Senin, Desember 15, 2014

Jawabanku ke 30 tentang berdosalah orang yang menjamak taqdim atau ta`khir dalam berpergian




Ustadz Tommi Marsetio menulis
Sungguh, Allah Ta'ala telah memberikan rukhshah shalat jamak dan qashar bagi mereka yang sedang safar serta kesulitan untuk menunaikan shalat tepat pada waktunya karena safar mereka dan ini juga amalan para salafush-shalih kita. Inilah rahmat Allah Ta'ala bagi kaum muslimin. Jika ada yang memang mau mengambil rukhshah tersebut ketika safar, maka itulah sunnah, karena Rasul dan para sahabatnya melakukannya ketika safar. Namun jika tidak mau mengambilnya dan mengklaim pula bahwa orang yang mengambil rukhshah tersebut telah berdosa dan menyalahi ayat Al-Qur'an, maka.......???
Wallaahu a'lam
Komentarku ( Mahrus  ali ):
Anda menyatakan:
Sungguh, Allah Ta'ala telah memberikan rukhshah shalat jamak dan qashar bagi mereka yang sedang safar
Komentarku ( Mahrus  ali ):
Untuk salat jamak saya tidak mengerti di ayat mana dan surat apa , Allah memberikan rukhshah atau memperbolehkan salat jamak. Bila Allah tidak memberikan rukhshah untuk salat jamak, maka anda termasuk bikin kedustaan atas nama Allah untuk berbuat kejujuran kepada setan. Bukan berkata  jujur  dengan menggunakan ayat Allah yang tercantum dalam kitab suciNya.
Anda telah membikin kedustaan atas nama Allah kepada umat Islam yang banyak ini bukan terhadap  diri anda peribadi atau sekte anda. Dalam hal ini, saya dan anda harus berhati – hati, jangan serampangan agar saya  dan anda tidak termasuk ayat :
وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَى عَلَى اللهِ كَذِبًا أَوْ كَذَّبَ بِالْحَقِّ لَمَّا جَاءَهُ أَلَيْسَ فِي جَهَنَّمَ مَثْوًى لِلْكَافِرِينَ
Dan siapakah yang lebih zalim dari pada orang-orang yang mengada-adakan kedustaan terhadap Allah atau mendustakan kebenaran  tatkala  datang kepadanya? Bukankah dalam neraka Jahannam itu ada tempat bagi orang-orang yang kafir? Ankabut 68 .
وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَى عَلَى اللهِ الْكَذِبَ وَهُوَ يُدْعَى إِلَى الْإِسْلاَمِ وَاللهُ لاَ يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang mengada-adakan dusta terhadap Allah sedang dia diajak kepada agama Islam? Dan Allah tiada memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. As shof 7
Orangyang berpendapat  dalam agama tanpa dalil yang sahih sama dengan berdusta atas nama Allah dan bersikap jujur untuk setan dan hawa nafsu. Bila kita  ini berdusta atas nama teman saja, maka  kita akan khianat kepada teman yang setia dan dia akan marah kepada kita. Dan tercatat dlm memorinya sebagai noda hitam dalam lembaran sejarah  hidup kita. Apalagi berdusta atas nama Allah yang akan menyesatkan banyak umat yang butuh  kebenaran, lalu di suguhi dengan kedustaan dan kesalahan. Buanglah  segala pendapat tanpa  dalil dan ambillah dalil tanpa pendapat.  Allah berfirman:
  وَلاَ تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولاً

               Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mengetahui dalilnya . Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya. Al isra` 36.
Anda menyatakan lagi:
karena Rasul dan para sahabatnya melakukannya ketika safar.
Komentarku ( Mahrus  ali ):
Ternyata pernyataan anda ini tidak tepat, dan harus di luruskan. Bila tidak, akan menyesatkan umat. Tiada dalil yang menyatakan  para sahabat menjamak shalat dengan dalil yang sahih. Kita kembali saja kepada hadis sbb: 
115حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا هُشَيْمٌ عَنْ مَنْصُورِ بْنِ زَاذَانَ عَنْ ابْنِ سِيرِينَ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَجَ مِنْ الْمَدِينَةِ إِلَى مَكَّةَ لَا يَخَافُ إِلَّا اللَّهَ رَبَّ الْعَالَمِينَ فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ( ت ) 547 – نسائي 1418  - أحمد 1788
………..,  dari Ibnu Abbas: Sesungguhnya Nabi SAW keluar dari Medinah ke Mekkah tidak takut kecuali kepada Allah – Tuhan seru sekalian alam, lalu beliau menjalankan salat dua rakaat . Abu Isa  berkata: Ini hadis hasan sahih. Tirmidzi 547 . Nasa`I 1418 . Ahmad 1788.
Dalam hadis di atas, jelas Rasul SAW pergi ke Mekkah dan tidak menjamak, tapi cukup salat qasar  saja. Sudah tentu bersama sahabat – sahabatnya .Mengapa tiada  sahabat yang menjamak termasuk Ibnu Abbas, Ibnu Umar dan Anas dikalangan mereka,bila hadis tentang Rasul SAW menjamak itu benar. Mengapa mereka mengqasar saja, tidak ada yang menjamak sama sekali, termasuk Ibnu Abbas yang meriwayatkan hadis tentang menjamak salat tadi.
Bila Rasul SAW pernah menjamak salat dalam berpergian, mesti salah satu mereka menjalankannya karena di anggap lebih ringan. Dan untuk apa menjalankan yang berat bila diperbolehkan menjalankan yang ringan.
Tiada sahabat yang menjamak salat saat itu menunjukkan bahwa Rasul SAW tidak pernah menjamak salat dalam berpergian, tapi mengqasar salat saja.
أَخْبَرَنَا عَبْدَةُ بْنُ عَبْدِ الرَّحِيمِ قَالَ حَدَّثَنَا ابْنُ شُمَيْلٍ قَالَ حَدَّثَنَا كَثِيرُ بْنُ قَارَوَنْدَا قَالَ
سَأَلْنَا سَالِمَ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ الصَّلَاة فِي السِّفْر فَقُلْنَا أَكَانَ عَبْدُ اللَّهِ يَجْمَعُ بَيْنَ شَيْءٍ مِنْ الصَّلَوَاتِ فِي السَّفَرِ فَقَالَ لَا إِلَّا بِجَمْعٍ
Telah mengabarkan kepada kami 'Abdah bin Abdurrahim dia berkata; Telah menceritakan kepada kami Ibnu Syumail dia berkata; Telah menceritakan kepada kami Katsir bin Qarawanda, dia berkata; "Aku bertanya kepada Salim bin Abdullah, "Apakah ayahmu (Abdullah) menjama' antara dua shalat dalam perjalanan? ' la menjawab, 'Tidak kecuali di Muzdalifah'.   HADIST NO – 593/ KITAB NASA'I

Komentarku ( Mahrus  ali ):
Hadis tsb hasan kata al bani .
Ibnu Umar sendiri ternyata  tidak pernah melakukan salat jamak kecuali di Muzdalifah ketika berhaji  sebagaimaa keterangan dari anaknya.
Untuk Ibnu Umar menjamak ketika ada kabar Istrinya meninggal dunia atau sakit keras itu sekedar perbuatan Ibnu Umar bukan Nabi SAW. Dan kemarin telah dijelaskan, hal itu  jamak suri bukan jamak taqdim atau ta`khir.
Kalau untuk shalat Qashar memang ada ayatnya sbb:
وَإِذَا ضَرَبْتُمْ فِي الْأَرْضِ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَقْصُرُوا مِنَ الصَّلَاةِ إِنْ خِفْتُمْ أَنْ يَفْتِنَكُمُ الَّذِينَ كَفَرُوا إِنَّ الْكَافِرِينَ كَانُوا لَكُمْ عَدُوًّا مُبِينًا
           Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu menqashar sembahyang(mu), jika kamu takut diserang orang-orang kafir. Sesungguhnya orang-orang kafir itu adalah musuh yang nyata bagimu.(Annisa`101 ).
Anda menyatakan lagi :
. Namun jika tidak mau mengambilnya dan mengklaim pula bahwa orang yang mengambil rukhshah tersebut telah berdosa dan menyalahi ayat Al-Qur'an, maka.......???
Komentarku ( Mahrus  ali ):
Memang orang yang menjamak shalat dengan jamak taqdim dan ta`khir tidak memiliki hujjah yang jelas, hujjahnya masih samar , gelap bukan terang benderang. Jamak taqdim atau ta`khir bid`ah yang tertolak bukan sunnah yang diterima. Ia bertentangan dengan ayat:
إِنَّ الصَّلاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا
"Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman." [QS An-Nisaa' : 103]
Allah sudah menentukan waktu Asar untuk salat Asar, karena itu tidak boleh dipindah ke waktu lohor. Allah sudah menentukan waktu Isya` untuk saat Isya` sebagaimana yang di tuntunkan oleh Nabi SAW, karena itu tidak boleh dipindah ke waktu Maghrib. Jamak taqdim dan ta`khir itu salah paham terhadap dalil. Ia ajaran manusia yang dampaknya menentang Allah dalam ayat 103 Nisa`.
Abu Dawud berkata:
وَلَيْسَ فِي جَمْعِ التَّقْدِيمِ حَدِيثٌ قَائِمٌ
التلخيص الحبير في تخريج أحاديث الرافعي الكبير - (ج 2 / ص 180)

Dalam jama` taqdim  tiada hadis  sahih yang mendukungnya.
Syaikh Muqbil al wadi`I berkata:

القول الخامس: منع الجمع بعذر السفر مطلقًا وإنما يجوز للنسك بعرفة ومزدلفة، وهذا قول الحنفية، بل زاد أبوحنيفة على صاحبيه وقال: لا يجمع للنسك إلا إذا صلى في الجماعة، فإن صلى منفردًا صلى كل صلاة في وقتها. وقال أبويوسف ومحمد: المنفرد في ذلك كالمصلي جماعة.
وحكى ابن قدامة في "المغني" هذا عن رواية ابن القاسم عن مالك واختياره. وروى ابن أبي شيبة في "مصنفه" عن إبراهيم النخعي قال: كان الأسود وأصحابه ينْزلون عند وقت كل صلاة في السفر، فيصلون المغرب لوقتها، ثم يتعشون، ثم يمكثون ساعة، ثم يصلون العشاء.
وعن الحسن وابن سيرين أنّهما قالا: ما نعلم من السنة الجمع بين الصلاتين في حضر ولا سفر، إلا بين الظهر والعصر بعرفة، وبين المغرب والعشاء بجمع.
Pendapat yang kelima: Larangan jamak dengan alasan berpergian secara  mutlak. Ia hanya boleh karena nusuk ( ibadah haji ) di Arofah  dan Mina ) . Inilah pendapat Madzhab hanafi . Bahkan Imam Abu Hanifah berkata  melebihi dua temannya :  Tidak boleh dijamak  karena nusuk kecuali  dia menjalankan salat dengan berjamaah. Bila mejalankan salat sendirian, maka harus  di lakukan tepat waktu untuk setiap salatnya.  Abu Yusuf dan Muhammad  berkata: Orang yang menjalankan salat sendiri dalam hal ini sama dengan berjamaah.
Ibnu Qudamah dalam kitab al Mughni menceritakan ini  dari riwayat Ibn Qasim  dari Malik  dan pilihannya.
Ibnu Abi Syaibah  meriwayatkan dalam  kitab Mushannafnya dari Ibrahim al Nakha`I berkata:  Al aswad dan teman- temannya  ketika berpergian turun dari kendaraannya setiap  waktu salat. Mereka menjalankan  salat maghrib tepat waktunya lalu makan malam , lalu berhenti sejenak lalu menjalankan salat Isya`.
Al Hasan  dan Ibnu Sirin  berkata: Aku  tidak tahu hadis yang menjelaskan boleh menjamak salat di rumah atau berpergian kecuali  menjamak salat dhuhur dan Asar di Arofah atau Maghrib dan Isya` di Muzdalifah. Lihat karya Syaikh Muqbil  al jam`u bainas shalatain.
Komentarku ( Mahrus  ali ):
Itulah kutipan saya dari keterangan Syaikh Muqbil , walaupun syaikh Muqbil tidak sependapat dengan pendapat Madzhab Abu Hanifah. Itu masalah  pemahaman beliau. Saya mengutip keterangan itu  karena terpadu dengan pemahaman  saya tentang salat jamak. Dan saya cocok dengan Abu Dawud  yang  menyatakan tiada hadis  sahih yang menjelaskan bolehnya jamak taqdim.
Kalau saya, bahkan jamak ta`khirpun saya belum menjumpai hadis yang sahih dan ia bertentangan dengan ayat . Hal  ini cocok sekali dengan pendapat Imam Al Hasan , Ibnu Sirin, Abu Hanifah al aswad dan teman – temannya.
Ust. Roy Anwar dari Tangeran menulis :
Madzhab Hanafi berpendapat sebagai "jam'un shuriy". Namun Jumhur Ulama keberadaan jama' adalah masyru'

Komentarku ( Mahrus  ali ):
Jumhur ulama yang memperkenankan jamak taqdim atau ta`khir perlu dalil yang sahih, bukan yang lemah. Jumhur ulama dalam hal ini menentang  Rasul SAW  dan  para sahabatnya yang  tidak pernah menjamak taqdim atau ta`khir. Dan ia  jelas menentang ayat 103 Nisa`  tadi. Juga bertentangan dengan hadis :
صحيح البخاري - (ج 6 / ص 141)
حَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ حَفْصِ بْنِ غِيَاثٍ حَدَّثَنَا أَبِي حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ قَالَ حَدَّثَنِي عُمَارَةُ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ
مَا رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى صَلَاةً بِغَيْرِ مِيقَاتِهَا إِلَّا صَلَاتَيْنِ جَمَعَ بَيْنَ الْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ وَصَلَّى الْفَجْرَ قَبْلَ مِيقَاتِهَا
……….., dari Abdullah  ra  berkata:  Aku  tidak melihat Nabi SAW menjalankan  salat di luar waktunya kecuali dua salat yang di jamak antara Maghrib dan Isya` . Dan beliau menjalankan salat fajar sebelum waktunya.  HR  Bukhari 141/6

Jadi menurut hadis itu, Rasul SAW tidak pernah memberikan tuntunan jamak , apalagi taqdim dan ta`khir kecuali di Muzdalifah. Dan beliau hanya memberikan tuntunan salat biasa –yaitu yang dilakukan tepat waktu tanpa jamak ta`khir atau taqdim. Itulah  qudwah yang  harus di ambil bukan pendapat  jumhur yang nentang  qudwah.   Dan bila ada perselisihan pendapat, kita  tidak diperintahkan kembali kepada pendapat jumhur ulama, tapi kita diperintahkan kembali kepada Allah dan RasulNya untuk menghurmati ayat :
فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللهِ  وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللهِ  وَالْيَوْمِ ا‏ ْلآ‏خِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاً
Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan  Rasul  (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. Nisa` 59


Ust. Ibnu Taimiyyah allumni  IMM JAPAN dari Bekasi menulis :
Kok jadi inkarus sunnah?

Salah satu fungsi sunnah adalah takhsis, yg jika dilihat sepintas seperti bertentangan dengan ayat, padahal takhsis itu masuk dalam bagian hukum, yg jika dinihilkan maka musnahlah syariat..
Mungkin ust. @mahrus ali harus lebih sering mengkaji ulumul quran..
Lalu bagaimana pula nanti dengan hukum rajam ?
Apakah bertentangan juga dengan hukum jilid?

Komentarku ( Mahrus  ali ):
Takhsis ayat dengan hadis  artinya  ayat yang punya ma`na umum lalu di hususkan dengan hadis sendiri  di antara  ulama belum sepakat. Mereka masih beda pendapat:
Syaikh Muhammad  Shalih a Munajjid  berkata:
ويقول الشوكاني رحمه الله :
" اختلفوا في جواز تخصيص الكتاب العزيز بخبر الواحد :
فذهب الجمهور إلى جوازه مطلقا .
وذهب بعض الحنابلة إلى المنع مطلقا ، وحكاه الغزالي في " المنخول " عن المعتزلة ، ونقله ابن برهان عن طائفة من المتكلمين والفقهاء ، ونقله أبو الحسين بن القطان عن طائفة من أهل العراق
Imam Syaukani berkata:
Mereka berbeda pendapat tentang  hadis ahad  yang menghususkan ma`na kitab yang mulia ( al quran ) yang umum.
Kebanyakan ulama berpendapat boleh secara mutlak. Sebagian ulama madzhab Hambali berpendapat " Tidak boleh secara mutlak " .  Pendapat itu dikutip oleh Imam Ghazali dalam kitab " Al Mankhul "  dari Mu`tazilah dari segolongan  ahli kalam  dan ahli fikih . Abul Husain  bin Al Qatthan juga mengutipnya dari penduduk Irak.  
http://islamqa.info/ar/138742
Hadis jamak kemarin telah dijelaskan kacau redaksinya. Juga bertentangan dengan hadis yang muttafaq alaih bahwa Rasul SAW selama hidupnya tidak pernah menjamak kecuali di Muzdalifah ketika haji wada`. Apakah hadis yang posisinya sedemikian ini bisa di buat  menghususkan arti  ayat yang umum . Yaitu ayat:
إِنَّ الصَّلاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا
"Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman." [QS An-Nisaa' : 103]
Fakhruddin al Munadhir berkata:

فإذا تعارض متواتر مع آحاد قدمنا المتواتر، وهذا عند جميع الأصوليين.. مما يعني لو ان حديثا تعارض مع آية- قدمنا الآية ورددنا الحديث - إن كان الجمع بينهما مستحيلا-... وقد كان الإمام مالك يقدم عمل اهل المدينة عند التعارض مع حديث الواحد لأن عمل أهل المدينة في القرون المفضلة نقلي يبلغ عنده مبلغ التواتر.

Bila hadis mutawatir bertentangan dengan hadis Ahad, maka  kita dahulukan hadis Mutawatir . Pandangan ini menurut  seluruh Ushuliyiin  - termasuk  juga  bila hadis  bertentangan dengan ayat, maka  kita dahulukan ayat dan kita tolak hadis bila  sulit/ mustahil  di ambil jalan tengah. Sungguh  imam Malik mendahulukan perbuatan penduduk Medinah ketika konflik atau kontradiksi  dengan hadis seorang perawi . Sebab  prilaku  penduduk Medinah dlm abad – abad  yang utama termasuk masih naqli ( kutipan dari para sahabat/ boleh dikatakan masih orsinil ) yang boleh di katakan mencapai derajat mutawatir.
Bila pengertian ayat 103 Nisa`  yang umum itu di hususkan dengan hadis yang masih kacau dan pengertiannya juga bertentangan dengan hadis muttafaq alaih, maka rusaklah syariat ini, tidak tambah bagus dan hakikatnya  ayat itu di cansel atau dibuang. Dan ini termasuk ingkarul ayat.
Anda menyatakan:  
Mungkin ust. @mahrus ali harus lebih sering mengkaji ulumul quran..
Komentarku ( Mahrus  ali ):
Saya waktu masih remaja menjadi pengajar ulumul quran di salah satu pesantren, bukan jadi muridnya. Tapi juga tidak seperti  anda yang katanya mengerti ululmul quran lalu masih tetap mau mentahsis ayat yang umum 103 Nisa`  dengan hadis yang kontradiksi itu. Mestinya  di ambil hadis  yang cocok dengan al quran dan tinggalkanlah hadis yang bertentangan dengannya dalam masalah jamak ini. Sehingga tidak termasuk ingkarul ayat yang sangat berbahaya dampaknya. Allah berfirman:
مَا يُجَادِلُ فِي ءَايَاتِ اللَّهِ إِلاَّ الَّذِينَ كَفَرُوا فَلاَ يَغْرُرْكَ تَقَلُّبُهُمْ فِي الْبِلَادِ(4)
Tidak ada yang memperdebatkan tentang ayat-ayat Allah, kecuali orang-orang yang kafir. Karena itu janganlah pulang balik mereka dengan bebas dari suatu kota ke kota yang lain memperdayakan kamu. Ghofir 4

Anda menyatakan lagi:

Lalu bagaimana pula nanti dengan hukum rajam ?
Apakah bertentangan juga dengan hukum jilid?
Komentarku ( Mahrus  ali ):
Masalah hadis rajam bukan di sini tempatnya untuk di bahas, pada suatu saat akan kita bahas bersama.


Mau nanya hubungi kami:
088803080803( Smartfren). 081935056529 (XL ) atau  08819386306   ( smartfren)

 

Artikel Terkait

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan