Sabtu, Januari 26, 2013

Ruju’nya Al Ustadz Jafar Umar Thalib




Alhamdulillah…… setelah sekian lama perselisihan antara Al ustadz ja’far Umar Thalib dengan kalangan salafiyin, akhirnya beliau menyatakan ruju’ atas beberapa kesalahan beliau, dan berikut beberapa perkataan beliau…..
Dalam hal dzikir jama’ah yang mengundang kontroversi dikalangan Salafiyyin beliau berkata…
Maka dalam hal pandangan mafsadah (kerusakan) yang ditimbulkan oleh kehadiran saya di majlis itu, saya setuju dengan segenap yang hadir di rumah As-Syaikh Muhammad, dan saya nyatakan bahwa Ja’far Umar Thalib tidak sepantasnya untuk mendatangi majlis dzikir Arifin Ilham meskipun untuk berceramah padanya. Maka dengan tulisan ini sekaligus saya nyatakan bahwa mulai sekarang Ja’far Umar Thalib tidak akan hadir di majlis dzikir Arifin Ilham dan sekaligus juga Ja’far Umar Thalib menyatakan keluar dari Dewan Syari’ah Majlis Adz-Dzikra Arifin Ilham.
Kemudian dalam hal penghalalan musik beliau berkata….
Adapun permasalahan pandangan saya tentang halalnya musik berdasarkan bacaan saya dari buku karya Abdullah bin Yusuf Al-Judai’, maka para mahasiswa Indonesia itu memberi tahu saya bahwa telah terbit buku bantahan terhadapnya yang ditulis oleh As-Syaikh Abdullah Ramadhan bin Musa yang diterbitkan oleh Darul Mu’ayyid –Riyadh Saudi Arabia. Merekapun memberikan kepada saya buku bantahan tersebut sebagai hadiah untukku berupa kitab yang tebalnya 620 halaman. Saya dengan senang hati menerima hadiah tersebut yang sangat berharga bagi saya dan langsung saya pelajari sampai artikel ini saya terbitkan. Saya belum selesai mempelajarinya dan untuk sementara saya nyatakan disini bahwa saya mencabut peredaran fatwaku tentang musik ini. Dan saya terus mempelajari tentang masalah tersebut.
Kemudian dalam hal memberikan gelaran yang buruk kepada sesama Ahlus Sunnah wal Jama’ah beliau berkata….
Dan dalam rangka menjalankan apa yang dinasehatkan oleh As-Syaikh Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali kepadaku, maka dalam tulisan ini saya lengkapi pernyataan taubatku kepada Allah dari tindakanku menggelari Salafiyyin di Indonesia dengan gelar Ahlul Fitnah wal Khiyanah (artinya tukang fitnah dan tukang khianat). Saya nyatakan bahwa saya telah bersalah dengan menggelari mereka seperti itu, dan dengan demikian saya cabut pernyataanku yang demikian itu. Maka dengan kerendahan hati saya memohon maaf yang sebesar-besarnya kepada segenap Salafiyyin atas kesalahan dan kedhalimanku terhadap hak kehormatan mereka.
Sebelum pernyataan tersebut Asy Syeikh Rabi’ bin Hadi Al Madkhali telah menasehati beliau, berikut nasehat beliau…..
………Maka dengan Pertolongan Allah Ta’ala dan kemudian dengan pertolongan beberapa ikhwan Salafiyyin di kota Jeddah, akhirnya pada tanggal 10 Mei 2008 saya bertemu As-Syaikh Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali di rumah kediaman beliau di komplek perumahan Awali Makkah. Tampak beliau lebih tua dibanding pertemuan saya dengannya tujuh tahun yang lalu. Setelah salam dan saling menanyakan kabar, langsung saja teman Salafi yang membawa kami dari Jeddah (yaitu As-Syaikh Ahmad Al-Ghamidi), memperkenalkan kami dengan beliau. Dan tampaknya beliau telah lupa dengan saya sehingga beliau baru ingat kalau saya adalah Ja’far Umar Thalib yang memimpin Jihad Fi Sabilillah di Maluku dan di Poso.
Begitu beliau mengetahui bahwa yang datang ini adalah orang yang selalu diberitakan dan dilaporkan kepada beliau, langsung saja beliau bertanya kepada saya: “Apa yang kamu inginkan dari saya?”
Maka sayapun langsung menjawab: “Saya ingin mempertanyakan apa yang antum nyatakan tentang saya bahwa saya telah antum hukumi keluar dari manhaj Salaf.”
Demi mendengar pernyataan saya itu langsung beliau nyatakan: “Saya tidak akan memutuskan apa yang kalian perselisihkan kecuali kalau kedua belah pihak dari kalian telah berkumpul di hadapan saya. Hanya saja saya nasehatkan kamu untuk kembali bergabung dengan salafiyyin di Indonesia. Bukan sebagai pemimpin mereka, akan tetapi kamu menjadi sebagian dari mereka.”
Nasehat beliau langsung saya sambut dengan pernyataan: ‘Wahai Syaikh Rabi’, sesungguhnya sekarang ini tidak ada lagi perkara kepemimpinan. Namun saya ingin mendapat keterangan dan nasehat dari antum tentang mengapa saya dianggap keluar dari manhaj Salaf dan apa nasehat antum untuk saya agar saya dapat memperbaiki kekeliruan saya?”
As-Syaikh Rabi’ langsung menjawab: “Saya menganggap kamu keluar dari manhaj Salaf, karena kamu:
1. Menulis surat bantahan terhadap nasehat yang telah saya berikan berkenaan dengan kekeliruan kamu dalam memimpin jihad. Dari suratmu itu saya mendapati bahwa kamu bukanlah Ja’far Umar Thalib yang dulu. Karena tampak dari suratmu itu bahwa kamu telah bersikap tidak sopan kepada Ulama’.
2. Kamu memutuskan hubungan dengan Ulama’.
3. Kamu menggelari saudara-saudara kamu dari kalangan Salafiyyin dengan gelar yang jelek.
Karena itu saya nasehatkan kepadamu agar kamu meninggalkan arena politik praktis. Sebab dengan terlibat dalam arena politik itu kamu terlalaikan dari kemestian da’wah Salafiyah. As-Syaikh Al-Allamah Muhammad Amin As-Syanqithi rahimahullah menyatakan: “Politik gaya demokratisme itu adalah anak perempuannya anjing. Maka jangan kamu memasuki arena politik praktis itu.” Juga saya nasehatkan kepadamu untuk kamu bertaqwa kepada Allah dalam menjalankan kegiatan Da’wah dan ikhlaskanlah amalanmu itu hanya untuk Allah. Saya nasehatkan kepadamu agar engkau menulis berbagai kesalahanmu untuk kemudian kamu bertaubat kepada Allah Ta’ala dari berbagai kesalahan itu. Saya menasehatkan kepadamu agar kamu berupaya sungguh-sungguh untuk membangun semangat saling mencinta di antara kamu dengan saudara-saudaramu kalangan Salafiyyin. Upayakanlah untuk kamu kembali dalam suasana saling tolong menolong dengan mereka dalam rangka kebaikan dan ketaqwaan. Jauhkanlah berbagai sebab yang mengarah kepada perselisihan dan perpecahan di kalangan kalian. Karena perpecahan dan permusuhan diantara kalian itu telah melemahkan Da’wah Salafiyah di Indonesia. Allah Ta’ala berfirman:
Dan janganlah kalian bertikai di antara kalian, karena pertikaian itu akan menjadikan kalian kalah dari musuh kalian dan akan menghilangkan kekuatan kalian.” (Al-Anfal: 46)
Demikian As-Syaikh Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali hafidhahullah menasehati saya bagaikan Bapak yang menasehati anaknya. Beliau menahan saya di rumahnya agar saya makan malam bersama beliau. Namun karena As-Syaikh Ahmad Al-Ghamidi harus pulang ke Jeddah setelah shalat Isya’ maka kami memohon maaf kepada As-Syaikh Rabi’ dan beliaupun mengantarkan kami pulang sampai ke pintu keluar sambil terus menasehati saya untuk dapat kembali hidup rukun dengan ikhwan Salafiyyin di Indonesia sebagaimana dulu.
Allahu ‘alam…….Walhamdulillah Rabbul ‘alamin….
Komentarku ( Mahrus ali):
Kalau untuk kepentingan Islam secara umum, bukan secara husus, sebaiknya Al Ustadz Jafar Umar Thalib tetap netral diluar semua golongan, tidak usah masuk ke dalam golongan manapun. Ikuti saja ayat:
إِنَّ الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينَهُمْ وَكَانُوا شِيَعًا لَسْتَ مِنْهُمْ فِي شَيْءٍ إِنَّمَا أَمْرُهُمْ إِلَى اللَّهِ ثُمَّ يُنَبِّئُهُمْ بِمَا كَانُوا يَعْمَلُوْنَ
Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agamanya dan mereka (terpecah) menjadi beberapa golongan, tidak ada sedikitpun tanggung jawabmu terhadap mereka. Sesungguhnya urusan mereka hanyalah (terserah) kepada Allah, kemudian Allah akan memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka perbuat.[1]
  Anda di luar golongan bisa netral, jujur dalam memberikan keterangan ajaran agama sesuai dengan dalil. Tapi kalau sudah masuk dalam golongan, maka anda akan terikat dan tidak bisa menerangkan dengan jujur, anda harus menyimpan kebenaran yang tidak cocok dengan ajaran golongan itu dan ini membahayakan umat. Anda harus berdusta kepada umat untuk mendukung kesalahan golongan dan menyalahkan kebenaran rival golongan itu. Karena itu, fanatisme golongan di larang bukan di anjurkan. Dan yang terjelek adalah tokoh yang diidolakan oleh golongan itu. Sungguhpun  golongan itu hina dimata Allah mulia di mata manusia, namun golongan yang paling rusak adalah golongan ahli bid`ah bukan golongan ahlis sunnah. Yang terjelek hidup di dalam golongan dan terbaik adalah hidup diluar golongan lalu selalu berlandaskan kepada dalil dalam setiap langkah. Ingatlah ayat:

وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولا
               Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mengetahui dalilnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya. ( Al isra` 36 ).
مَنْ قُتِلَ تَحْتَ رَايَةٍ عِمِّيَّةٍ يَدْعُو عَصَبِيَّةً أَوْ يَنْصُرُ عَصَبِيَّةً فَقِتْلَةٌ جَاهِلِيَّةٌ
Barang siapa terbunuh di bawah bendera buta  yang mengajak fanatik atau membela karena  fanatik golongan  sama dengan mati jahiliyah ( bukan syahid ) .[2]
Di saat orang – orang masuk suatu golongan untuk memburu dana, maka anda harus keluar dari golongan untuk menghindari fitnah dana itu, Allah akan memberikan solusi padamu dan dana akan di datangkan juga dengan cara yang terbaik, lalu anda akan bisa menginfakkan dana itu di jalan Allah. Bersabarlah sebab hidup ini suatu pilihan yang membahayakan atau menyelamatkan.

Dan kliklah 4 shared mp3 atau di panahnya.
 




[1] ] Al an`am 159
[2]  Muslim / Imarah /1850 Nasai /Tahrimud dam /4115
Artikel Terkait

2 komentar:

  1. Bagaimana ustadz ada sekelompok orang yang meng-klaim pengikut salaf tapi mereka masih tunduk dengan thoghut? Bahkan mereka menganggap wajib mentaati pemerintah walaupun pemerintah tsb tdk melaksanakan syari'at Allah. Mhn penjelasan ustadz..Jazaakallah.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hindari kelompok itu, jangan dekati. Kelompok tsb hanya ingin dunia bukan akhirat, kita tidak bokleh simpati kepada Thaghut, lihat ayat:
      وَلَا تَرْكَنُوٓا۟ إِلَى ٱلَّذِينَ ظَلَمُوا۟ فَتَمَسَّكُمُ ٱلنَّارُ وَمَا لَكُم مِّن دُونِ ٱللَّهِ مِنْ أَوْلِيَآءَ ثُمَّ لَا تُنصَرُونَ

      Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang zalim yang menyebabkan kamu disentuh api neraka, dan sekali-kali kamu tiada mempunyai seorang penolongpun selain daripada Allah, kemudian kamu tidak akan diberi pertolongan.

      Hapus

Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan