Salat Taroweh 20 Rakaat hadisnya aspal
(Bacalah di buku saya " Amaliah sesat di bulan Ramadhan )
Cleopatra menulis | March 24th, 2008 at 9:58 am
Mas arif yang baik….
Apakah teknis amalan yang tidak pernah dilakukan Nabi, terus kita melakukannya meskipun dengan dasar al-Qur’an dan Hadits juga, maka otomatis amalan itu jelek dan tertolak?
Apakah teknis amalan yang tidak pernah dilakukan Nabi, terus kita melakukannya meskipun dengan dasar al-Qur’an dan Hadits juga, maka otomatis berarti kita menganggap Nabi dulu belum menyampaikan semua risalah dan berarti pula kita menghina Nabi?
Kalau mas arif menjawab “Ya”, berarti menurut saya antum beragama secara culun, bukan secara dewasa. Culun karena antum tidak bisa menafsirkan apa itu arti “ittiba’”, dan “bid’ah” yang sebenarnya.
Apakah usaha Sahabat Utsman yg membukukan Al-Quran (ini tidak dilakukan Nabi) akan tertolak?
Apakah ijtihad Sahabat Umar yang tarawih 20 rakaat (kalau nggak salah Nabi gak melakukan) akan tertolak juga?
Apakah kerja keras dinasti fathimiyah yang membentuk Universitas Al Azhar (jaman Nabi tidak ada institusi pendidikan seperti ini) juga akan tertolak?
Mas arif, tolong antum kalo belajar Islam itu yang lengkap dan jangan mudah mengklaim. Antum seakan-akan memposisikan diri sebagai pendekar aliran putih yang benar, sementara yang berbeda dengan antum, antum posisikan sebagai pendekar aliran hitam yang salah.
Masalahnya sekarang bukan “tergantung kita mau menerima kesalahan yang kita perbuat dan mau memperbaikinya apa tidak” seperti antum bilang, sebab hal ini sudah menjadi penghakiman yang sepihak. Tetapi, menurut saya, permasalahannya adalah apakah kita mempunyai kebeningan hati untuk menghormati perbedaan pendapat dan beragama secara dewasa. Bukan kekakuan sikap dan keculunan beragama.
Apakah teknis amalan yang tidak pernah dilakukan Nabi, terus kita melakukannya meskipun dengan dasar al-Qur’an dan Hadits juga, maka otomatis amalan itu jelek dan tertolak?
Apakah teknis amalan yang tidak pernah dilakukan Nabi, terus kita melakukannya meskipun dengan dasar al-Qur’an dan Hadits juga, maka otomatis berarti kita menganggap Nabi dulu belum menyampaikan semua risalah dan berarti pula kita menghina Nabi?
Kalau mas arif menjawab “Ya”, berarti menurut saya antum beragama secara culun, bukan secara dewasa. Culun karena antum tidak bisa menafsirkan apa itu arti “ittiba’”, dan “bid’ah” yang sebenarnya.
Apakah usaha Sahabat Utsman yg membukukan Al-Quran (ini tidak dilakukan Nabi) akan tertolak?
Apakah ijtihad Sahabat Umar yang tarawih 20 rakaat (kalau nggak salah Nabi gak melakukan) akan tertolak juga?
Apakah kerja keras dinasti fathimiyah yang membentuk Universitas Al Azhar (jaman Nabi tidak ada institusi pendidikan seperti ini) juga akan tertolak?
Mas arif, tolong antum kalo belajar Islam itu yang lengkap dan jangan mudah mengklaim. Antum seakan-akan memposisikan diri sebagai pendekar aliran putih yang benar, sementara yang berbeda dengan antum, antum posisikan sebagai pendekar aliran hitam yang salah.
Masalahnya sekarang bukan “tergantung kita mau menerima kesalahan yang kita perbuat dan mau memperbaikinya apa tidak” seperti antum bilang, sebab hal ini sudah menjadi penghakiman yang sepihak. Tetapi, menurut saya, permasalahannya adalah apakah kita mempunyai kebeningan hati untuk menghormati perbedaan pendapat dan beragama secara dewasa. Bukan kekakuan sikap dan keculunan beragama.
Komentarku ( Mahrus ali ) :
Sebetulnya masalah pembukuan al Quran itu kepentingan yang wajib dan bila tidak begitu , maka akan lenyap . Lain halnya dengan bid `ah tingkepan , tahlilan , baca diba` , manakiban , burdahan yang penuh dengan kalimat syirik dan nanti akan ada buku husus yang membahas tentang kesyirikan di dalamnya dan tidak bisa di terangkan disini karena terlalu banyak masalah di dalamnya yang perlu penjelasan yang kuat , dalil , refrensi dan pendapat ulama . Karena itu saya katakan lagi , ma af di tempat ini tidak bisa di terangkan dengan gamblang .
Untuk taraweh dua puluh rakaat yang anda katakan Nabi dan sahabat melakukan nya ternyata anda bukan ahlinya dalam bahas masalah tersebut . Sebab bila hadisnya di kaji ulang maka salat taraweh yang dua puluh rakaatb itulah yang tidak bisa di tiru karena hadisnya lemah sekali . Tarowehnya delapan rakaat dengan witir tiga kali . Atau delapan rakaat saja yang hadisnya jelas muttafaq alaih .
Hadis yang menyatakan : Sahabat Ibnu Abbas meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW shalat Tarawih di bulan Ramadhan sendirian sebanyak 20 Rakaat ditambah Witir. (HR Baihaqi dan Thabrani).
Menurut Al albani adalah palsu[1] . Ia diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah 2/90/2 , Abed bin Humaid dalam kitab al muntakhob 73/1-2 , Thobroni dalam kitab al kabir 2/148/3 , al ausat sebagaimana dalam kitab al muntaqo karya Adz dzahabi 2/3 , Zawaid ul maujamain 1/109/1 , Ibnu Ady dalam kitab al kamil 2/1 Al Khothib dalam kitab al muwaddhoh 209/ 1 Abul Hasan anni`aali dalam kitab hadisnya 127/1 , Abu Amar bin Mandah dalam kitab al muntakhob 268/2 al Baihaqi dalam Sunan kubro 492/2 . Seluruhnya dari jalur Abu Syaibah – Ibrahim bin Usman dari Al hakam dari Muqsim dari Ibnu Abbas , hadis marfu` .
وَ قَالَ الطَّبْرَانِي : " لاَ يُرْوَى عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ إِلاَّ بِهَذَا اْلإِسْنَادِ " .
وَقَالَ الْبَيْهَقِي : " تَفَرَّدَ بِهِ أَبُوْ شَيْبَةَ وَهُوَ ضَعِيْفٌ " . قُلْتُ : وَ كَذَا قَالَ اْلهَيْثَمِي فِي" اْلمَجْمَعِ " ( 3 / 172 ) أَنَّ أَبَا شَيْبَةَ ضَعِيْفٌ ،
Thobroni berkata : Hadis tsb hanya di riwayatkan dari Ibnu Abbas melalui jalur itu ( tiada lagi ) . Al Baihaqi berkata : Hanya Abu Syaibah yang meriwayatkan dan dia lemah .
Saya katakan : Begitu juga al Haitsami berkata dalam kitab Majmauz zawaid 172/3 , sesungguhnya Abu Syaibah adalah lemah.
Lantas Ibnu Hajar dalam kitab Fathul bari 205/4 setelah menyatakan hadis tsb dari Ibnu Abi Syaibah , sanadnya lemah . Azzai`la`I juga menyatakan lemah dalam kitab Nasbur royah 153/2 , lalu segi redaksinya beliau ingkar . Beliau menyatakan : Hadis tsb bertentangan dengan hadis sahih :
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ : " مَا كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَزِيْدُ فِي رَمَضَانَ وَ لاَ فِي غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً " رَوَاهُ الشَّيْخَانِ
Dari Aisyah ra berkata : Nabi SAW dalam bulan Ramadhan atau lainnya tidak pernah melebih sebelas rakaat . HR Bukhori Muslim
Ibnu Hajar berkomentar : Aisyah lebih mengetahui terhadap ke ada an Nabi SAW di waktu malam dari pada orang lain .
Saya katakan : Cocok sekali dengan hadis jabir bin Abdillah sbb:
" أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّىاللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا أَحْيَا بِالنَّاسِ لَيْلَةً فِي رَمَضَانَ صَلَّى ثَمَانَ رَكَعَاتٍ ، وَ أَوْتَرَ "
Sesungguhnya Nabi SAW ketika melakukan salat malam di suatu malam Ramadhan , beliau melakukan delapan rakaat , lalu melakukan salat witir.
HR Ibnu Nashar dalam kitab Qiyamul lail 144, 90 , HR Thobroni dalam al mu`jamus shoghir 108 ,Ibnu Hibban dalam kitab sahihnya 920 .
Al albani berkata :
قَدْ أَفْسَدَ حَدِيْثَ جَابِرٍ هَذَا بَعْضُ الضُّعَفَاءِ فَرَوَاهُ مُحَمَّدٌ بْنُ حُمَيْدٍ الرَّازِي حَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ هَارُوْنَ بِإِسْنَادِهِ عَنْ جَابِرٍ بِلَفْظٍ : " فَصَلَّى أَرْبَعًا وَ عِشْرِيْنَ رَكْعَةً وَ أَوْتَرَ بِثَلاَثٍ " .
Sungguh sebagian perawi lemah telah merusak hadis Jabir tsb , Muhammad bin Humaid Arrazi meriwayatkan nya lalu berkata : Bercerita kepada kami Umar bin Harun dengan sanadnya dari Jabir dengan redaksi : Lalu Rasulullah SAW melakukan salat dua puluh empat rakaat , dan berwitir tiga rakaat .
HR Assahmi dalam kitab Tarikh Jujan 75,276
Saya katakan : Sanadnya sampai ke Muhammad bin Humaid tidak sah , sebab ada perawi yang yang identitasnya tidak dikenal . Muhammad bin Humaid dan gurunya Umar bin Harun pembohong , jadi riwayat kedua nya tidak dianggap , apalagi bertentangan dengan hadis sahih . Jadi tokoh – tokoh ahli hadis telah sepakat untuk menyatakan lemah hadis Abu Syaibah . Imam Dzahabi dalam kitab al Mizan menyatakan mungkar . Ahmad bin hajar Al Haitami dalam kitab Al Fatawal kubro , menyatakan : Dia sangat lemah
Saya katakan : Hadis tsb palsu karena beberapa sebab :
Bertentangan dengan hadis Aisyah dan Jabir
Abu Syaibah sangat lemah menurut Imam Al baihaqi dll . Bahkan Ibnu Ma`in menyatakan : Tidak bisa di percaya
Al Bukhori menyatakan : Para ulama no commend
Sudah jelas bahwa bila Imam Bukhori sudah bilang : Para ulama tidak memberikan komentar tentang dia “ menunjukkan derajat terendah sebagaimana di katakan oleh al Hafidh Ibnu katsir dalam kitab Ikhtishor ulumil hadis . [2]
Rasulullah SAW melakukan salat sendiri waktu Ramadan adalah bertentangan dengan hadis Jabir dan Aisyah ra sbb :
حَدِيْثُ عَائِشَةَ، أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ خَرَجَ ذَاتَ لَيْلَةٍ مِنْ جَوْفِ اللَّيْلِ فَصَلَّى فِي الْمَسْجِدِ، فَصَلَّى رِجَالٌ بِصَلاَتِهِ، فَأَصْبَحَ النَّاسُ فَتَحَدَّثُوْا، فَاجْتَمَعَ أَكْثَرُ مِنْهُمْ فَصَلَّوْا مَعَهُ، فَأَصْبَحَ النَّاسُ فَتَحَدَّثُوْا، فَكَثُرَ أَهْلُ الْمَسْجِدِ مِنَ اللَّيْلَةِ الثَّالِثَةِ، فَخَرَجَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ فَصَلَّوا بِصَلاَتِهِ، فَلَمَّا كَانَتِ اللَّيْلَةُ الرَّابِعَةُ عَجَزَ الْمَسْجِدُ عَنْ أَهْلِهِ حَتَّى خَرَجَ لِصَلاَةِ الصُّبْحِ؛ فَلَمَّا قَضَى الْفَجْرَ أَقْبَلَ عَلَى النَّاسِ فَتَشَهَّدَ ثُمَّ قَالَ: أَمَّا بَعْدُ؛ فَإِنَّهُ لَمْ يَخْفَ عَلَيَّ مَكَانُكُمْ، لكِنِّي خَشِيْتُ أَنْ تُفْرَضَ عَلَيْكُمْ فَتَعْجِزُوْا عَنْهَا
.Aisyah ra menuturkan: “Pada suatu malam, Rasulullah saw keluar di tengah malam dan melakukan shalat di masjid dan pada waktu itu, ada sekelompok orang yang ikut shalat bersama Nabi saw. Di pagi harinya, orang-orang membicarakan shalat Nabi saw. Sehingga malam berikutnya, orang yang ikut shalat bersama beliau saw bertambah banyak. Dan di pagi harinya, orang-orang banyak membicarakan shalat Nabi saw. Pada malam ketiganya, ketika mereka menunggu kedatangan Nabi saw di masjid, maka Rasulullah saw keluar dan melakukan shalat bersama mereka. Pada malam keempatnya, masjid tidak dapat menampung kehadiran mereka, sampai Nabi saw keluar pada shalat subuh. Setelah selesai melakukan shalat subuh, maka beliau saw menghadap kepada para hadirin dan bertasyahud. Kemudian beliau saw bersabda: “Sesungguhnya, tidak tertutup bagiku keadaan kalian, tetapi aku takut kalau shalat malam diwajibkan atas kalian dan kalian tidak mampu melakukannya.” (Bukhari, 11, Kitab, Jumu’ah, 29, bab mengucapkan Amma Ba’du setelah memuji Allah dalam berpidato).[3]
Ust Nasib Arrifa`i punya karya buku yang bermanfaat untuk mendukung masalah tsb namanya :
أَوْضَحُ اْلبَيَانِ فِيْمَا ثَبَتَ فِي السُّنَّةِفِي قِيَامِ رَمَضَانَ
Keterangan paling jelas tentang salat taroweh menurut hadis sahih .
Bacalah , bila ingin mencari hakikat kebenaran . Lalu sebagian orang yang membela salat taroweh dua puluh rakaat membantah lagi dan mengarang kitab :
" اَلِإصَابَةُ فِي ْاِلانْتِصَارِ لِلْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ وَ الصَّحَابَةِ "
Isi kitab tsb kebohongan , hadis – hadis lemah dan palsu dan kalimat yang tidak bermutu , sehingga kami juga mengarang buku berjudul :
تَسْدِيْدُ اِْلإصَابَةِ إِلَى مَنْ زَعَمَ نُصْرَةَ الْخُلَفَاءِالرَّاشِدِيْنَ وَ الصَّحَابَةِ "
Kami juga menjawabnya dengan karya buku yang kami jadikan menjadi enam buku :
Buku untuk menjawab kebohongan mereka
Buku tentang salat taroweh .Saya sudah menjelaskan bahwa taroweh dua puluh rakaat itu tidak memiliki sandaran pun kecuali hadis lemah
Dalam kitab tersebut ada keterangan :
" وَصَحَّ أَنَّ النَّاسَ كَانوُا يُصَلُّوْنَ عَلَى عَهْدِ عُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيٍّ عِشْرِيْنَ رَكْعَةً "
Manusia sama melakukan salat taroweh di masa Umar , Usman dan Ali dua puluh rakaat .
Saya katakan : Untuk di masa Usman , saya tidak mengetahui satu orangpun yang meriwayatkan hadis seperti itu sekalipun dengan sanad lemah . Untuk masa Ali dan Umar , maka ada hadis yang menerangkannya tapi seluruhnya cacat sebagaimana yang telah saya jelaskan secara rinci dan saya belum mengetahui ada pengarang yang menerangkan seperti itu sebelum saya dalam buku saya salat taroweh . Tiada ijma` tentang dua puluh rakaat taroweh . Untuk hadis yang menerangkan bahwa di masa Umar salat taroweh hanya sebelas rakaat lebih sahih dan cocok dengan hadis sahih yang diriwayatkan Aisyah
Imam Malik meriwayatkan dalam kitab al Muwattho` dari Assa`ib bin Yazid ra berkata :
" أَمَرَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ أُبَيَّ بْنَ كَعْبٍ وَتَمِيْمًا الدَّارِيَ أَنْ يَقُوْمَا لِلنَّاسِ بِإِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً قَالَ : وَكَانَ اْلقَارِئُ يَقْرَأُ بِاْلمِئِيْنَ حَتَّى كُنَّا نَعْتَمِدُ عَلَى اْلعِصِيِّ مِنْ طُوْلِ اْلقِيَامِ وَمَاكُنَّا نَنْصَرِفُ ِإلاَّ فِي بُزُوْغِ اْلفَجْرِ "
Umar bin Al Khotthob memerintah Ubayyi bin Ka`ab dan Tamim Addari untuk melakukan salat taroweh sebelas rakaat . seorang imam membaca seratus ayat sampai kami bersandar dengan tongkat – tongkat . Dan kita baru selesai ketika fajar terbit .
Rasulullah SAW selalu melakukan salat malam sebelas rakaat selama hidupnya sebagai dalil bahwa salat malam itu bukan salat sunat mutlak sebagaimana di katakan kebanyaka ulama`. Jadi posisinya sama dengan salat rawatib dan salat kusuf [4]
Artikel Terkait
Jadi, kalo ada yg ngomong bahwa Sayyidina Ubay bin Ka'ab mengimami shalat terawih 20 raka'at dan tak ada satupun sahabat yg protes, termasuk Ali bin Abi thalib, Utsman, Abu Hurairah, Aisyah dll adl palsu/bohong?
BalasHapusDAN dlaksanakan di Mekkah hingga saat ini semenjak masa khalifah Umar bin khatab . Bagaimana?Jadi, kalo ada yg ngomong bahwa Sayyidina Ubay bin Ka'ab mengimami shalat terawih 20 raka'at dan tak ada satupun sahabat yg protes, termasuk Ali bin Abi thalib, Utsman, Abu Hurairah, Aisyah dll adl palsu/bohong?
DAN dlaksanakan di Mekkah hingga saat ini semenjak masa khalifah Umar bin khatab . Bagaimana?
ya benar begitu .
BalasHapusالسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ,
BalasHapusأَعُوْذُ بِاللِه مِنَ الشََّيْطَانِ الرَّجِيْمِ - بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
Mas.... 12 Agustus 2011 15:59
Mantankyainu mengatakan...
ya benar begitu ....??????....
12 Agustus 2011 17:39
Read more: http://mantankyainu.blogspot.com/2011/07/salat-taroweh-20-rakaat-hadisnya-palsu.html#ixzz1c9x3QL3Z
kok jawabannya nggak jelas gini....
وَعَلَيْكُمْ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
لا تجتمع هذه الأمة على ضلا
“Umat ini tidak akan bersepakat diatas Kesesatan.”
(HR. Asy-Syafi’I dalam Ar-Risalah)
http://thesaltasin.wordpress.com/2011/09/16/o/
kalau masalah sampai sekarang di laksanakan taroweh dua puluh rakaat , maka karena Mekkah dulu pernah di kuasai ahli bid`ah sebelum kekuasaan di ambil alih oleh Raja Abd Aziz dan Syaihkh Muhammad bin Abd Wahab
BalasHapusPaaak.. Sudah Berapa banyak dalil yg anda pahami, sehingga dg beraninya memalsukan hadits..??
BalasHapusPaak.. Sdh Berapa banyak ilmu sampean, sehingga dg beraninya menyesatkan Imam Mujtahid Mutlaq, para 'Ulama, Kyai dll..??
Anda sudah tersalah dlm memahami dalil siti aisyah tersebut... Apa benaar shalat yg dimaksd dlm hadits itu adalah Shlat tarawiih..??
Imam al Baihaqi dan Ibnu hajar sendiri sudah melemahkan. Mana refrensinya bahwa para mujtahid menggunakan hadis lemah itu? . Lantas hadis Aisyah itu juga untuk salat taraweh di bulan Ramadhan menurut pemahaman ulama dalam syarah hadis mereka. Pemahamanmu iku ulama mana gan?.Terangkan.
BalasHapusOh yaa... Sekalipun di lemahkan o/ Imam baihaqi & Ibn Hajar, tp bukan berarti PALSU, sperti yg anda gembor-gemborkaan...!!
BalasHapusPk Mantan Kyai... Anda tau tidaak, Imam al-Baihaqi & Ibn Hajar Shalat Tarawih brp raka'at..??
Untuk Smail Tamboshe .
BalasHapusHadis itu sudah dinyatakan palsu oleh al bani. Dan kamu saya sarankan belajrlah hadis lagi. Ulama menyatakan sangat lemah itu menandakan hadis palsu, apalagi bertentangan dengan hadis sahih, lalu sanadnya terdapat orang yang tidak dikenal. Lalu ada perawi yang pendusta. Ini juga tanda hadis tsb palsu.
Al bani menyatakan:
Saya katakan : Sanadnya sampai ke Muhammad bin Humaid tidak sah , sebab ada perawi yang yang identitasnya tidak dikenal . Muhammad bin Humaid dan gurunya Umar bin Harun pembohong , jadi riwayat kedua nya tidak dianggap , apalagi bertentangan dengan hadis sahih . Jadi tokoh – tokoh ahli hadis telah sepakat untuk menyatakan lemah hadis Abu Syaibah . Imam Dzahabi dalam kitab al Mizan menyatakan mungkar . Ahmad bin hajar Al Haitami dalam kitab Al Fatawal kubro , menyatakan : Dia sangat lemah
Saya katakan : Hadis tsb palsu karena beberapa sebab :
Bertentangan dengan hadis Aisyah dan Jabir
Abu Syaibah sangat lemah menurut Imam Al baihaqi dll . Bahkan Ibnu Ma`in menyatakan : Tidak bisa di percaya
Al Bukhori menyatakan : Para ulama no commend
Sudah jelas bahwa bila Imam Bukhori sudah bilang : Para ulama tidak memberikan komentar tentang dia “ menunjukkan derajat terendah sebagaimana di katakan oleh al Hafidh Ibnu katsir dalam kitab Ikhtishor ulumil hadis .
kalau hati dan pikiran kita tidak kita bersihkan dari rasa dengki, curiga maka kebenaran seperti yang disampaikan mantan kyai NU tersebut tetap tidak diterimanya. Mudah2an Allah membukakan hidyah dan disucikan hatinya agar mudah menerima Al Quran
BalasHapusok
BalasHapus