Sabtu, Juli 30, 2016

Terungkap, Lahan RS Sumber Waras Ternyata Milik Pemda

Sumber Waras


“Munculnya sertifikat HGB 2878, membuktikan Pemda DKI membeli tanahnya sendiri dari pihak swasta senilai Rp 755,69 miliar. Ini merupakan kelalaian yang tidak dapat dimaafkan,” ujar Amir Hamzah, Ketua Budget Metropolitan Watch (BMW), pada indopos.co.id, Senin (14/9).

indopos.co.id – Lahan Rumah Sakit Sumber Waras (RSSW) seluas 3,7 hektar, yang dibeli Pemda DKI Jakarta dengan harga Rp 755,69 miliar, ternyata milik pemda sendiri. Hal itu tersebut dibuktikan dengan munculnya sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) bernomor 2878, yang menyatakan lahan tersebut, sesungguhnya milik Pemda DKI. Pihak RSSW hanya memiliki hak guna bangunan, dan harus mengembalikan kepada pemda, setelah 25 tahun penggunaan.

“Munculnya sertifikat HGB 2878, membuktikan Pemda DKI membeli tanahnya sendiri dari pihak swasta senilai Rp 755,69 miliar. Ini merupakan kelalaian yang tidak dapat dimaafkan,” ujar Amir Hamzah, Ketua Budget Metropolitan Watch (BMW), pada indopos.co.id, Senin (14/9).

Amir yang beberapa waktu lalu melaporkan dugaan korupsi pembelian lahan RSSW ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), mengungkapkan, dalam sertifikat HGB tertera, batas pengembalian lahan adalah 28 Mei 2018 mendatang. Sehingga, diduga ada kesengajaan terjadi kerugian negara yang dilakukan Pemda DKI. Kemudian, jika diteliti dari awal, berarti ada pembohongan oleh RSSW, saat rapat dengan Dinas Kesehatan.

Saat itu, RSSW mengatakan tanah itu tidak dijual. Kemudian pada 16 Juni 2014, Kepala Dinas Kesehatan saat itu, Dien Emmawati, melaporkan ke Gubernur Basuki Tjahaja Purnama, bahwa tanah RSSW tidak dijual. Tapi, belakangan ada pertemuan antara Direktur Umumm RSSW dengan gubernur. Sehingga, belakangan  dibuatlah surat bahwa lahan akan dijual. “Tentu di sini ada pembicaraan antara Abraham dengan Ahok yang patut diselidiki,” kata Amir.

Selanjutnya, yang aneh lagi, surat pemberitahuan penjualan lahan ada 4 macam. Pertama, surat ditandatangani Direktur Umum RSSW Abraham, kedua ada surat yang ditandatangai Kartini Mulyadi, dan surat ketiga ditandatangani Kartini Mulyadi dengan bendahara, surat keempat ditandatangani seseorang berinisial DMI yang diduga, salah satu petinggi Partai Politik. “Semua keanehan ini patut diduga sebagai permainan untuk memuluskan pembelian lahan bermasalah itu,” terangnya.

Tokoh pemuda Jakarta, Muhammad Rifki, menilai indikasi korupsi dalam pembelian lahan RS Sumber Waras oleh pemprov DKI Jakarta semakin terang benderang. Ternyata lahan yang miliki Yayasan Kesehatan Sumber (YKSW) Waras merupakan tanah negara.

Artinya Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) telah membayar tanah negara kepada pihak swasta menggunakan uang negara.

“Lalu apa bedanya kampung Pulo dengan lahan Sumber Waras? Bedanya, di Kampung Pulo rakyat bayar PBB dan kemudian diusir, sedangkan di Sumber Waras pemilik tidak bayar PBB kemudian malah diberi uang,” celetuk Rifki yang juga akrab disapa Eki Pitung.

Dibeberkan pria yang mengaku warga asli Betawi ini, sertifikat tanah yang dimiliki RS Sumber Waras tercatat dengan nomor 2878 di Tomang Jalan Kyai Tapa itu diberikan Hak Guna Bagungan (HGB ) kepada Yayasan Sumber Waras yang akan habis pada tanggal 28 Mei 2018.

“Ini namanya perampokan APBD, tanah negara dijual ke negara, dibeli negara, pake uang negara, kalau saya lihat skemanya ini seperti sindekat perampok uang negara,” ungkapnya

 Selain itu ditambahkan pengurus Bamus Betawi ini, hal itu adalah ketimpangan antara yayasan kesehatan sumber waras dengan warga kampung pulo. Dimana Eki mengklaim warga kampun Pulo adalah warga yang taat pajak sementara YKSW tidak taat pajak.

“Itu terbukti, YKSW masih punya tunggakan pajak hingga 10 Miliar,akhirnya sudah ada titik terang, kampung Pulo kan Ahok gak berani bayar katanya? Itu tanah negara, takut dipenjara, lah ini kan juga tanah negara,” pungkasnya.

Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), kembali mengungkapkan kekesalannya karena BPK tidak mengonfirmasi kepadanya terlebih dahulu untuk melakukan audit.

“Saya tanya ke Pak Lasro (Inspektorat), kenapa BPK enggak ngomong mau ketemu saya untuk konfirmasi. Seolah-olah, kami salah membeli lahan RS Sumber Waras dibanding Ciputra. Padahal, Ciputra beli harga pasar, kami beli pakai harga NJOP (nilai jual obyek pajak), dan NJOP itu yang tentukan Kementerian Keuangan, tetapi itu tidak ditulis di laporan BPK. Tendensius sekali,” kata Basuki.

Menurut Basuki, pembelian lahan RS Sumber Waras lebih mahal karena beda tahun. Otomatis, NJOP-nya juga berbeda. Bahkan, Basuki membandingkan pembelian lahan RS Sumber Waras dengan pembebasan tol dan sungai.

Jika pembelian RS Sumber Waras salah, dia mengatakan, maka banyak pembelian lahan di gedung-gedung pemerintahan lain juga salah prosedur.

“Pembelian gedung KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dan gedung LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah) juga salah, dong? Mereka menggunakan harga pasar yang lebih mahal. Kalau saya jadi auditornya, saya boleh enggak bikin laporan kalau ‘Anda merugikan negara karena tidak beli harga NJOP’? Boleh enggak saya tulis begitu di laporan BPK? Boleh saja, orang (BPK) yang mahakuasa kok, enggak pakai tanya lagi sama orang yang bersangkutan. Itu yang terjadi di Sumber Waras, makanya saya mau lawan,” kata Basuki.

Karena audit BPK ini, Basuki melanjutkan, banyak orang yang berpikir bahwa dia mendapat komisi dari pembelian lahan RS Sumber Waras.

“Mereka pikir, masa Gubernur enggak ngiler 1 persen duit Sumber Waras Rp 700 miliar. Satu persen sudah Rp 7 miliar, dan dua persen sudah Rp 14 miliar. Saya sudah berulang kali (bilang), saya ini orang yang demen ribut, bukan demen duit. Itu yang oknum BPK enggak pernah pikir, ada gubernur yang enggak demen duit. Kalau Anda menzalimi orang, saya demen ribut,” kata Basuki. (wok)

indopos.co.id/2015/09 Senin, 14 September 2015


(nahimunkar.com)
Artikel Terkait

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan