
Dari berbagai situs di internet saya mendapatkan dasar tradisi ini. Itupun bukan dari al-Qur`an dan As-Sunnah, tapi dari Abdul Hamiid Quds yang mendasarkan pada penandaan banyak Awliya Allah. Walaupun diklaim sebagai ulama, tetap saja dia bukan nabi yang membawa risalah Allah. Begitupun Awliya Allah yang dipakai dasar penandaan mereka. Siapa Awliya Allah itu? Tidak diketahui dengan jelas. Bahkan penyebutan Awliya Allah (wali-wali Allah) menunjukkan bahwa mereka bukanlah pada Nabi dan Rasul Allah pembawa risalah Allah.
Berikut ini saya kutipkan tulisan di situs-situs tersebut:
Seorang `ulama besar, Imam Abdul Hamiid Quds, mufti dan imam Masjidil Haram Makkah pada awal abad 20 dalam bukunya “Kanzun Najah was-Suraar fi Fadail al-Azmina wasy-Syuhaar” mengatakan, “Banyak Awliya Allah yang mempunyai Pengetahuan Spiritual telah menandai bahwa setiap tahun, 320 ribu penderitaan (Baliyyat) jatuh ke bumi pada hari Rabu terakhir di bulan Safar.”
Hari ini dianggap sebagai hari yang sangat berat dibandingkan hari-hari lain sepanjang tahun. Beberapa ulama mengatakan bahwa ayat Alquran, “Yawma Nahsin Mustamir” yakni “Hari berlanjutnya pertanda buruk” merujuk pada hari ini.
Untuk melindungi dari kutukan yang jatuh ke bumi pada hari tersebut—Rabu terakhir di bulan Safar—dianjurkan untuk melakukan salat 4 rakaat (Nawafil, sunnah). Setiap rakaat setelah al-Fatihah dibaca surat al-Kawtsar 17 kali lalu surat al-Ikhlash 5 kali, surat al-Falaq dan surat an-Naas masing-masing sekali. Setelah salat dianjurkan untuk memanjatkan doa memohon perlindungan dari segala kutukan dan bencana yang jatuh ke bumi pada hari tersebut. Doanya adalah sebagai berikut: Bismillaahir Rahmaanir Rahiim, Allaahumma Ya Syadidal Quwa, Wa Ya Syadidal Mihal, Ya Aziiz, Ya Man Zallat li Izzatika Jamii’a Khaliqika, Ikfini min syarri Jamii’i Khaliqika, Ya Muhisinu, Ya Mujmilu, Ya Mutafadh-dhilu, Ya Mun’imu, Ya Mukrimu, Ya man La Ilaha Illa anta Arhamni bi Rahmatika ya Arhama Ar-Rahimiin, Allahuma bi Sirril Hasani wa akhiihi, wa Jaddihi wa abiihi, wa Ummihi wa Baniihi, Ikfini syarra haazal yawmi wa ma yanzilu fiih, Ya Kaafi al-muhimmaat, Ya Daafi al-baliyyat, fasa yakfiika humullaahu wa Huwa Samii’ul Aliim, wa Hasbuna Allah wa Ni’mal Wakiil wa la Hawla wala Quwwata illa billa hil Ali’yyil Azhiim. Wa Shallallahu ala Sayyidina Muhammadin Wa ‘ala Aalihi Wa Shahbihi wa Sallam. Amiin.
Adab Harian di Bulan Safar. Selain awrad harian, lakukan pula awrad berikut ini setiap hari: Syahadat 3 kali, Istighfar 300 kali, Banyak bersedekah. Awrad tambahan di atas berfungsi sebagai perlindungan terhadap 70.000 bala (kutukan) yang dijatuhkan kepada umat manusia di bulan ini. Mawlana Syekh Nazim QS juga berpesan untuk berhati-hati terhadap kesulitan yang terjadi pada hari Rabu terakhir di bulan Safar.
Safar Bukan Bulan Sial
Jika kita membaca tulisan-tulisan yang beredar di internet yang dikeluarkan oleh orang-orng yang mengikuti tradisi Rebo Wekasan, kita akan menyimpulkan bahwa Safar adalah bulan sial, dan puncaknya adalah Rabu terakhir bulan Safar (Rebo Wekasan). Mitos Safar bulan sial ini sebenarnya sudah dibantah oleh Rasulullah Muhammad saw yang menyatakan bahwa bulan Safar bukanlah bulan sial.
Dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah Saw bersabda, “Tidak ada penyakit menular (yang berlaku tanpa izin Allah), tidak ada buruk sangka pada sesuatu kejadian, tidak ada malang pada burung hantu, dan tidak ada bala (bencana) pada bulan Safar (seperti yang dipercayai).”
Rasulullah Saw juga bersabda: “Tidak ada wabah dan tidak ada keburukan binatang terbang dan tiada kesialan bulan Safar dan larilah (jauhkan diri) daripada penyakit kusta sebagaimana kamu melarikan diri dari seekor singa” (HR. Bukhari)
Melihat pertentangan yang begitu tajam, yang satu menyatakan Safar bulan sial, sementara Rasulullah saw menyatakan tidak ada bencana pada bulan Safar, maka dapat dipastikan bahwa Kepercayaan Safar bulan sial dan puncaknya pada Rebu Wekasan adalah bukan dari Islam. Entah dari mana?
Demikian pula ritual-ritual seperti shalat, doa, bersedekah yang dilakukan berdasar kepercayaan Safar bulan sial dan puncaknya pada Rebo Wekasan tentu menjadi ritual-ritual yang tidak ada artinya, bahkan terlarang. Karena Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa melakukan suatu amalan yang tidak kami perintahkan amalan tersebut, maka amalan tersebut tertolak.” (HR. Muslim)
Tinggalkan Tradisi yang Tidak Islami
Mengubah tradisi atau adat kebiasaan yang tidak Islami memang tidaklah mudah, termasuk mitos Safar Bulan Sial berikut ritual-ritual pada Rebu Wekasan. Perlu usaha keras untuk menyadarkan masyarakat. Lebih rumit lagi jika yang melakoni tradisi yang tidak Islami itu para tokoh masyarakat, termasuk tokoh-tokoh agamanya. Perlu ajakan berulang-ulang kepada masyarakat, mulai dari tokoh-tokohnya hingga kaum awamnya, untuk membuka kembali al-Qur`an dan As-Sunnah, juga ilmu-ilmu tentang Aqidah dan Fiqih yang telah susah payah disusun oleh para ulama rahimakumullah. Semoga semakin banyak putra-putri kaum muslimin yang tercerahkan dengan Islam. Allaahumma aamiin.[]

Komentarku ( Mahrus ali ):
Dalam artikel itu di katakan:
Seorang `ulama besar, Imam Abdul Hamiid Quds, mufti dan imam Masjidil Haram Makkah pada awal abad 20 dalam bukunya “Kanzun Najah was-Suraar fi Fadail al-Azmina wasy-Syuhaar” mengatakan, “Banyak Awliya Allah yang mempunyai Pengetahuan Spiritual telah menandai bahwa setiap tahun, 320 ribu penderitaan (Baliyyat) jatuh ke bumi pada hari Rabu terakhir di bulan Safar.”
Komentarku ( Mahrus ali ):
Yang benar adalah Kanzun najah wassurur fi fadhailil azminah was syuhur..
Dan ulama bernama Abd Hmid Al Quds sebagai mufti dan Imam Masjidil Haram  di Mekkah  tidak di kenal dalam kitab – kitab arab atau dalam laman internet.   Nama tsb fiftif sekali bukan sungguhan. Karena itu, pernyataannya adalah dusta belaka , tidak benar sama sekali.
Dalam artikel itu di katakan juga:
Allahuma bi Sirril Hasani wa akhiihi, wa Jaddihi wa abiihi, wa Ummihi wa Baniihi, Ikfini syarra haazal yawmi wa ma yanzilu fiih, Ya Kaafi al-muhimmaat, Ya Daafi al-baliyyat, fasa yakfiika humullaahu wa Huwa Samii’ul Aliim, wa Hasbuna Allah wa Ni’mal Wakiil wa la Hawla wala Quwwata illa billa hil Ali’yyil Azhiim. Wa Shallallahu ala Sayyidina Muhammadin Wa ‘ala Aalihi Wa Shahbihi wa Sallam. Amiin.
Komentarku ( Mahrus ali ):
Seolah doa itu dari kedustaan Syi`ah bukan dari kejujuran ahlus sunnah sama sekali. Tandanya menggunakan kalimat :
Allahuma bi Sirril Hasani wa akhiihi, wa Jaddihi wa abiihi, wa Ummihi wa Baniihi,
 Ya Allah dengan rahasia Hasan dan saudaranya, kakek, ayahnya dan ibunya.
 Kalimat itu biasanya digunakan kalangan Syi`ah bukan kalangan ahlus sunnah.
Dalam artikel itu di katakan:
Adab Harian di Bulan Safar. Selain awrad harian, lakukan pula awrad berikut ini setiap hari: Syahadat 3 kali, Istighfar 300 kali, Banyak bersedekah. Awrad tambahan di atas berfungsi sebagai perlindungan terhadap 70.000 bala (kutukan) yang dijatuhkan kepada umat manusia di bulan ini. Mawlana Syekh Nazim QS juga berpesan untuk berhati-hati terhadap kesulitan yang terjadi pada hari Rabu terakhir di bulan Safar.
Komentarku ( Mahrus ali ):
Itu perkataan tanpa dalil, kedustaan belaka, bukan kejujuran, penipuan kepada umat, bukan membimbing mereka dengan baik tapi menyesatkan. Ingat firmanNya:
قُلْ هَاتُوا بُرْهَانَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ
Katakanlah: "Unjukkanlah bukti kebenaranmu, jika kamu memang orang-orang yang benar" Namel 64.]
Dalam artikel itu di katakan:
Dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah Saw bersabda, “Tidak ada penyakit menular (yang berlaku tanpa izin Allah), tidak ada buruk sangka pada sesuatu kejadian, tidak ada malang pada burung hantu, dan tidak ada bala (bencana) pada bulan Safar (seperti yang dipercayai).”
Komentarku ( Mahrus ali ):
Yang benar sbb :
قَالَ رَسُولُ اللهِ  صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: (( لاَ عَدْوَى وَلاَ طِيَرَةَ وَلاَ هَامَةَ وَلاَ صَفَرَ وَفِرَّ مِنَ الْمَجْذُومِ كَمَا تَفِرُّ مِنَ اْلأَسَدِ )).*
Rasulullah SAW bersabda : Tiada  penularan penyakit , tiada pesimis ,karena burung tiada roh mayat kembali kedunia menjadi burung hantu ,tiada bulan safar termasuk bulan haram  dan larilah dari orang yang  tertimpapenyakit lepra sebagaimana kamu lari dari singa [1]
Jadi bangsa arab dahulu juga mengagungkan bulan shafar , karena  itu , Rasulullah SAW menyatakan tidak perlu mengagungkan bulan shafar.
Imam Bukhori menyatakan  : Arti  tiada shafar adalah tiada penyakit perut [2]
Dalam artikel itu di katakan lagi:
Rasulullah Saw juga bersabda: “Tidak ada wabah dan tidak ada keburukan binatang terbang dan tiada kesialan bulan Safar dan larilah (jauhkan diri) daripada penyakit kusta sebagaimana kamu melarikan diri dari seekor singa” (HR. Bukhari)
Komentarku ( Mahrus ali ):
Saya hanya menjumpai redaksi seperti ini:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا عَدْوَى وَلَا طِيَرَةَ وَلَا هَامَةَ وَلَا صَفَرَ وَفِرَّ مِنَ الْمَجْذُومِ كَمَا تَفِرُّ مِنَ الْأَسَدِ *
Rasulullah SAW bersabda : Tiada  penularan penyakit , tiada pesimis ,tiada roh mayat kembali kedunia menjadi burung hantu ,tiada bulan safar termasuk bulan haram  dan larilah dari orang yang  tertimpapenyakit lepra sebagaimana kamu lari dari singa [3]
. Pendapat Para Ulama mengenai Rebo Wekasan
- Imam Ahmad Mushthafa al-Maragi  :
وما روي من شؤم بعض الايام فلا يصح شيئ منه        (تفسير المراغي  جزء  9 صحيفة  27)
“Apa yang diceritakan orang tentang adanya sebagian hari yang membawa sial (termasuk rebo wekasan), maka cerita itu idak berdasar sama sekali.”

- Imam Ismail Muhammad al-‘Ajluni al-Syafi’i  berkata setelah menjelaskan panjang lebar tentang bulan Shafar dan hari rabu yang ada didalamnya :
ان توقي يوم الابعاء علي وجه الطيرة  وظن اعتقاد المنجمين حرام شديد التحريم             (كشف الخفاء ومزيل الالباس عما اشتهر من الاحاديث علي السنة الناس  جزء 1  صحيفة 13)
“Merasa takut dengan adanya hari rabu terakhir bulan Shafar dengan cara tathayyur dan mempunyai dugaan seperti yang diyakini ahli nujum, maka hukumnya sangat haram.”


-  Imam Muhammad Salim al-Baihani  berpendapat :
ويروي الذين لا يعرفون قداسة الاسلام احاديث مكذوبة في شؤم صفر, وان الله ينزل فيه من البلاء خمسة اضعاف ما ينزله في غيره من الشهور, وفي الاربعاء الاخير منه.  يكتبون التعاويذ في الاواني التي يشربون بها ولا يسافرون ولا يتزوجون في صفر, ويكذبون علي النبي صلي الله عليه وسلم بقولهم : اخر اربعاء من كل صفر يوم نحس مستمر, وهو موضوع      (اصلاح المجتمع  ص : 271)
Dan hadis-hadis palsu tentang kesialan bulan Shafar (sebetulnya) diriwayatkan oleh orang-orang yng tidak mengerti kesucian Islam. Mereka mengatakan bahwasanya Allah Swt menurunkan bala dibulan itu lima kali lipat yang Allah Swt tidak turunkan dibulan lainnya, termasuk pada hari rabu terakhir(rebo wekasan)  bulan Shafar. Mereka menulis berbagai azimat/penangkal pada bejana lalu kemudian airnya mereka minum. Di bulan Shafar, mereka tidak mau bepergian dan pernikahan. Mereka berdusta mengatasnamakan Nabi Muhammad Saw dengan ucapannya bahwa hari rabu terakhir setiap bulan Shafar adalah hari penuh naas/sial. Padahal (setelah hadis-hadis itu diteliti) ternyata palsu (maudhu).

3. Amalan bulan Shafar
Seperti yang diketahui bersama, setiap datang bulan shafar banyak orang yang menyebarkan selebaran berisi wafaq untuk tolak bala. Banyak versi mengenai tulisan wafaqnya. Diantaranya  :
“Risalah ini menerangkan shalat sunnat rebo wekasan yang tertulis dalam ‘Bahjatul Mardhiyyah fi Fawa’idil Ukhrowiyyah karangan Syaik Muhammad Dawud al-Pattani, beliau mengutip dari kitab az-Zawajir karangan Imam Ibnu Hajar al-Haytami yaitu : setap hari rabu akhir bulan Shafar turun 320.000 bala/penyakit. Barang siapa yang shalat 4 rakaat  pada hari itu, lalu setelah selesai membaca al-fatihah setiap rakaat membaca Inna A’thaynakal kautsar 17 kali, qulhu 5 kali dan mu’awwidzatain sekali lalu setelah salam ia berdo’a, lalu kemudian wafaqnya digunting dan dibenamkan kedalam air kemudian airnya diminum, insya Allah selamat dari semua bala.”

Mengenai selebaran ini, ada 2 hal yang mesti diperhatikan :
Pertama, selebaran ini majhul al-mu’allif (tidak diketahui penyusunnya).
Kedua,  Syaikh Dawud al-Pattani, dalam kitabnya itu mengutip dari kitab al-Zawajir karangan Imam Ibn Hajar al-Haytami, namun setelah dilakukan penelitian oleh             KH Ahmad Dimyati Badruzzaman, ternyata dalam kitab al-Zawajir yang terdiri dari 2 jilid dengan jumlah halaman 533, tidak ada keterangan mengenai rebo wekasan. Karenanya selebaran itu tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Mengenai hukum shalat rebo wekasan berikut penjelasan  Syaikh Zainuddin murid Imam Ibnu hajar :
ومن البدع المذمومة التي يأثم فاعلها ويجب علي ولاة الامر منع فاعلها صلاة الرغائب. وهي ثنتا عشرة ركعة بين العشائين اول جمعة من رجب, وصلاة ليلة نصف شعبان مائة ركعة, وصلاة أخر جمعة من رمضان سبعة عشر ركعة بنية قضاء الصلواة الخمس التي لم يقضها, وصلاة عاشوراء اربع ركعة أو اكثر, وصلاة الاسبوع.  اما أحاديثها فموضوعة باطلة.  ولا تغتر بمن ذكرها.  وممن ذكرها الغزالي في الاحياء.                                          (اعانة الطالبين ج اول ص 268)
                                                                                                
قلت ومثله صلاة صفر. فمن اراد الصلاة في وقت من هذه الوقات فلينو النفل المطلق فرادي من غير عدد معين. وهو ما لا يتقيد بوقت ولاسبب ولا حصر له.      (كنز النجاة و السرور  ص 17-18)

4. Kesimpulan
- Anggapan bulan Shafar bulan penuh dengan sial, dan Allah turunkan bala pada rebo wekasan merupakan anggapan yang sudah ada pada masa jahiliyyah dan oleh Nabi Muhammad Saw anggapan itu di anggap keliru.
- Shalat sunnah khusus Shafar atau rebo wekasan tidak memiliki dasar hukum yang dipetanggungjawabkan.
- Diperlukan kehati-hatian dalam menjalankan ritual agama agar tidak terjebak kedalam kungkungan bid’ah yang menyesatkan.
Wallahu a’lam bi al-shawab
 oleh : KH. Aim Zaimuddin. MA
Pengasuh ponpes al-Fatmahiyyah jonggol, Bogor
Komentarku ( Mahrus ali ):
 Benafr apa yang di katakan oleh KH. Aim Zaimuddin. MA



[1] Sahih Bukhori
[2] Tuhfatul ahwadzi 2065 , ( 432/5 )

[3] Sahih Bukhori
Artikel Terkait

1 komentar:

  1. semangat dalam dakwah ...http://tentarakecilku.blogspot.com/

    BalasHapus

Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan