Kamis, Mei 09, 2013

Sumber Kesesatan Teologi Kristen

 
Berdasarkan penelitian historis, Yesus berbicara dalam bahasa Aramiyyah di Palestina, begitu juga dengan sebahagian besar orang Yahudi. Ini wajar sebab bahasa Aramiyyah ialah lingua franca (bahasa percakapan sehari-hari masyarakat Yahudi di Palestina) pada zaman Yesus. Akan tetapi dalam hal tulis-menulis, bahasa Yunani lah yang dominan digunakan. Gereja di kemudian hari mengkanon  dan menggunakan kitab Injil (Perjanjian Baru) berbahasa Yunani yang lebih dominan dan lebih banyak dipakai dari pada Injil-Injil berbahasa Aramiyyah. Adaptasi bahasa yang digunakan oleh Yesus (Aramiyyah) ke bahasa Yunani telah berdampak buruk terhadap tafsir gereja atas ucapan Yesus, terutama masalah teologia. Gereja seharusnya memilih kitab berbahasa Aramiyyah sesuai dengan bahasa yang digunakan Yesus dan murid-muridnya agar tepat dalam menafsirkan ucapan-ucapan Yesus. Dibawah ini adalah contoh kesesatan teologi Kristen yang dibangun dari tafsir kitab Injil berbahasa Yunani;


1.  Yesus adalah Allah

Aku dan Bapa adalah satu (Yohanes 10: 30)

Ayat di atas sebenaranya adalah kata kiasan yang diucapkan Yesus, ini dapat dengan mudah kita ketahui apabila kita membaca bukan hanya potongan ayat Yohanes 10: 30 di atas, melainkan membaca konteks cerita mulai dari ayat 23 sampai dengan ayat 30. Bukan hanya Kristen saja yang salah paham dengan kata kias yang diucapkan Yesus, tapi juga orang-orang Yahudi yang saat itu mendengar ucapan Yesus. Yahudi menyangka Yesus menghujad Allah dengan cara menyamakan dirinya dengan-Nya (Yohanes 10: 33). Kristen kemudian mengikuti kesesatan Yahudi tersebut dengan beranggapan tidak mungkin Yesus dilempari batu oleh orang-orang Yahudi jika Yesus tidak menyamakan dirinya dengan Allah, padahal orang-orang Yahudi terdorong untuk melempari Yesus dengan batu karena kesalah-pahaman mereka terhadap ucapan Yesus.

Berbeda cara tafsir kita dengan cara tafsir Kristen, Kristen memberikan penjelasan; Bahasa Yunani Perjanjian Baru menggunakan tiga kata yang diterjemahkan dengan satu yaitu εις - HEIS (maskulin), μια - MIA (feminin), dan εν - HEN (netral). Kata bilangan satu, dua, tiga, dan seterusnya menggunakan bentuk maskulin, HEIS, DUO, TREIS, TETTARES, PENTE, dan seterusnya. Jika ada nomina yang feminin, maka akan digunakan MIA, DUO, TRIA, TETTARA, tetapi tidak digunakan untuk menghitung secara berurutan, melainkan menerangkan kuantitas nomina yang feminin. Baik bentuk maskulin maupun feminin dapat diadakan operasi penambahan dan pengurangan. Kata εις - HEIS yang maskulin dan μια - MIA yang feminin ini dapat dibandingkan dengan kata Ibrani יחיד - YAKHID atau kata Arab WAHID. Sebaliknya εν - HEN yang netral senantiasa berhubungan dengan hakekat, natura, tidak pernah merujuk kepada satu oknum atau satu pribadi. Kata ini dapat pula dibandingkan dengan kata Ibrani אחד - 'EKHAD atau kata Arab 'AHAD (Esa).

Yohanes 10:30 dari segi kaidah bahasa Yunani, menyatakan bahwa Yesus dan Bapa memiliki satu Dzat, satu Hakekat yaitu Allah. Konteks kata satu εν - HEN untuk ayat diatas menunjukkan pernyataan Yesus adalah Allah, yang "satu" sama hakekat dengan Bapa yang dipertegas dengan pernyataan "εν εσμεν - hen esmen". Kata Yunani εσμεν - esmen dalam Yohanes 10:30 adalah "to be" dalam modus indikatif, pernyataan fakta.

Yesus berkata-kata menggunakan bahasa Aramiyyah kepada orang-orang Yahudi, sangat mustahil orang-orang Yahudi memahami ucapan Yesus sebagaimana Kristen memahami ucapan Yesus dari Injil berbahasa Yunani, sehingga orang-orang Yahudi melempari Yesus dengan batu. Kesesatan Kristen seperti di atas tidaklah mungkin terjadi apabila Gereja menggunakan Injil bahasa Aramiyyah dalam membangun teologi mereka.


2.  Trinitas

Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, (Matius 28: 19)

Bagi kita yang awam pasti akan bingung dengan penafsiran Kristen pada ayat Matius 28: 19 di atas. Ayat tersebut sangat jelas menyebutkan adanya tiga oknum, yaitu Bapa, Anak dan Roh Kudus, akan tetapi sama sekali tidak menyebutkan kesatuan ketiganya. Lalu bagaimana mungkin ayat tersebut dapat dijadikan dalil dogtrin Trinitas?

Cara Kristen menafsirkan Matius 28: 19 bukan dengan cara menafsirkannya dari terjemahan bahasa indonesia, melainkan menafsirkannya dari bahasa Yunani. ...baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus (Matius 28: 19), kata ‘nama’ dalam kitab yunani adalah ONOMA (bentuk tunggal), bukan ONOMATA (bentuk jamak).
Teks kitab bahasa yunani demikian:

Textus Receptus (TR) : πορευθεντες ουν μαθητευσατε παντα τα εθνη βαπτιζοντες αυτους εις το ονομα του πατρος και του υιου και του αγιου πνευματος
Translit interlinear, poreuthentes {pergilah} oun {karena itu} mathêteusate {jadikanlah murid (-Ku)} panta {semua} ta ethnê {bangsa-bangsa} baptizontes {kalian baptiskanlah} autous {mereka} eis {di dalam} to onoma {nama, noun - accusative singular neuter} tou patros {Bapa} kai {dan} tou huiou {Putera} kai {dan} tou hagiou {Kudus} pneumatos {Roh}
Yang ditafsirkan oleh Kristen dari kedua ayat di atas sesungguhnya bukanlah menafsirkan perkataan Yesus, melainkan menafsirkan perkataan, ide dan tulisan penulis Injil.


Selain itu, Matius 28:19 ternyata ayat palsu, karena Sebab sesungguhnya Kitab Matius fasal 28 selesai hanya sampai ayat 15, yang ditutup dengan kalimat sebagai berikut: "Mereka menerima uang itu dan berbuat seperti yang dipesankan kepada mereka. Dan cerita ini tersiar di antara orang Yahudi sampai sekarang ini."

Pusatkanlah perhatian anda pada kata-kata dengan garis bawah di atas: cerita ini tersiar di antara orang Yahudi sampai sekarang ini. Ini adalah rangkaian kata penutup yang lazim digunakan untuk mengakhiri sebuah cerita! 

Ide Trinitas rupanya berasal dari seorang pemimpin gereja yang bernama Quintus Septimius Florens Tertullianus, atau Tertulianus (155–230). Tertulianus  lahir dan dibesarkan dari keluarga pagan yang sedikit-banyak pasti mempengaruhi ide-idenya.
Artikel Terkait

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan