Minggu, Desember 07, 2014

Jawabanku ke 27 tentang salat jamak ta`khir dan taqdim tiada tuntunannya



 Kata pengantar:
Rasul menyampaikan ajaran yang benar di katakan pendusta, tidak dipercaya, kadang mau dibunuh  dan di usir. Tapi tokoh golongan menyampaikan ajaran yang cocok dengan ajaran golongan meski salah, menyesatkan, bid`ah  dll akan  di terima dengan baik, lalu di tokohkan dan diidolakan. Begitulah manusia di masa dulu, juga berlaku dimasa sekarang. Saya ingat ayat:
Pemuka-pemuka dan kaum Syu'aib yang menyombongkan dan berkata: "Sesungguhnya kami akan mengusir kamu hai Syu'aib dan orang-orang yang beriman bersamamu dari kota kami, atau kamu kembali kepada agama kami". Berkata Syu'aib: "Dan apakah (kamu akan mengusir kami), kendatipun kami tidak menyukainya?"
( 89 )   Sungguh kami mengada-adakan kebohongan yang benar terhadap Allah, jika kami kembali kepada agamamu, sesudah Allah melepaskan kami dari padanya. Dan tidaklah patut kami kembali kepadanya, kecuali jika Allah, Tuhan kami menghendaki(nya). Pengetahuan Tuhan kami meliputi segala sesuatu. Kepada Allah sajalah kami bertawakkal. Ya Tuhan kami, berilah keputusan antara kami dan kaum kami dengan hak (adil) dan Engkaulah Pemberi keputusan yang sebaik-baiknya. Al a`raf 88-89.
Inilah jawaban saya ke 27
Ustadz Tommi Marsetio menulis
Dan Ibnu 'Umar mempunyai syawahid dari Ibnu 'Abbaas dan Anas, seperti disebutkan oleh Al-Imam Al-Bukhaariy rahimahullah dalam ta'liq beliau atas hadits no. 1108 dalam kitab Shahih-nya, beliau berkata :
وَقَالَ إِبْرَاهِيمُ بْنُ طَهْمَانَ، عَنِ الْحُسَيْنِ الْمُعَلِّمِ، عَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِي كَثِيرٍ، عَنْ عِكْرِمَةَ، عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، قَالَ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَجْمَعُ بَيْنَ صَلَاةِ الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ إِذَا كَانَ عَلَى ظَهْرِ سَيْرٍ، وَيَجْمَعُ بَيْنَ الْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ،
 وَعَنْ حُسَيْنٍ، عَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِي كَثِيرٍ، عَنْ حَفْصِ بْنِ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ أَنَسٍ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: كَانَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم يَجْمَعُ بَيْنَ صَلَاةِ الْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ فِي السَّفَرِ، وَتَابَعَهُ عَلِيُّ بْنُ الْمُبَارَكِ، وَحَرْبٌ، عَنْ يَحْيَى، عَنْ حَفْصٍ، عَنْ أَنَسٍ، جَمَعَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم
Komentarku ( Mahrus  ali ):
Sayang sekali belum diterjemahkan, mestinya  untuk orang banyak harus diterjemahkan. Jangan d kasih hadis dengan bahasa arab. Di antara mereka ada yang mengerti dan ada yang tidak. Orang arab sendiri, kadang tdak mengerti atau tidak paham hadis berbahasa arab seperti itu, apalagi orang Jawa. Karena itu , saya ambil dari hadis di sahih Bukhari langsung sbb:
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ قَالَ سَمِعْتُ الزُّهْرِيَّ عَنْ سَالِمٍ عَنْ أَبِيهِ قَالَ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَجْمَعُ بَيْنَ الْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ إِذَا جَدَّ بِهِ السَّيْرُ وَقَالَ إِبْرَاهِيمُ بْنُ طَهْمَانَ عَنْ الْحُسَيْنِ الْمُعَلِّمِ عَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِي كَثِيرٍ عَنْ عِكْرِمَةَ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَجْمَعُ بَيْنَ صَلَاةِ الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ إِذَا كَانَ عَلَى ظَهْرِ سَيْرٍ وَيَجْمَعُ بَيْنَ الْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ وَعَنْ حُسَيْنٍ عَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِي كَثِيرٍ عَنْ حَفْصِ بْنِ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ أَنَسٍ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَجْمَعُ بَيْنَ صَلَاةِ الْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ فِي السَّفَرِ وَتَابَعَهُ عَلِيُّ بْنُ الْمُبَارَكِ وَحَرْبٌ عَنْ يَحْيَى عَنْ حَفْصٍ عَنْ أَنَسٍ جَمَعَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Telah menceritakan kepada kami 'Ali bin 'Abdullah berkata, telah menceritakan kepada kami Sufyan berkata, Aku mendengar Az Zuhriy dari Salim dari bapaknya berkata: "Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pernah menggabungkan (menjama') shalat Maghrib dan shalat 'Isya' bila tergesa-gesa dalam perjalanan karena ada kepentingan yang serius". Dan berkata, Ibrahim bin Thohman dari Al Husain Al Mu'alim dari Yahya bin Abu Katsir dari 'Ikrimah dari Ibnu 'Abbas radliallahu 'anhuma berkata:
"Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pernah menjama` shalat Zhuhur dan shalat 'Ashar bila sedang dalam perjalanan dan menggabungkan shalat Maghrib dan shalat 'Isya'. Dan dari Husain dari Yahya bin Abu Katsir dari Hafsh bin 'Ubaidullah bin Anas dari Anas bin Malik radliallahu 'anhu berkata: "Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pernah menggabungkan shalat Maghrib dan shalat 'Isya' dalam berpergian ". Hadits ini diikuti pula oleh 'Ali bin Al Mubarak dan Harb dari Yahya dari Hafsh dari Anas bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menjama'. HADIST NO - 1041 KITAB BUKHARI

Komentarku ( Mahrus  ali ):
Tiga hadis itu saling menyalahkan bukan saling mendukung.
Hadis Ibnu Umar menyatakan:
Nabi menjamak salat ketika:
إِذَا جَدَّ بِهِ السَّيْرُ
bila tergesa-gesa dalam perjalanan karena ada kepentingan yang serius" ( bukan sekedar dalam berpergian yang santai saja )
Dalam hadis Ibnu Abbas ada sarat:
إِذَا كَانَ عَلَى ظَهْرِ سَيْرٍ
bila sedang dalam perjalanan ( bukan waktu singgah di hotel sehari atau semalam, tapi ketika dlm perjalanan saja ).
Menurut  hadis Anas yang terahir ada sarat:
فِي السَّفَرِ
dalam berpergian ( tanpa harus berpergian tergesa – gesa, boleh juga dalam berpergian yang santai. Malah yang dihotel semalam boleh dikatakan musafir dan boleh menjamak. ).
Menurut hadis Ibnu Umar dan Anas , Nabi SAW menjamak salat maghrib dan Isya` , tapi  dalam hadis Ibnu Abbas di tambahi  dengan kalimat menjamak  antara  salat Dhuhur dan Asar.
Tiga hadis yang sama riwayat Bukhari itu berbeda artinya dan lafadhnya dari tiga orang sahabat. Sulit sekali di cari solusinya. Mana  yang benar dan yang salah di antara tiga hadis itu.  Hadis  sedemikian ini menunjukkan kelemahannya karena kacau artinya.
Sungguhpun demikian,  tiga hadis itu tidak bisa di buat pegangan untuk jamak taqdim atau ta`khir. Dan disitu tiada keterangan jamak taqdim atau ta`khir. Mengapa disini Ustadz Tommi Marsetio menggunakan dua hadis tsb untuk jamak taqdim dan ta`khir. Apalagi diantara  tiga hadis itu redaksinya  tidak singkron, tapi kacau belau.
Seandainya sahih,  tiga hadis itu masih menunjukkan jama` suri yaitu mengakhirkan waktu lohor di akhir waktunya dan melakukan salat Asar di awal waktunya hingga tidak bertentangan  dengan ayat:
إِنَّ الصَّلاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا

"Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman." [QS An-Nisaa' : 103]
Anehnya lagi hadis Ibnu Abbas yang menyatakan salat jamak di waktu perjalanan itu berbeda dg  hadis beliau juga sbb:
مسند الصحابة في الكتب التسعة - (ج 28 / ص 371)
115حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا هُشَيْمٌ عَنْ مَنْصُورِ بْنِ زَاذَانَ عَنْ ابْنِ سِيرِينَ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَجَ مِنْ الْمَدِينَةِ إِلَى مَكَّةَ لَا يَخَافُ إِلَّا اللَّهَ رَبَّ الْعَالَمِينَ فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ( ت ) 547 – نسائي 1418  - أحمد 1788
………..,  dari Ibnu Abbas: Sesungguhnya Nabi SAW keluar dari Medinah ke Mekkah tidak takut kecuali kepada Allah – Tuhan seru sekalian alam, lalu beliau menjalankan salat dua rakaat . Abu Isa  berkata: Ini hadis hasan sahih. Tirmidzi 547 . Nasa`I 1418 . Ahmad 1788.
Dalam hadis di atas, jelas Rasul SAW pergi ke Mekkah dan tidak menjamak, tapi cukup salat qasar  saja. Sudah tentu bersama sahabat – sahabatnya .Mengapa tiada  sahabat yang menjamak termasuk Ibnu Abbas, Ibnu Umar dan Anas dikalangan mereka,bila hadis tentang Rasul SAW menjamak itu benar. Mengapa mereka mengqasar saja, tidak ada yang menjamak sama sekali, termasuk Ibnu Abbas yang meriwayatkan hadis tentang menjamak salat tadi.
Bila Rasul SAW pernah menjamak salat dalam berpergian, mesti salah satu mereka menjalankannya karena di anggap lebih ringan. Dan untuk apa menjalankan yang berat bila diperbolehkan menjalankan yang ringan.
Tiada sahabat yang menjamak salat saat itu menunjukkan bahwa Rasul SAW tidak pernah menjamak salat dalam berpergian, tapi mengqasar salat saja.
Lihat hadis dari Ibnu Abbas lagi sbb:

مسند الصحابة في الكتب التسعة - (ج 28 / ص 369)
115حَدَّثَنَا عَبْدَانُ أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ أَخْبَرَنَا عَاصِمٌ عَنْ عِكْرِمَةَ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ أَقَامَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمَكَّةَ تِسْعَةَ عَشَرَ يَوْمًا يُصَلِّي رَكْعَتَيْنِ( خ ) 4047
………………,Dari Ibnu Abbas ra  berkata: Nabi SAW mukim di Mekkah sembilan belas hari melakukukan salat dua rakaat ( di qasar ) Sahih Bukhari.
Komentarku ( Mahrus  ali ):
Mengapa Rasul SAW dan para sahabatnya tidak menjamak saat itu, dan tiada  satupun sahabat yang melakukan jamak taqdim ta`khir atau jamak suri. Anehnya kita selalu menjamak salat bila berpergian dan tidak mau menjalankan salat sesuai dengan waktu yang ditetapkan oleh Allah yang sekarang di robah oleh manusia dengan sariat jamak taqdim dan ta`khir.  Ikutilah para sahabat akan lebih baik dan jangan menyelisihinya.
Ibnu Umar dalam hadis tadi  menyatakan: Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pernah menggabungkan (menjama') shalat Maghrib dan shalat 'Isya' bila tergesa-gesa dalam perjalanan karena ada kepentingan yang serius".  Sudah di jawab kemarin. Dan Salim bin Abdullah bin  Umar sendiri pernah menyatakan dalam suatu hadis:
أَخْبَرَنَا عَبْدَةُ بْنُ عَبْدِ الرَّحِيمِ قَالَ حَدَّثَنَا ابْنُ شُمَيْلٍ قَالَ حَدَّثَنَا كَثِيرُ بْنُ قَارَوَنْدَا قَالَ
سَأَلْنَا سَالِمَ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ الصَّلَاة فِي السِّفْر فَقُلْنَا أَكَانَ عَبْدُ اللَّهِ يَجْمَعُ بَيْنَ شَيْءٍ مِنْ الصَّلَوَاتِ فِي السَّفَرِ فَقَالَ لَا إِلَّا بِجَمْعٍ
Telah mengabarkan kepada kami 'Abdah bin Abdurrahim dia berkata; Telah menceritakan kepada kami Ibnu Syumail dia berkata; Telah menceritakan kepada kami Katsir bin Qarawanda, dia berkata; "Aku bertanya kepada Salim bin Abdullah, "Apakah ayahmu (Abdullah) menjama' antara dua shalat dalam perjalanan? ' la menjawab, 'Tidak kecuali di Muzdalifah'.   HADIST NO – 593/ KITAB NASA'I

Komentarku ( Mahrus  ali ):
Hadis tsb hasan kata al bani .
Ibnu Umar sendiri ternyata  tidak pernah melakukan salat jamak kecuali di Muzdalifah ketika berhaji  sebagaimaa keterangan dari anaknya.
Untuk Ibnu Umar menjamak ketika ada kabar Istrinya meninggal dunia atau sakit keras itu sekedar perbuatan Ibnu Umar bukan Nabi SAW. Dan kemarin telah dijelaskan, hal itu  jamak suri bukan jamak taqdim atau ta`khir.

شرح ابن بطال - (ج 5 / ص 102)
كرهت طائفة للمسافر الجمع إلا بعرفة والمزدلفة، هذا قول النخعى، والحسن، وابن سيرين، وإليه ذهب أبو حنيفة وأصحابه، واحتجوا بأن مواقيت الصلاة قد صحت فلا تترك لأخبار الآحاد.
Segolongan ulama  tidak suka melakukan salat jamak kecuali di Arofah dan Muzdalifah . Ini pendapat Al Nakho`I , Hasan, Ibn Sirin. Abu Hanifah dan ashabnya. Mereka berpedoman bahwa  waktu – waktu salat telah sah , tidak boleh ditinggalkan karena  hadis Ahad.
Komentarku ( Mahrus  ali ):
Itulah pendapat yang tepat, dan menjalankan jamak taqdim atau ta`khir adalah pendapat yang salah, tidak cocok  dengan Quran, menyelisihinya . Jangan sampai  membuang  al Quran  untuk mengambil perkataan perawi hadis. Sudah tentu, Allah harus di dahulukan dari pada perawi.
Fakhruddin al Munadhir berkata:

فإذا تعارض متواتر مع آحاد قدمنا المتواتر، وهذا عند جميع الأصوليين.. مما يعني لو ان حديثا تعارض مع آية- قدمنا الآية ورددنا الحديث - إن كان الجمع بينهما مستحيلا-... وقد كان الإمام مالك يقدم عمل اهل المدينة عند التعارض مع حديث الواحد لأن عمل أهل المدينة في القرون المفضلة نقلي يبلغ عنده مبلغ التواتر.

Bila hadis mutawatir bertentangan dengan hadis Ahad, maka  kita dahulukan hadis Mutawatir . Pandangan ini menurut  seluruh Ushuliyiin  - termasuk  juga  bila hadis  bertentangan dengan ayat, maka  kita dahulukan ayat dan kita tolak hadis bila  sulit/ mustahil  di ambil jalan tengah. Sungguh  imam Malik mendahulukan perbuatan penduduk Medinah ketika konflik atau kontradiksi  dengan hadis seorang perawi . Sebab  prilaku  penduduk Medinah dlm abad – abad  yang utama termasuk masih naqli ( kutipan dari para sahabat/ boleh dikatakan masih orsinil ) yang boleh di katakan mencapai derajat mutawatir.
Anas bin  Malik yang tadi menyampaikan hadis  sbb: "Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pernah menggabungkan shalat Maghrib dan shalat 'Isya' dalam berpergian"
Beliau juga meriwayatkan hadis ini:
سنن الترمذي - (ج 2 / ص 405)
 - حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مَنِيعٍ حَدَّثَنَا هُشَيْمٌ أَخْبَرَنَا يَحْيَى بْنُ أَبِي إِسْحَقَ الْحَضْرَمِيُّ حَدَّثَنَا أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ قَالَ
خَرَجْنَا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ الْمَدِينَةِ إِلَى مَكَّةَ فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ
قَالَ قُلْتُ لِأَنَسٍ كَمْ أَقَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمَكَّةَ قَالَ عَشْرً
……….,  Anas bin Malik berkata: Kami keluar bersama Nabi SAW  dari Medinah ke kota Mekkah lalu beliau menjalankan salat dua rakaat. Perawi berkata: Aku berkata kepada Anas: Berapa hari Rasul SAW menetap di Mekkah, beliau menjawab: Sepuluh hari. HR Tirmidzi hadis Hasan Sahih , kata Tirmidzi.
Komentarku ( Mahrus  ali ): Anas yang hadisnya  anda gunakan sebagai pedoman Jamak taqdim dan ta`khir ternyata ketika bersama Nabi SAW di Mekkah juga tidak melakukan jamak bersama para sahabat yang lain.  Jadi dalam hadis – hadis jamak yang telah disebutkan tadi tidak terbukti . Artinya bertentangan dengan realita perbuatan Nabi SAW dan para sahabatnya.
Anda menyatakan lagi:
Berarti, menurut pak yai Al-Mukarram Al-'Allaamah Al-Mujaddid, mafhumnya adalah : Rasulullah dan para sahabat beliau (yang mana Al-Qur'an turun kepada mereka dan mereka adalah kaum yang paling memahami Kitabullah) telah menyalahi ayat 103 dari QS An-Nisaa' tersebut karena telah menjamak shalat dan mereka telah berdosa.
Komentarku ( Mahrus  ali ):
Tunjukkan bukti bahwa Rasul SAW dan para sahabatnya menjamak salat waktu berpergian ? Tentu anda tidak akan bisa membuktikannya. Tapi anda akan bertemu dengan bukti lain yang bertentangan dengan keputusan anda, yaitu  Rasul SAW dan para sahabatnya tidak menjamak kecuali di Muzdalifah, lihat perkataan  Ibnu Umar dan Ibnu Mas`ud  tadi yang menyatakan bahwa  Rasul SAW tidak pernah menjamak salat kecuali di Muzdalifah. Untuk menjamak di Arofah akan kita bahas ditempat lain.
Anda menyatakan lagi:
PS :
Saya berdo'a semoga Allah Ta'ala mengembalikan pak yai Al-Mukarram Al-'Allaamah Al-Mujaddid kepada khithah agama Islam ini serta tidak menambah-nambahi kesesatannya dengan istinbath-istinbath yang telah keluar dari jalan ahlussunnah.
Komentarku ( Mahrus  ali ):
Doamu terbalik, malah anda yang keliru itu perlu didoakan agar kembali kepada ajaran tanpa jamak salat dalam berpergian dalam salat agar cocok dengan ayat 103 Nisa`
إِنَّ الصَّلاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا

"Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman." [QS An-Nisaa' : 103]
Anda menyatakan:
………. serta tidak menambah-nambahi kesesatannya dengan istinbath-istinbath yang telah keluar dari jalan ahlussunnah.
Komentarku ( Mahrus  ali ):
Tunjukkan mana ajaran saya yang kamu anggap sesat, jangan di simpan. Bila anda menjumpainya, itulah yang saya cari. Bila  anda tidak menjumpainya maka ber arti anda telah melontarkan fitnah kepada seorang mukmin. Apakah anda  tidak takut dengan ayat:
إِنَّ الَّذِينَ فَتَنُوا الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ ثُمَّ لَمْ يَتُوبُوا فَلَهُمْ عَذَابُ جَهَنَّمَ وَلَهُمْ عَذَابُ الْحَرِيقِ
.Sesungguhnya orang-orang yang mendatangkan cobaan kepada orang-orang yang mu'min laki-laki dan perempuan kemudian mereka tidak bertaubat, maka bagi mereka azab Jahannam dan bagi mereka azab (neraka) yang membakar.
Ayat tersebut mirip dengan ayat  sbb :
وَالَّذِينَ يُؤْذُونَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ بِغَيْرِ مَا اكْتَسَبُوا فَقَدِ احْتَمَلُوا بُهْتَانًا وَإِثْمًا مُبِينًا
Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mu'min dan mu'minat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata. 
Ingatlah  kalimat seorang penyair sbb:
إِنْ كَانَ يُعْجِبُكَ السُّكُوْتُ فَإِنَّهُ ... قَدْ كَانَ يُعْجِبُ قَبْلَكَ اْلأَخْيَارَا
وَ لَئِنْ نَدِمْتَ عَلَى سُكُوْتٍ مَرَّةً ... فَلَقَدْ نَدِمْتَ عَلَى اْلكَلاَمِ مِرَارًا

Bila kamu tertarik untuk diam, maka sungguh orang – orang baik sebelummu juga begitu .
Bila kamu menyesal atas diam  sekali , sungguh kamu  beberapa kali menyesal karena pembicaraanmu . 
Apakah para  sahabat yang tidak menjamak dalam berpergian itu kamu katakan telah keluar dari manhaj ahlus sunnah.
Segolongan ulama  tidak suka melakukan salat jamak kecuali di Arofah dan Muzdalifah . Ini pendapat Al Nakho`I , Hasan, Ibn Sirin. Abu Hanifah dan ashabnya. Mereka berpedoman bahwa  waktu – waktu salat telah sah , tidak boleh ditinggalkan karena  hadis Ahad. Lihat dalam syarah Ibn Batthal 102/5
  Apakah ulama – ulama tsb kamu anggap keluar dari ahlis sunnah .Lalu kamu yang menentang ayat 103 Nisa` itu termasuk ahlus sunnah.
Bersambung……………. Dan untuk lainnya akan di jawab di hari berikutnya.
Artikel Terkait

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan