|
1. Memainkan agama
وَذَرِ الَّذِينَ اتَّخَذُوا دِينَهُمْ لَعِبًا وَلَهْوًا وَغَرَّتْهُمُ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا وَذَكِّرْ بِهِ أَنْ تُبْسَلَ نَفْسٌ بِمَا كَسَبَتْ لَيْسَ لَهَا مِنْ دُونِ اللَّهِ وَلِيٌّ وَلَا شَفِيعٌ وَإِنْ تَعْدِلْ كُلَّ عَدْلٍ لَا يُؤْخَذْ مِنْهَا أُولَئِكَ الَّذِينَ أُبْسِلُوا بِمَا كَسَبُوا لَهُمْ شَرَابٌ مِنْ حَمِيمٍ وَعَذَابٌ أَلِيمٌ بِمَا كَانُوا يَكْفُرُونَ (70)
Dan tinggalkanlah orang-orang yang menjadikan agama mereka sebagai main-main dan senda-gurau, dan mereka telah ditipu oleh kehidupan dunia. Peringatkanlah (mereka) dengan Al Qur’an itu agar masing-masing diri tidak dijerumuskan ke dalam neraka, karena perbuatannya sendiri. Tidak akan ada baginya pelindung dan tidak (pula) pemberi syafa`at selain daripada Allah. Dan jika ia menebus dengan segala macam tebusanpun, niscaya tidak akan diterima itu daripadanya. Mereka itulah orang-orang yang dijerumuskan ke dalam neraka, disebabkan perbuatan mereka sendiri. Bagi mereka (disediakan) minuman dari air yang sedang mendidih dan azab yang pedih disebabkan kekafiran mereka dahulu. (QS Al-An’am/ 6: 70).
2. Haramnya musik
Al-Bukhari telah meriwayatkan secara mu’allaq (tergantung, tidak disebutkan sanadnya) bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَيَكُونَنَّ مِنْ أُمَّتِي أَقْوَامٌ يَسْتَحِلُّونَ الْحِرَ وَالْحَرِيرَ وَالْخَمْرَ وَالْمَعَازِفَ. (رواه البخاري).
Layakunanna min ummatii aqwaamun yastahilluunal hiro wal hariiro wal khomro wal ma’aazifa.
“Sesungguhnya akan ada dari golongan ummatku beberapa kaum yang menghalalkan zina, sutera, khamar, dan ma’azif (musik).” (Hadits Riwayat Al-Bukhari).Hadits ini telah disambungkan sanadnya oleh At-Thabrani dan Al-Baihaqi (jadi sifat mu’allaqnya sudah terkuak menjadi maushul atau muttasholus sanad, yaitu yang sanadnya tersambung atau yang tidak putus sanadnya alias pertalian riwayatnya tidak terputus). Lihat kitab as-Silsilah as-shahihah oleh Al-Albani hadis nomor 91.
Yang dimaksud dengan الْحِرَal-hira adalah zina; sedang الْمَعَازِفَal-ma’azif adalah alat-alat musik.
Hadits itu menunjukkan atas haramnya alat-alat musik dari dua arah:
Pertama: Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallamيَسْتَحِلُّونَ menghalalkan, maka itu jelas mengenai sesuatu yang disebut itu adalah haram, lalu dihalalkan oleh mereka suatu kaum.
Kedua: Alat-alat musik itu disandingkan dengan yang sudah pasti haramnya yaitu zina dan khamar (minuman keras), seandainya alat musik itu tidak diharamkan maka pasti tidak disandingkan dengan zina dan khamr itu. (Fatawa Islam, Soal dan Jawabjuz 1 halaman 916, dengan bimbingan Syaikh Muhammad Shalih al-Munajid. Sumber: www.islam-qa.com).
3. Bagaimana jadinya
Bagaimana jadinya ketika ada orang yang memainkan agama dan yang dipakai untuk memainkannya itu adalah musik. Masih pula dia seolah bangga dengan manyatakan dirinya sebagai setan. Hingga dia menulis:
“…nyanyian saya adalah nyanyian setan…”(tulisan Emha berjudul “Belajar Kepada Majlis Setan” yang dimuat di kolom Bangbang Wetan koran Surya 20 Oktober 2007, dan dipublikasikan di Kolom Emha website padhangmbulan.com).
Mungkin orang berasosiasi bahwa dia adalah setan ketok (setan kelihatan).Wallahu a’lam bis-showab. (Redaksi nahimunkar.com).
Anda ingin tahu apa jadinya jika urusan ibadah dan akidah dioplos dengan kemusyrikan, kekafiran dan komoditi seni?
Jawabannya ada dalam“Shalawat Global” made in Emha Ainun Nadjib (Cak Nun), budayawan asal Jombang, Jawa Timur – satu daerah dengan dukun cilik Ponari dan tukang jagal Ryan. Shalawat ini mencuat setelah video pementasannya di depan jamaah Pengajian Tombo Ati disebarluaskan di internet.
Dalam video Shalawat Global, tampak Emha dan anak buahnya berseragam putih-putih, para penyanyi pria mengenakan peci putih sedangkan wanitanya memakai jilbab putih. Dengan wajah-wajah sumringah penuh semangat, mereka melantunkan beberapa lagu gereja yang sangat populer dengan aransemen khas gamelan Jawa. Lirik lagu-lagu gereja tersebut diubah, diarabkan dan diisi dengan shalawat nabi yang begitu populer di kalangan Nahdliyin (orang NU). Dua lagu populer gereja yang dicomot Emha adalah “Hevenu Shalom Aleikhem” dan lagu Natal “Joy to the World.”
Lagu “Hevenu Shalom Aleikhem” ciptaan Goldfarb, seorang Rabi Amerika Israel pada bulan Mei 1918 ini sangat populer di kalangan orang Israel maupun umat kristiani. Sedemikian masyhurnya melodi ini di berbagai belahan dunia, sampai-sampai ada yang menganggap bahwa lagu ini adalah warisan Nabi Musa di Gunung Sinai. Bagi orang Yahudi, Shalom Aleikhem adalah lagu adat dinyanyikan pada malam Sabtu (Sabbath Yahudi) dengan sangat gembira dan penuh suka cita.
Lirik lagu ini adalah sbb: “Havenu shalom, shalom aleikhem, shalom, shalom aleikhem. Havenu shalom, shalom aleikhem, shalom, shalom aleikhem. Shalom, shalom aleikhem. Ku bawa b’rita sejahtera, damai, damai t’lah datang. Ku bawa b’rita sejahtera, damai, damai bagimu. Damai, damai bagiku.”
Oleh Emha, lagu Israel ini diplagiat menjadi unsur Shalawat Global dengan mengarabkan liriknya menjadi: “Alaika salam alaikum. Alaika salam alaikum. Alaika salam, salam, salam alaikum…”
Sedangkan “Joy to the World” ciptaan Issac Watts (Inggris) tahun 1719 adalah lagu Natal yang sangat populer bagi umat Kristen, karena di setiap perayaan Natal lagu ini dikumandangkan, bersama lagu natal yang lain: Malam Kudus (Silent Night), Gita Surga Bergema (Hark, The Herald Angels Sing), White Christmas, Jingle Bells,[1]dll.
Di Indonesia, himne natal “Joy to the World” bisa ditemui dalam Kidung Jemaat 119 dengan judul “Hai Dunia Gembiralah” dengan lirik sebagai berikut:
“Hai dunia, gembiralah dan sambut Rajamu! Di hatimu terimalah! Bersama bersyukur, bersama bersyukur, bersama-sama bersyukur. Hai dunia, elukanlah Rajamu penebus! Hai bumi, laut, gunung, lembah, bersoraklah terus, bersoraklah terus, bersorak-soraklah terus!”
Lirik lagu tersebut diambil dari nas kitab Mazmur 98, karena ayat ini diyakini menubuatkan kedatangan Yesus Kristus (sang Mesias) dan penggenapan Perjanjian Baru, bahwa Yesus lahir untuk mati di atas kayu salib menggantikan/menebus orang berdosa. Pujian dalam lagu ini menyatakan Yesus Kristus sebagai Juruselamat dan Tuhan yang disambut dengan penuh suka cita.
Dalam pandangan Islam, doktrin penebusan dosa oleh darah Yesus di tiang salib adalah akidah yang batil karena tiga alasan utama:
Pertama, Turunnya Adam ke dunia (hubuthu Adam) tidak menyebabkan dosa waris kepada anak-cucunya, karena tindakan Adam yang melanggar perintah Tuhan itu bukan kesengajaan, melainkan satu kealpaan (lihat Qs. Thaha 115, 122). Di samping itu, Adam dan Hawa sudah bertaubat dan minta ampun kepada Allah (lihat Qs. Al-A’raf 23), dan Allah pun mengampuni keduanya (lihat Qs. Al-Baqarah 37), karena Allah Maha Adil, Penyayang dan Pengampun yang menjanjikan rahmat dan ampunan kepada hamba-Nya yang bertobat (lihat Qs. Az-Zumar 53-54, Al-Ma’idah 74).
Kedua, Allah SWT menekankan adanya tanggung jawab individu manusia atas segala perbuatannya masing-masing (lihat QS An-Najm 38-39, QS Al-An’am 164, QS Al-Isra’ 15, QS Al-Baqarah 123, 286, QS Luqman 33, QS Yasin 54, QS At-Thur 21).
Ketiga, Doktrin kematian Yesus di tiang salib juga tertolak karena beliau tidak mati disalib (lihat QS An-Nisa’ 157).
Naifnya, lagu Natal yang beraroma kemusyrikan karena meniupkan doktrin Kristen ini diplagiat Emha dalam album “Shalawat Global” dengan mengganti liriknya menjadi shalawat nabi SAW sbb: “Ya Nabi salam alaik, ya Rosul salam alaik, ya Habib salam alaik, sholawatulloh alaik… Rosulillah, sholawatulloh alaik. Rosulillah sholawatulloh alaik.”
Jejak Emha Ainun Nadjib di Gereja
Kalau dicermati, memang sejak sering blarakan (blusak-blusuk) ke gereja di berbagai kota di Indonesia bahkan sampai ke Roma Italia,[2] Belanda dan Jerman, Emha sangat ahli mengawinkan shalawat Nabi dengan lagu-lagu yang beraroma kemusyrikan. Dan Shalawat Global bukanlah hasil karya Emha satu-satunya.
Jauh sebelumnya, Sabtu malam setelah shalat tarawih (14/10/2006), dalam acara bertajuk “Pagelaran Al-Qur’an dan Merah Putih Cinta Negeriku” di Mesjid Cut Meutia, Jakarta Pusat, Emha dan gamelan Kiai Kanjeng melantunkan Shalawat Malam Kudus. Shalawat iniadalah hasil perpaduan (medley) antara lagu natal Malam Kudus (Silent Nigt) dengan Shalawat: “Sholatullah salamullah, ‘ala thoha Rasulillah, sholatullah salamullah, ’ala yaasin Habibillah.” Anehnya, Emha dan Kiai Kanjeng mendapat applaus yang sangat meriah dari hadirin. Dengan bangga Emha berujar, “Tidak ada lagu Kristen, tidak ada lagu Islam. Saya bukan bernyanyi, tapi saya bershalawat.”
Omongan Emha ini menunjukkan bahwa dia adalah orang yang hobi nggombal (membual). Gombalnya bukan sembarang gombal, tapi gombal mukiyo (bualan murahan, tak bermutu, jauh dari kebenaran). Sudah jelas menyanyikan lagu Natal kristiani yang liriknya dimanipulasi, kok tak malu-malu nggedabrus di rumah Allah, mengaku bahwa ia sedang bershalawat nabi? Ah, Cak Nun, nggombal kok cik nemene, rek…! (Ah, Cak Nun, membual kok begitu amat, coy…!)
Setahun berikutnya Emha mendukung ulang tahun ke-73 Paroki Pugeran Yogyakarta (8/8/2007) dengan tampil sebagai pembicara dalam dialog bertema “Membangun Habitus Kebangsaan Baru” di halaman gereja tersebut. Di akhir acara, Emha mempersembahkan lagu penutup berjudul “Hubbu Ahmadin” yang diaransemen dengan irama orkestratif gerejawi. Lagu ini dinyanyikan secara bergantian oleh Kiai Kanjeng dan tim paduan suara yang terdiri dari para biarawati. (Koran Seputar Indonesia, 31 Agustus 2007).
Setahun kemudian (6-21/10/2008) Emha bersama istrinya, Novia Kolopaking dan rombongan Kiai Kanjeng melakukan pementasan di enam kota Negeri Belanda yakni Den Haag, Amsterdam, Deventer, Nijmegen, Leeuwarden dan Zwole, atas undangan Centre for Reflection of the Protestant Church bekerjasama dengan Hendrik Kraemer Institute. Di Den Haag, Emha dan KiaiKanjeng manggung di Gereja Christus Triomfater. Dengan tema ‘Voices & Visions’, Emha mempersiapkan nomor-nomor musik yang dikemas sesuai dengan tema dialogis antarbudaya dan antaragama, salah satunya adalah lagu yang sedang naik daun di Belanda dengan aransemen baru ala gamelan Kiai Kanjeng.
Jadi, Shalawat Global adalah lagu-lagu (Kidung Jemaat) Natal yang liriknya diganti dengan shalawat dan salam kepada Rasulullah SAW. Dengan kata lain, Shalawat Global yang di“sunnah”kan Emha adalah lagu dengan irama gamelan hasil kawin-silang antara lagu Natal Yesus Kristus dengan shalawat Nabi Muhammad SAW. Maka, kalau mau jujur, lagu-lagu Emha itu tidak pantas dijuluki “Shalawat Global.” Judul yang paling tepat adalah “Kidung Jemaat Gamelan Krislam,” yaitu perpaduan lagu rohani Kristen dan shalawat Islam.
Komentarku ( Mahrus ali ):
Untuk Ya Nabi salam alaik, ya Rosul salam alaik, ya Habib salam alaik, sholawatulloh alaik… Rosulillah, sholawatulloh alaik. Rosulillah sholawatulloh alaik.”
Setahu saya bukan karangan Emha Ainun Najib tapi di ambil dari buku Diba` yang biasa di baca dalam marhabanan.
Untuk Sholawat badar, Sholatullah salamullah, ‘ala thoha Rasulillah, sholatullah salamullah, ’ala yaasin Habibillah. Setahu saya, pengarangnya bukan Emha Ainun Najib tapi seorang habib dari Tuban. Boleh di dengar dalam Cd pengajian saya tentang sholawat Badar.- yaitu yang ke 25. Pengarang sholawat Badar itu adalah Habib Ali Mansur dari Tuban.
[1]Lagu “Jingle Bells” diciptakan oleh James Pierpont tahun 1859 sebagai himne pertandingan balap kereta luncur (sleigh ride) yang hanya diadakan saat musim dingin tiba, karena salju adalah media utama bagi kereta luncur. Arti lirik refrain lagu itu kurang lebih demikian “Bel berbunyi sepanjang jalan, sangatlah menyenangkan naik diatas kereta luncur yang dibawa oleh seekor kuda”. Entah apa yang menyebabkan lagu Jingle Bells akhirnya diasumsikan sebagai lagu Natal.
[2]Pada tahun 2005, Cak Nun dan KiaiKanjeng tour di Italia persis ketika Paus Johanes Paulus II wafat. Sebuah festival di mana Cak Nun dan KiaiKanjeng dijadwalkan akan tampil dibatalkan tetapi Cak Nun dan KiaiKanjeng justru diminta Walikota Roma untuk tampil dalam kesempatan pemakaman Paus Johanes Paulus II. Mereka secara khusus menciptakan puisi dan komposisi musik dalam rangka penghormatan terhadap Paus berjudul “O Papa.”
Artikel Terkait
jowo digowo, arab digarab, barat diruwat.
BalasHapus#wes oncek ono dewe [udah kuliti aja sendiri]
ya ampun, mas/mbak maaf ini, mbok jangan bodo2 bgt dalam memahami sesuatu seperti sholawat global di atas, duh duh duh
BalasHapusla kok dikit2 dianggep salah, dianggep menyimpang, dianggep ngoplos ibadah sama kemusrikan, waduh jan la mbok jangan suka nyari kesalahan2 orang apalagi hal2 yang anda anggap salah itu belum tentu salahnya. hati2 mas/mbak, justru orang yg anda anggap benar bisa jadi orang yg salah. sebagai sesama muslim, mari kalo ada masalah seperti itu diselesaikan dengan diskusi bertemu langsung, kalau bisa jangan ditulis di media seperti ini, karena dikhawatirkan dapat menimbulkan fitnah oleh yg membaca trhadap bapak cak nun, meskipun saya yakin maksud mas/mbak menulis artikel ini bukan dengan tujuan untuk memfitnah beliau. jadi jangan sampai perbedaan seperti ini jadi hal yang memecah belah kita semua. sekian, maaf bila ada kata yg tidak brkenan
Untuk dimas
HapusBila anda pegagan sariat, tidak usah bela Ainun najib, sudah nyimpang dar jalan yang lurus
iqra' dan jadilah pelaku
BalasHapusbuka hati dan fikiranmu mas/mbak,
maap jangan terlalu fanatiklah, coba dikaji dulu sepak terjangnya cak nun dlm urusan penyebaran perdamaian, dan ajakan berbuat baik, maap bukannya sy bela cak nun Tp anda jg sebaiknya belajar spt cak nun, berbuatlah sesuatu jgn hanya mengkritik, burung beo pun bs bernyanyi ( kata iwan fals)
Untuk faqih muktafa
HapusBila dilihat Ainun Najib dari segi akal - akalan tanpa dalil, benar apa yang anda katakan. Tapi bila dari segi dalil kita pandang bapak Ainun Najib ,maka menjijikkan
capek mikirin yg ngk puas, mending lanjutkan sholawat, mau pakai musik mau ngk asal hati kita menuju Allah insyaallah bermanfaat.....amiiin salam damai
BalasHapusBetul banget, mantan Kyai NU memang jos, musik itu bid'ah, tapi jangan lupa ya, internet juga bid'ah, bajumu juga bid'ah, sepeda, rumah, masjidmu juga bid'ah loh.
BalasHapusLho pendakwah adalah manusia biasa yang mpy selera sendiri sendiri menyampaikan nya..juga jamaah pny selera utk mengikutinya...gitu lho .
BalasHapus