Kamis, Maret 22, 2012

Kesalahan editor buku saya yang kedua


Dalam buku karya  saya: " Kesalahan  Modin dalam merawat jenazah"  Pada hal 61. terdapat keterangan:
Saya berkata : Kain kafannya di beri kapur barus dan cendana, ini yang penulis belum mengetahui dalilnya sampai kini."
Di bagian footnote: Editor saya  berkomentar:
 Kalau pemberian kapur barus atau cendana di sini dimaksudkan untuk memberikan harum-haruman, maka bisa jadi mereka mendasarkan pada beberapa riwayat berikut:
Dalah shahihnya Imam Bukhari mebuat sebuah bab,
Bab: ‘Ghuzli al-Mayyiti Wa Wudhu-ihi Bil Ma-I Wa al-Sidr atau (Bab memandikan mayat dan memwudhukannya Dengan Air dan Daun Sidr). Dalam bab ini disebutkan sebuah riwayat bahwa:
وَحَنَّطَ ابْنُ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا ابْنًا لِسَعِيدِ بْنِ زَيْدٍ وَحَمَلَهُ وَصَلَّى وَلَمْ يَتَوَضَّأْ
Komentarku ( Mahrus ali ):
Lengkap arabnya sbb:
بَاب غُسْلِ الْمَيِّتِ وَوُضُوئِهِ بِالْمَاءِ وَالسَّدْرِ وَحَنَّطَ ابْنُ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا ابْنًا لِسَعِيدِ بْنِ زَيْدٍ وَحَمَلَهُ وَصَلَّى وَلَمْ يَتَوَضَّأْ وَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا الْمُسْلِمُ لَا يَنْجُسُ حَيًّا وَلَا مَيِّتًا وَقَالَ سَعِيدٌ لَوْ كَانَ نَجِسًا مَا مَسِسْتُهُ وَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمُؤْمِنُ لَا يَنْجُسُ
Editor menerjemahkan sbb:
Ibnu Umar (Hannataha) memberikan wewangian cendana kepada mayat anak Sa’id bin Zaid, kemudian membopongnya. Dia kemudian shalat tanpa berwudhu’ lagi. Dijelaskan bahwa hannatha adalah menggunakan pengharum yang dicampurkan ke dalam kafan mayat. (Shahih al-Bukhari juz 5 halaman 100 nomor 8 ) Riwayat ini juga dimuat dalam Muwaththa karya Imam Malik juz 1 halaman 25 nomor 47 & halaman 62 nomor 48 dan Mushanaf Ibni Abi Syaibah juz 1 halaman 443 nomor 5108 & halaman 479 nomor 5525.
Komentarku ( Mahrus ali ):
Kalimat ini:
Dijelaskan bahwa hannatha adalah menggunakan pengharum yang dicampurkan ke dalam kafan mayat.
…………….. tambahan editor sendiri..
Tentang kalimat : وَحَنَّطَ di artikan oleh editor , memberi wewangian cendana.
Komentarku ( Mahrus ali ):
Setahu saya artinya ada dua: Memberi pengharum husus mayat bukan cendana , ada yang mengartikan memberikan obat agar mayat awet jasadnya. Dan yang terahir ini lebih pas.
Perlu di ketahui , Imam Bukhari meriwayatkan kisah Ibnu Umar itu tanpa sanad dalam sahih Bukharinya. Tiada sahabat yang memberi pengharum pada mayatnya  Untuk apakah bangkai di beri minyak wangi atau pengawet seperti mayat keristen yang di make upa ketika akan di masukkan ke dalam peti Jenazah. Ini hal yang perlu di tolak bukan di ajarkan atau dilestarikan. Ini sangat menyesatkan bukan mengarahkan kepada jalan Allah tapi jalan setan.
Dalam kitab al Madrul Munir 380/5 ada keterangan sbb;
البدر المنير - (ج 5 / ص 380)
وَمِمَّنْ رَوَاهُ : مَالِكٌ فِِي «الْمُوَطَّأ) عَنِ ابْنِ عُمَرَ «أََنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطاَّبِ غُسِّلَ وكُفِّنَ وصُلِّيَ عَلَيْهِ ، وَكَانَ شَهِيْدا» . وَفِي رِوَايَة للشَّافِعِيّ : «وحُنِّطَ»
Diantara orang yang meriwayatkannya adalah Imam Malik dalam kitab al Muwattha` dari Ibn Umar  (( Sesungguhnya Umar bin Al Khatthab dimandikan, di kafani, di salati dan dia adalah orang yg mati sahid.
Dalam suatu riwayat oleh Syafii, ada tambahan: Dan di kasih pengharum atau obat pengawet.
Komentarku ( Mahrus ali ):
Tambahan: " di beri pengharum atau pengawet " hanya dalam  sebagian riwayat Syafii dan di riwayat lainnya tambahan itu tidak ada. Biasayanya kalimat " fii riwayatin " itu menunjukkan kelemahan tambahan tsb. Yaitu tambahan di beri minyak wangi atau pengawet itu lemah.

Dalam sunan Kubro lil baihaqi ( Masykul ) 3/1381 terdapat keterangan:
السنن الكبرى للبيهقي [ مشكول ] - (ج 3 / ص 1381)
أَخْبَرَنَا الشَّافِعِىُّ  أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ نَافِعٍ عَنِ ابْنِ عُمَرَ : أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ غُسِّلَ وَكُفِّنَ وَصُلِّىَ عَلَيْهِ. وَزَادَ فِيهِ عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ عَنْ نَافِعٍ عَنِ ابْنِ عُمَرَ وَحُنِّطَ.
Bercerita kepada kami Syafii, lalu berkata: Bercerita kepada kami Malik dari Nafi` dari Ibn Umar:   (( Sesungguhnya Umar bin Al Khatthab dimandikan, di kafani, di salati".
Ubaidullah bin Umar dari Nafi` dari Ibnu Umar memberi tambahan: " dan  di beri minyak wangi atau pengawet".
Komentarku ( Mahrus ali ):
Jadi tambahan kalimat : Dan  di beri minyak wangi atau pengawet " adalah Ubadillah bin Umar yang tidak berjumpa dengan Umar atau Ibnu Umar. Kalau kita mengambil riwayat yang terbanyak, saat itu mayat sayyidina Umar tidak diberi minyak wangi atau pengawet  sebagaimana mayat sahabat yang lain, atau mengikuti tuntunan dari Rasulullah SAW. Masak Ibn Umar menjalankan kebid`ahan.
Kita lihat kebiasaan Rasulullah SAW dalam merawat jenazah sbb:
صحيح البخاري ١١٦٦: عَنْ عُقَيْلٍ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ قَالَ أَخْبَرَنِي خَارِجَةُ بْنُ زَيْدِ بْنِ ثَابِتٍ أَنَّ أُمَّ الْعَلَاءِ امْرَأَةً مِنْ الْأَنْصَارِبَايَعَتْ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَخْبَرَتْهُ أَنَّهُ اقْتُسِمَ الْمُهَاجِرُونَ قُرْعَةً فَطَارَ لَنَا عُثْمَانُ بْنُ مَظْعُونٍ فَأَنْزَلْنَاهُ فِي أَبْيَاتِنَا فَوَجِعَ وَجَعَهُ الَّذِي تُوُفِّيَ فِيهِ فَلَمَّا تُوُفِّيَ وَغُسِّلَ وَكُفِّنَ فِي أَثْوَابِهِ دَخَلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْتُ رَحْمَةُ اللَّهِ عَلَيْكَ أَبَا السَّائِبِ فَشَهَادَتِي عَلَيْكَ لَقَدْ أَكْرَمَكَ اللَّهُ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَا يُدْرِيكِ أَنَّ اللَّهَ قَدْ أَكْرَمَهُ فَقُلْتُ بِأَبِي أَنْتَ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَمَنْ يُكْرِمُهُ اللَّهُ فَقَالَ أَمَّا هُوَ فَقَدْ جَاءَهُ الْيَقِينُ وَاللَّهِ إِنِّي لَأَرْجُو لَهُ الْخَيْرَ وَاللَّهِ مَا أَدْرِي وَأَنَا رَسُولُ اللَّهِ مَا يُفْعَلُ بِي قَالَتْ فَوَاللَّهِ لَا أُزَكِّي أَحَدًا بَعْدَهُ أَبَدًا
Shahih Bukhari 1166: Dari 'Uqail dari Ibnu Syihab berkata, telah mengabarkan kepada saya Kharijah bin Zaid bin Tsabit bahwa Ummu Al 'Ala' seorang wanita Kaum Anshar yang pernah berbai'at kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mengabarkannya bahwa; Ketika sahabat Muhajirin di undi (untuk tinggal di rumah-rumah sahabat Anshar sesampainya mereka di Madinah), maka 'Utsman bin Mazh'un mendapatkan bagiannya untuk tinggal bersama kami. Akhirnya dia kami tempatkan di rumah-rumah kami. Namun kemudian dia menderita sakit yang membawa kepada kematianya. Setelah dia wafat, maka dia dimandikan dan dikafani dengan baju yang dikenakannya. Tak lama kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam datang lalu aku berkata, kepada Beliau: "Semoga rahmat Allah tercurah atasmu wahai Abu As-Sa'ib ('Utsman bin Mazh'un). Dan persaksianku atasmu bahwa Allah telah memuliakanmu". Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berkata: "Dari mana kamu tahu bahwa Allah telah memuliakannya?" Aku jawab: "Demi bapakku yang menjadi tebusan untukmu , wahai Rasulullah, siapakah seharusnya orang yang dimuliakan Allah itu?" Beliau menjawab: "Adapun dia, telah datang kepadanya Al Yaqin (kematian) dan aku berharap dia mendapat kebaikan. Demi Allah meskipun aku ini Rasulullah, aku tidak tahu apa yang akan dilakukan-Nya terhadapku". Dia (Ummu Al 'Ala') berkata: "Demi Allah, tidak seorangpun yang aku anggap suci setelah peristiwa itu selamanya". HR Bukhari dan Ahmad ( sahih )
Komentarku ( Mahrus ali ):
Lihat dalam merawat jenazah Usman bin Madh`un tsb cukup dimandikan dan di kafani dengan  pakaiannya tanpa di kasih minyak wangi atau pengawet sama sekali. Inilah tata cara merawat jenazah yang pas.
Kita perlu lihat lagi tata cara merawat jenazah Rasulullah SAW dalam hadis sbb:
صحيح البخاري ١١٨٥: عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُفِّنَ فِي ثَلَاثَةِ أَثْوَابٍ يَمَانِيَةٍ بِيضٍ سَحُولِيَّةٍ مِنْ كُرْسُفٍ لَيْسَ فِيهِنَّ قَمِيصٌ وَلَا عِمَامَةٌ
Shahih Bukhari 1185: Dari 'Aisyah radliallahu 'anha bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam (ketika wafat) dikafani dengan tiga helai kain yang  putih terbuat dari katun dari negeri Yaman dan tidak dikenakan padanya baju dan serban .
Komentarku ( Mahrus ali ):
Dlm hadis itupun,  jenazah Rasulullah SAW tidak dikasih minyak wangi atau pengawet.
Lihat hadis berikutnya :
صحيح البخاري ٣٧٣٩: عَنْ سَعْدِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ عَنْ أَبِيهِ إِبْرَاهِيمَ أَنَّ عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ عَوْفٍ أُتِيَ بِطَعَامٍ وَكَانَ صَائِمًا فَقَالَ قُتِلَ مُصْعَبُ بْنُ عُمَيْرٍ وَهُوَ خَيْرٌ مِنِّي كُفِّنَ فِي بُرْدَةٍ إِنْ غُطِّيَ رَأْسُهُ بَدَتْ رِجْلَاهُ وَإِنْ غُطِّيَ رِجْلَاهُ بَدَا رَأْسُهُ وَأُرَاهُ قَالَ وَقُتِلَ حَمْزَةُ وَهُوَ خَيْرٌ مِنِّي ثُمَّ بُسِطَ لَنَا مِنْ الدُّنْيَا مَا بُسِطَ أَوْ قَالَ أُعْطِينَا مِنْ الدُّنْيَا مَا أُعْطِينَا وَقَدْ خَشِينَا أَنْ تَكُونَ حَسَنَاتُنَا عُجِّلَتْ لَنَا ثُمَّ جَعَلَ يَبْكِي حَتَّى تَرَكَ الطَّعَامَ
Shahih Bukhari 3739: Dari Sa'd bin Ibrahim dari ayahnya Ibrahim bahwa saat Abdurrahman bin 'Auf sedang berpuasa lalu diberi hidangan makanan, kemudian dia berkata, "Muhs'ab bin 'Umari telah gugur, padahal dia lebih mulia daripadaku, dia di kafani dengan kain burdah, apabila kepalanya ditutup maka kakinya akan tersingkap, dan jika kakinya ditutup maka kepalanya akan tersingkap. -dan seingatku dia mengatakan- Hamzah gugur padahal dia lebih baik daripadaku, setelah itu (kenikmatan) dunia dibentangkan untuk kami -atau dia mengatakan-, Kami telah diberi (kenikmatan) dunia sebagaimana yang telah diberikan kepada kami, aku khawatir bahwa itu adalah (balasan) kebaikan kami yang didahulukan, " kemudian ia menangis dan meninggalkan hidangan tersebut."
Komentarku ( Mahrus ali ):
Lihat kain kafannya juga tidak harus tiga lapis, tapi satu lapis saja  yaitu burdah (  sehelai kain ) . Dia adalah sahid. Sungguhpun demikian tanpa di beri pengharum atau minyak wangi atau pengawet atau lainnya. <lalu kita ikut pendapat orang  dulu atau sekarang atau ikut pada hadis. Sudah tentu kita ikut hadis dan tidak menggunakan minyak wangi atau pengawet untuk mayat – mayat kita. 
صحيح البخاري ٢٦٣٣: عَنْ مُوسَى بْنِ أَنَسٍ قَالَ وَذَكَرَ يَوْمَ الْيَمَامَةِ قَالَ أَتَى أَنَسٌ ثَابِتَ بْنَ قَيْسٍ وَقَدْ حَسَرَ عَنْ فَخِذَيْهِ وَهُوَ يَتَحَنَّطُ فَقَالَ يَا عَمِّ مَا يَحْبِسُكَ أَنْ لَا تَجِيءَ قَالَ الْآنَ يَا ابْنَ أَخِي وَجَعَلَ يَتَحَنَّطُ يَعْنِي مِنْ الْحَنُوطِ ثُمَّ جَاءَ فَجَلَسَ فَذَكَرَ فِي الْحَدِيثِ انْكِشَافًا مِنْ النَّاسِ فَقَالَ هَكَذَا عَنْ وُجُوهِنَا حَتَّى نُضَارِبَ الْقَوْمَ مَا هَكَذَا كُنَّا نَفْعَلُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِئْسَ مَا عَوَّدْتُمْ أَقْرَانَكُمْ
رَوَاهُ حَمَّادٌ عَنْ ثَابِتٍ عَنْ أَنَسٍ
Shahih Bukhari 2633: Dari Musa bin Anas berkata, lalu dia bercerita tentang peperangan Yamamah, katanya; Anas menemui Tsabit bin Qais dimana kedua pahanya terbuka ketika dia sedang mengoleskan wewangian. Lalu Anas bertanya kepadanya: "Wahai paman, apakah yang menghalangimu sehingga kamu tidak datang (pada peperangan)? ' Pamannya berkata: "wahai kemenakanku aku baru saja datang", lalu dia melumuri tubuhnya dengan hanuth (minyak wangi atau pengawet yang biasa dioleskan kepada mayyit) kemudian masuk dalam barisan, setelah itu Anas bercerita bahwa orang-orang melarikan diri dari pertempuran, maka Tsabit bin Qais berkata" begitu? menyingkirlah, lapangkan jalanku hingga dapat menyerang musuh, bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam kami tidak pernah seperti ini (lari dari musuh) alangkah buruknya perilaku yang kalian ambil dari musuh". Diriwayatkan oleh Hammad dari Tsabit dari Anas.
Arti : يَتَحَنَّطُ يَعْنِي مِنْ الْحَنُوطِ  belum tentu memberi wewangian, menurut arti bahasanya ada kemungkinan, dia mengolesi tubunhnya dengan bahan pengawet tubuh.
Hanya imam Bukhari yang meriwayatkannya.
Imam – imam hadis yang lain tidak tahu hadis tsb.
Dalam kitab
فتح الباري لابن حجر - (ج 6 / ص 52)
 وَلَمْ يَقْعْ ذَلِكَ فِي رِوَايَةِ اْلأَنْصَارِي الْمَذْكُوْرَةِ.
Tambahan minyak wangi atau pengawet husus mayat atau obat pengawet tubuh itu  tidak terdapat dalam riwayat al anshari tsb.
Jadi masih hilaf antara beberapa riwayat tentang kalimat tambahan minyak wangi atau pengawet husus mayat itu.  Anda boleh baca lagi kalimat sbb:
Dalam kitab annihayah 1/497. terdapat keterangan:
النهاية في غريب الحديث والأثر1 - (ج 1 / ص 497)
وتَحَنَّطُوا بالصَّبر لئلا يَجِيفُوا ويُنْتِنُو
Berilah minyak dari pohon pahit agar tubuh mereka tidak cepat membangkai atau berbau.
   Dengan kalimat yang terahir ini, saya sangat salut bahwa bukan minyak wangi  biasa husus untuk mayat tapi obat pengawet. Jadi mayat tidak perlu di kasih minyak wangi atau pengawet atau obat pengawet.
Artikel Terkait

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan