Sabtu, Mei 21, 2011

Kesesatan Abul Hasan Al asy`ari - imam tauhid ahli bid`ah




Syaikh Abul Hasan Al Asy`ari 

Beliau bernama `Ali bin Isma`il bin Abi Bisyr Ishaq bin Salim bin Isma`il
bin Abdullah bin Musa bin Bilal bin Burdah bin Musa Al Asy`ary, lebih
dikenal dengan Abu Al Hasan Al Asy`ary. Dilahirkan pada tahun 260 Hijriyah
atau 875 Masehi, pada akhir masa daulah Abbasiyah yang waktu itu berkembang
pesat berbagai aliran ilmu kalam, seperti : al Jahmiyah, al Qadariyah, al
Khawarij, al Karamiyah, ar Rafidhah, al Mu`tazilah, al Qaramithah dan lain
sebagainya.
Sejak kecil Abul Hasan telah yatim. Kemudian ibunya menikah dengan seorang tokoh Mu`tazilah bernama Abu `Ali Al Jubba`i. Beliau (Abul Hasan) seorang yang cerdas, hafal Al Qur`an pada usia belasan tahun dan banyak pula belajar hadits. Pada akhirnya beliau berjumpa dengan ulama salaf bernama alBarbahari (wafat 329 H). inilah yang akhirnya merubah jalan hidupnya sampai
beliau wafat pada tahun 324 H atau 939 M dalam usia 64 tahun.
Abu al Hasan al Asy`ary dan Mu`tazilah
Pada mulanya, selama hampir 40 tahun, beliau menjadi penganut Mu`tazilah yang setia mengikuti gurunya seorang tokoh Mu`tazilah yang juga ayah tirinya. Namun dengan hidayah Allah setelah beliau banyak merenungkan  ayat-ayat Al Qur`an dan hadits-hadits Rasulullah, beliau mulai meragukan
terhadap ajaran Mu`tazilah. Apalagi setelah dialog yang terkenal dengan pertanyaan-pertanyaan yang tidak dapat dijawab oleh Abu `Ali al Jubba`i dan setelah mimpi beliau bertemu dengan Rasulullah, beliau secara tegas keluar dari Mu`tazilah.
Inti ajaran faham Mu`tazilah adalah dasar keyakinan harus bersumber kepada suatu yang qath`i dan sesuatu yang qath`i harus sesuatu yang masuk akal (rasional). Itulah sebabnya maka kaum Mu`tazilah menolak ajaran al Qur`an apalagi as Sunna yang tidak sesuai dengan akal (yang tidak rasional).
Sebagaimana penolakan mereka terhadap mu`jizat para nabi, adanya malaikat, jin dan tidak percaya adaya takdir. Mereka berpendapat bahwa sunnatullah tidak mungkin dapat berubah, sesuai dengan firman Allah :
Tidak akan ada perubahan dalam sunnatillah (Al Ahzab:62; lihat juga
Fathir:43 dan Al Fath:23).
Itulah sebabnya mereka tidak percaya adanya mu`jizat, yang dianggapnya tidak rasional. Menurut mereka bila benar ada mu`jizat berarti Allah telah melanggar sunnah-Nya sendiri.
Sudah barang tentu pendapat seperti ini bertentangan dengan apa yang dikajinya dari al Qur`an dan as Sunnah. Bukankah Allah menyatakan bahwa dirinya :
(Allah) melakukan segala apa yang Dia kehendaki (Hud : 107)
untuk kehidupan manusia Allah telah memberikan hukum yang dinamakan sunnatullah dan bersifat tetap. Tetapi bagi Allah berlaku hukum pengecualian, karena sifat-Nya sebagai Pencipta yang Maha Kuasa. Allah adalah Penguasa mutlak. Hukum yang berlaku bagi manusia jelas berbeda dengan hukum yang berlaku bagi Allah. Bukankah Allah dalam mencipta segala sesuatu tidak melalui hukum sunnatullah yang berlaku bagi kehidupan manusia ? Allah telah menciptakan sesuatu yang tidak ada menjadi ada, menciptakan dari suatu benda mati menjadi benda hidup. Adakah yang dilakukan Allah dapat dinilai secara rasional ?
itulah diantara hal-hal yang dibahas oleh Abu Al-Hasan Al Asy`ary dalam segi aqidah dalam rangka koreksi terhadap faham mu`tazilah, disamping masalah takdir, malaikat dan hal-hal yang termasuk ghaibiyat.
Salah satu dialog beliau dengan Abu Ali Al Jubba`i yang terkenal adalah mengenai, apakah perbuatan Allah dapat diketahui hikmahnya atau di ta`lilkan
atau tidakl. Faham Mu`tazilah berpendapat bahwa perbuatan Allah dapat dita`lilkan dan diuraikan hikmahnya. Sedangkan menurut pendapat Ahlus Sunnah tidak. Berikut ini dialog antara Abu Al Hasan dengan Abu Ali al Jubba`I
Al Asy`ary (A) : Bagaimana kedudukan orang mukmin dan orang kafir menurut tuan?
Al Jubba`i (B) : Orang mukmin mendapat tingkat tinggi di dalam surga karena imannya dan orang kafir masuk ke dalam neraka.
A : Bagaimana dengan anak kecil?
B : anak kecil tidak akan masuk neraka
A : dapatkah anak kecil mendapatkan tingkat yang tinggi seperti orang mukmin?
B : tidak, karena tidak pernah berbuat baik
A : kalau demikian anak kecil itu akan memprotes Allah kenapa ia tidak diberi umur panjang untuk berbuat kebaikan
B : Allah akan menjawab, kalau Aku biarkan engkau hidup, engkau akan berbuat kejahatan atau kekafiran sehingga engkau tidak akan selamat.
A : kalau demikian, orang kafir pun akan protes ketika masuk neraka, mengapa Allah tidak mematikannya sewaktu kecil agar selamat dari neraka.
Abu Ali Al Jubba`i tidak dapat menjawab lagi, ternyata akal tidak dapat diandalkan.
Abu al Hasan Al Asy`ary dalam meninjau masalah ini selalu berdasar kepada sunnah Rasulullah. Itulah sebabnya maka madzhab yang dicetuskannya lebih dikenal dengan Ahlus Sunnah wal Jama`ah.
Abu al Hasan al Asy`ary Pencetus Faham Asy`ariyah
Namun karena pengaruh yang cukup dalam dari faham Mu`tazilah, pada mulanya cetudan pendapat Abu al Hasan sedikit banyak dipengaruhi oleh Ilmu Kalam.
Keadaan seperti ini sangat dimaklumi karena tantangan yang beliau hadapi adalah kelompok yang selalu berhujjah kepada rasio, maka usaha beliau untuk koreksi terhadap Mu`tazilah juga berusaha dengan memberikan jawaban yang rasional. Setidak-tidaknya beliau berusaha menjelaskan dalil-dalil dari Al Qur`an atau As Sunnah secara rasional. Hal ini dapat dilihat ketika beliau
membahas tentang sifat Allah dalam beberapa hal beliau masih menta`wilkan sebagiannya. Beliau menyampaikan pendapatnya tentang adanya sifat Allah yang wajib menurut akal.
Pada mulanya manhaj Abul Hasan Al Asy`ary dalam bidang aqidah menurut pengkuan secara teoritis pertama berdasarkan naqli atau wahyu yang terdiri dari Al Qur`an dan Al Hadits Al Mutawatir, dan kedua berdasarkan akal. Namun dalam prakteknya lebih mendahulukan akal daripada naql. Hal ini terbukti masih menggunakan penta`wilan terhadap ayat-ayat Al Qur`an tentang
sifat-sifat Allah, misalnya: yadullah diartikan kekuatan Allah, istiwa-uLlah dikatakan pengasaan dan sebagainya.
Contoh lain misalnya dalam menetapkan dua puluh sifat wajib bagi Allah, diawali dengan menetapkan hanya tiga sifat wajib, kemudian berkembang dalam menyinmpulkan menjadi lima sifat, tujuh sifat, dua belas sifat atau dan
akhirnya dua puluh sifat atau yang lebih dikenal dengan Dua puluh Sifat Allah. Dari dua puluh sifat itu tujuh diantaranya dikatakan sebagai sifat hakiki sedang tigabelas yang lain sifat majazi. Penetapan sifat hakiki dan
majazi adalah berdasarkan rasio.
Dikatakannya, penetapan tujuh sifat hakiki tersebut karena bila Allah tidak memilikinya berarti meniadakan Allah. Ketujuh sifat hakiki tersebut adalah hayyun bihayatin, alimun bi ilmin, qadirun bi qudratin, sami`un bi sam`in,
basyirun bi basharin, mutakallimun bi kalamin dan muridun bi iradatin.
Sedangkan mengenai tiga belas sifat majazi bila dikatakan sebagai sifat hakiki berarti tasybih atau menyamakan Allah dengan makhluk.
Ketika ditanyakan :Bagaimana menetapkan sifat hakiki tersebut, sedangkan sifat itu secara lafziah sama dengan sifat-sifat yang dimiliki oleh makhluk?
Jawabannya: Sifat-sifat tersebut dari segi lafaz sama dengan makhluk, namun bagi Allah SWT mempunyai arti `maha` sesuai dengan kedudukan Allah yang MahaKuasa. Kalau demikian seharusnya tidak perlu kawatir dalam menerapkan tiga belas sifat yang lain dengan mengatakannya sebagai sifat hakiki bukan
ditetapkan sebagai majazi, dengan pengertian sebagaimana dalam menetapkan tujuh sifat hakiki tersebut diatas, yakni walaupun sifat-sifat Allah dari segi lafaz sama seperti sifat-sifat yang dimiliki oleh manusia, namun sifat itu bila dinisbahkan kepada Allah akan mempunyai arti Maha.
Abu Al Hasan Al Asy`ary kembali ke Salaf
Pada akhirnya setelah banyak berdialog dengan seorang bernama Al Barbahari
(wafat 329 H), Abul Hasan Al Asy`ary menyadari kekeliruannya dalam pemahaman aqidah terutama dalam menetapkan sifat-sifat Allah dan hal lain tentang ghaibiyat. Empat tahun sebelum beliau wafat beliau mulai menulis buku Al Ibanah fi Ushul Al-Diyanah merupakan buku terakhir beliau sebagai pernyataankembali kepada faham Islam sesuai dengan tununan salaf. Namun buku ini tidak
sempat terbahas secara luas di kalangan umat Islam yang telah terpengaruh oleh pemikiran beliau sebelumnya.
Untuk mengenal lebih jauh tentang kaidah pemikiran beliau di bidang aqidah sesudah beliau kembali ke metode pemikiran salaf yang kemudian lebih dikenal dengan Salafu Ahli As Sunnah wa Al Jama`ah, beliau merumuskannya dalam tiga kaidah sebagai berikut:
1. Memberikan kebebasan mutlak kepada akal sama sekali tidak dapat memberikan pembelaan terhadap agama. Mendudukkan akal seperti ini sama saja dengan merubah aqidah. Bagaimana mungkin aqidah mengenai Allah dapat tegak jika akal bertentangan dengan wahyu.
2. Manusia harus beriman bahwa dalam urusan agama ada hukum yang bersifat taufiqi, artinya akal harus menerima ketentuan wahyu. Tanpa adanya hukum yang bersifat taufiqi maka tidak ada nilai keimanan.
3. Jika terjadi pertentangan antara wahyu dan akal maka wahyu wajib didahulukan dan akal berjalan dibelakang wahyu. Dan sama sekali tidak boleh mensejajarkan akal dengan wahyu apalagi mendahulukan akal atas wahyu.
Adapun manhaj Abul Hasan dalam memahami ayat (tafsir) adalah sebagai
berikut:
1. Menafsirkan ayat dengan ayat.
2. Menafsirkan ayat dengan hadits
3. Menafsirkan ayat dengan ijma`.
4. Menafsirkan ayat dengan makna zahir tanpa menta`wilkan kacuali ada dalil.
5. Menjelaskan bahwa Allah menurunkan Al Quran dalam bahasa Arab, untuk itu dalam memahami Al Quran harus berpegang pada kaidah-kaidah bahasa Arab.
6. Menafsirkan ayat dengan berpedoman kepada asbabun-nuzul dari ayat tersebut
7. Menjelaskan bahwa isi ayat Al Quran ada yang umum dan ada yang khusus,
kedua-duanya harus ditempatkan pada kedudukannya masing-masing.
Banyak sekali buku-buku karya Abul Hasan Al Asy`ary. Yang ditulis beliau
sebelum tahun 320 (sebelum kembali kepada manhaj salaf) lebih dari 60 buku.
Sedangkan yang ditulis sesudah tahun 320 hampir mencapai 30 buah buku,
diantara yang terakhir ini adalah Al Ibanah fi Ushul Ad Diyanah.
Wallahu A`lam.[1]

Abu Ibrahim berkata menirukan idiologi Mu`tazilah sbb:
Tidak akan ada perubahan dalam sunnatillah (Al Ahzab:62; lihat juga Fathir:43 dan Al Fath:23).
Itulah sebabnya mereka tidak percaya adanya mu`jizat, yang dianggapnya tidak rasional. Menurut mereka bila benar ada mu`jizat berarti Allah telah
melanggar sunnah-Nya sendiri.
Sudah barang tentu pendapat seperti ini bertentangan dengan apa yang dikajinya dari al Qur`an dan as Sunnah. Bukankah Allah menyatakan bahwa dirinya :
(Allah) melakukan segala apa yang Dia kehendaki (Hud : 10
Komentarku ( Mahrus ali )  :
Mu`jizat atau bukan mujizat terkadang firman Allah atau hadis itu bertentangan dengan akal pikiran dan manusia harus beriman saja dan pasrah saja kepada Allah . Bila harus rasional , maka seluruh orang genius akan beriman . ternyata  banyak kalangan profesor dalam segala macam disiplin ilmu juga tidak coclok dengan ajaran agama dan menentangnya. Itulah realita yang tidak bisa di bantah lagi. Allah berfirman :

فَهَدَى اللهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا لِمَا اخْتَلَفُوا فِيهِ مِنَ الْحَقِّ بِإِذْنِهِ وَاللهُ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ

Maka Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman kepada kebenaran tentang hal yang mereka perselisihkan itu dengan kehendak-Nya. Dan Allah selalu memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus.[2]

أَفَمَنْ زُيِّنَ لَهُ سُوءُ عَمَلِهِ فَرَآهُ حَسَنًا فَإِنَّ اللهَ يُضِلُّ مَنْ يَشَاءُ وَيَهْدِي مَنْ يَشَاءُ فَلاَ تَذْهَبْ نَفْسُكَ عَلَيْهِمْ حَسَرَاتٍ إِنَّ اللهَ عَلِيمٌ بِمَا يَصْنَعُونَ

Maka apakah orang yang dijadikan (syaitan) menganggap baik pekerjaannya yang buruk lalu dia meyakini pekerjaan itu baik, (sama dengan orang yang tidak ditipu oleh syaitan)? maka sesungguhnya Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dan menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya; maka janganlah dirimu binasa karena kesedihan terhadap mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.[3]

Ayat tersebut menjelaskan kehendak Allah yang memegang peran penting agar seseorang mendapat hidayah bukan kehendak manusia  sekalipun Rasulullah r  menghendaki pamannya untuk beriman tapi harapan itu tinggal harapan dan pamannya tetap menentang dan sampai ajal menjemputpun , kekufuran masih  mendominasi dalam pikiran sang paman . Begitu juga Ka`an anak Nabi Nuh sekalipun sang ayah berkeinginan agar anaknya mau menerima ajarannya tapi relaitannya , sampai keadaan banjir pun sang anak masih menjauh , begitu juga istrinya.

 Dalam suatu ayat di terangkan :

ضَرَبَ اللهُ  مَثَلاً  لِلَّذِينَ كَفَرُوا اِمْرَأَةَ نُوحٍ وَامْرَأَةَ لُوطٍ كَانَتَا تَحْتَ عَبْدَيْنِ مِنْ عِبَادِنَا صَالِحَيْنِ فَخَانَتَاهُمَا فَلَمْ يُغْنِيَا عَنْهُمَا مِنَ اللهِ شَيْئًا وَقِيلَ ادْخُلاَ النَّارَ مَعَ الدَّاخِلِينَ

Allah membuat isteri Nuh dan isteri Luth perumpamaan bagi orang-orang kafir. Keduanya berada di bawah pengawasan (menjadi istri )  dua orang hamba yang saleh di antara hamba-hamba Kami; lalu kedua isteri itu berkhianat kepada kedua suaminya, maka kedua suaminya itu tiada dapat membantu mereka sedikitpun dari (siksa) Allah; dan dikatakan (kepada keduanya); "Masuklah ke Neraka bersama orang-orang yang masuk (Neraka)".[4]
Di ayat lain , Allah menyatakan sbb:

وَهِيَ تَجْرِي بِهِمْ فِي مَوْجٍ كَالْجِبَالِ وَنَادَى نُوحٌ ابْنَهُ وَكَانَ فِي مَعْزِلٍ يَابُنَيَّ ارْكَبْ مَعَنَا وَلاَ تَكُنْ مَعَ الْكَافِرِينَ(42)قَالَ سَآوِي إِلَى جَبَلٍ يَعْصِمُنِي مِنَ الْمَاءِ قَالَ لاَ عَاصِمَ الْيَوْمَ مِنْ أَمْرِ اللهِ إِلاَّ مَنْ رَحِمَ وَحَالَ بَيْنَهُمَا الْمَوْجُ فَكَانَ مِنَ الْمُغْرَقِينَ(43)

Dan bahtera itu berlayar membawa mereka dalam gelombang laksana gunung. Dan Nuh memanggil anaknya sedang anak itu berada di tempat yang jauh terpencil: "Hai anakku, naiklah (ke kapal) bersama kami dan janganlah kamu berada bersama orang-orang yang kafir."
Anaknya menjawab: "Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat memeliharaku dari air bah!" Nuh berkata: "Tidak ada yang melindungi hari ini dari azab Allah selain Allah (saja) Yang Maha Penyayang". Dan gelombang menjadi penghalang antara keduanya; maka jadilah anak itu termasuk orang-orang yang ditenggelamkan.[5]
Upaya Nabi Nuh untuk mengislamkan anaknya sudah memuncak dan kehendak Allah tidak memenuhinya , lalu sang nabi tinggal pasrah kepada realita yang ada  dan anakpun mati dalam keadaan tidak beriman.

Bila mu`jizat itu harus sama dengan akal pikiran , maka bagaimanakah tongkat Musa bisa menjadi ular dan lautan bisa di lewati oleh Musa hanya dengan  di pukul oleh tongkat Musa . Sudah tentu , sulit sekali di analogkan dengan akal pikiran yang sehat. Tapi ini relaita yang telah berlalu dan sejarah yang telah di cantumkan dalam al Quran tidak di ragukan lagi . Allah berfirman :

فَأَوْحَيْنَا إِلَى مُوسَى أَنِ اضْرِبْ بِعَصَاكَ الْبَحْرَ فَانْفَلَقَ فَكَانَ كُلُّ فِرْقٍ كَالطَّوْدِ الْعَظِيمِ(63)

Lalu Kami wahyukan kepada Musa: "Pukullah lautan itu dengan tongkatmu". Maka terbelahlah lautan itu dan tiap-tiap belahan adalah seperti gunung yang besar.[6]
قَالَ أَلْقِهَا يَامُوسَى(19)فَأَلْقَاهَا فَإِذَا هِيَ حَيَّةٌ تَسْعَى(20)قَالَ خُذْهَا وَلاَ تَخَفْ سَنُعِيدُهَا سِيرَتَهَا الْأُولَى(21)وَاضْمُمْ يَدَكَ إِلَى جَنَاحِكَ تَخْرُجْ بَيْضَاءَ مِنْ غَيْرِ سُوءٍ ءَايَةً أُخْرَىلِنُرِيَكَ مِنْ ءَايَاتِنَا الْكُبْرَى

Allah berfirman: "Lemparkanlah ia, hai Musa!"Lalu dilemparkannyalah tongkat itu, maka tiba-tiba ia menjadi seekor ular yang merayap dengan cepat.Allah berfirman: "Peganglah ia dan jangan takut, Kami akan mengembalikannya kepada keadaannya semula,dan kepitkanlah tanganmu ke ketiakmu niscaya ia ke luar menjadi putih cemerlang tanpa cacad, sebagai mu`jizat yang lain (pula),untuk Kami perlihatkan kepadamu sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Kami yang sangat besar,[7]

Secara rasionalnya  , tongkat di lemparkan atau di pegang takkan menjadi ular besar yang bisa berjalan , tapi mengapa tongkat Nabi Musa ketika di lemparkan menjadi ular yang bisa menakutkan rakyat Firaun dan Fir`aunya. Ini sejarah yang benar dan tidak bisa di pungkiri . Bagi orang yang ingkar bisa di katakan kafir . Sebab dia ingkar kepada ayat. Allah berfirman :

وَمِنْهُمْ مَنْ يَسْتَمِعُ إِلَيْكَ وَجَعَلْنَا عَلَى قُلُوبِهِمْ أَكِنَّةً أَنْ يَفْقَهُوهُ وَفِي ءَاذَانِهِمْ وَقْرًا وَإِنْ يَرَوْا كُلَّ ءَايَةٍ لاَ يُؤْمِنُوا بِهَا حَتَّى إِذَا جَاءُوكَ يُجَادِلُونَكَ يَقُولُ الَّذِينَ كَفَرُوا إِنْ هَذَا إِلاَّ أَسَاطِيرُ اْلأَوَّلِينَ(25)

Dan di antara mereka ada orang yang mendengarkan (bacaan) mu, padahal Kami telah meletakkan tutupan di atas hati mereka (sehingga mereka tidak) memahaminya dan (Kami letakkan) sumbatan di telinganya. Dan jikapun mereka melihat segala tanda (kebenaran), mereka tetap tidak mau beriman kepadanya. Sehingga apabila mereka datang kepadamu untuk membantahmu, orang-orang kafir itu berkata: "Al Qur'an ini tidak lain hanyalah dongengan orang-orang dahulu".[8]

Nabi Isa as bisa menjadikan burung yang berterbangan dari tanah liat. Siapakah yang bisa meng analogkan kejadian ini dengan akal pikirannya . Tanah adalah tanah , tapi bisa menjadi burung yang bersayap dan berkaki , memiliki darah dan jantung yang bisa terbang .  Sudah tentu hal ini relaita yang tidak rasional tapi harus dipercaya. Allah berfirman :
وَرَسُولاً  إِلَى بَنِي إِسْرَائِيلَ أَنِّي قَدْ جِئْتُكُمْ بِآيَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ أَنِّي أَخْلُقُ لَكُمْ مِنَ الطِّينِ كَهَيْئَةِ الطَّيْرِ فَأَنْفُخُ فِيهِ فَيَكُونُ طَيْرًا بِإِذْنِ اللهِ وَأُبْرِئُ اْلأَكْمَهَ وَاْلأَبْرَصَ وَأُحْيِي الْمَوْتَى بِإِذْنِ اللهِ وَأُنَبِّئُكُمْ بِمَا تَأْكُلُونَ وَمَا تَدَّخِرُونَ فِي بُيُوتِكُمْ إِنَّ فِي ذَلِكَ لاَيَةً لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ(49)

Dan (sebagai) Rasul kepada Bani Israil (yang berkata kepada mereka): "Sesungguhnya aku telah datang kepadamu dengan membawa sesuatu tanda (mu`jizat) dari Tuhanmu, yaitu aku membuat untuk kamu dari tanah berbentuk burung; kemudian aku meniupnya, maka ia menjadi seekor burung dengan seizin Allah; dan aku menyembuhkan orang yang buta sejak dari lahirnya dan orang yang berpenyakit sopak; dan aku menghidupkan orang mati dengan seizin Allah; dan aku kabarkan kepadamu apa yang kamu makan dan apa yang kamu simpan di rumahmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu adalah suatu tanda (kebenaran kerasulanku) bagimu, jika kamu sungguh-sungguh beriman."[9]

إِذْ قَالَ اللهُ  يَاعِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ اذْكُرْ نِعْمَتِي عَلَيْكَ وَعَلى وَالِدَتِكَ إِذْ أَيَّدْتُكَ بِرُوحِ الْقُدُسِ تُكَلِّمُ النَّاسَ فِي الْمَهْدِ وَكَهْلاً  وَإِذْ عَلَّمْتُكَ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَالتَّوْرَاةَ وَالْإِنْجِيلَ وَإِذْ تَخْلُقُ مِنَ الطِّينِ كَهَيْئَةِ الطَّيْرِ بِإِذْنِي فَتَنْفُخُ فِيهَا فَتَكُونُ طَيْرًا بِإِذْنِي وَتُبْرِئُ اْلأَكْمَهَ وَاْلأَبْرَصَ بِإِذْنِي وَإِذْ تُخْرِجُ الْمَوْتَى بِإِذْنِي وَإِذْ كَفَفْتُ بَنِي إِسْرَائِيلَ عَنْكَ إِذْ جِئْتَهُمْ بِالْبَيِّنَاتِ فَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْهُمْ إِنْ هَذَا إِلاَّ سِحْرٌ مُبِينٌ(110)

(Ingatlah), ketika Allah mengatakan: "Hai `Isa putra Maryam, ingatlah ni`mat-Ku kepadamu dan kepada ibumu di waktu Aku menguatkan kamu dengan ruhul qudus. Kamu dapat berbicara dengan manusia di waktu masih dalam buaian dan sesudah dewasa; dan (ingatlah) di waktu Aku mengajar kamu menulis, hikmah, Taurat dan Injil, dan (ingatlah pula) di waktu kamu membentuk dari tanah (suatu bentuk) yang berupa burung dengan izin-Ku, kemudian kamu meniup padanya, lalu bentuk itu menjadi burung (yang sebenarnya) dengan seizin-Ku. Dan (ingatlah), waktu kamu menyembuhkan orang yang buta sejak dalam kandungan ibu dan orang yang berpenyakit sopak dengan seizin-Ku, dan (ingatlah) di waktu kamu mengeluarkan orang mati dari kubur (menjadi hidup) dengan seizin-Ku, dan (ingatlah) di waktu Aku menghalangi Bani Israil (dari keinginan mereka membunuh kamu) di kala kamu mengemukakan kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, lalu orang-orang kafir di antara mereka berkata: "Ini tidak lain melainkan sihir yang nyata."[10]

Bila mutazilah tidak percaya mujizat seperti itu sudah tentu ketinggalan dan bisa di katakan kafir karena menentang kepada ayat al Quran yang ber arti menentang kepada Rasulullah r  dan Allah .

Abu Ibrahim berkata dalam berkisah tentang Abul hasan al asy`ari sbb:
Salah satu dialog beliau dengan Abu Ali Al Jubba`i yang terkenal adalah mengenai, apakah perbuatan Allah dapat diketahui hikmahnya atau di ta`lilkan atau tidak. Faham Mu`tazilah berpendapat bahwa perbuatan Allah dapat
dita`lilkan dan diuraikan hikmahnya. Sedangkan menurut pendapat Ahlus Sunnah tidak
, misalnya: yadullah diartikan kekuatan Allah, istiwa-u
Llah dikatakan penguasaan dan sebagainya.
Contoh lain misalnya dalam menetapkan dua puluh sifat wajib bagi Allah,diawali dengan menetapkan hanya tiga sifat wajib, kemudian berkembang dalam
menyinmpulkan menjadi lima sifat, tujuh sifat, dua belas sifat atau dan akhirnya dua puluh sifat atau yang lebih dikenal dengan Dua puluh Sifat Allah. Dari dua puluh sifat itu tujuh diantaranya dikatakan sebagai sifat
hakiki sedang tigabelas yang lain sifat majazi. Penetapan sifat hakiki dan majazi adalah berdasarkan rasio

Komentarku ( Mahrus ali )  :

 Perbuatan Allah itu atas kehendakNya  terserah manusia mampu untuk mengetahui hikmahnya atau tidak. Ada  manusia yg mampu menggalinya dan ada yang tidak.  Allah tetap melakukan sesuatu sesuai dengan kehendakNya . Allah berfirman :

أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللهَ يَسْجُدُ لَهُ مَنْ فِي السَّمَوَاتِ وَمَنْ فِي اْلأَرْضِ وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُ وَالنُّجُومُ وَالْجِبَالُ وَالشَّجَرُ وَالدَّوَابُّ وَكَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ وَكَثِيرٌ حَقَّ عَلَيْهِ الْعَذَابُ وَمَنْ يُهِنِ اللهُ  فَمَا لَهُ مِنْ مُكْرِمٍ إِنَّ اللهَ يَفْعَلُ مَا يَشَاءُ

Apakah kamu tiada mengetahui, bahwa kepada Allah bersujud apa yang ada di langit, di bumi, matahari, bulan, bintang, gunung, pohon-pohonan, binatang-binatang yang melata dan sebagian besar daripada manusia? Dan banyak di antara manusia yang telah ditetapkan azab atasnya. Dan barangsiapa yang dihinakan Allah maka tidak seorangpun yang memuliakannya. Sesungguhnya Allah berbuat apa yang Dia kehendaki.[11]

 Allah dalam menciptakan manusia tanpa izin ayah dan ibunya atau kepala sukunya , bahkan kalau perlu sekalipun ayahnya meninggal , anak tetap di lahirkan . Tiada kekuatan di alam ini yang menolak kehendak Allah . Dalam suatu hadis di jelaskan :

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ كُنْتُ خَلْفَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا فَقَالَ يَا غُلاَمُ إِنِّي أُعَلِّمُكَ كَلِمَاتٍ احْفَظِ اللهَ يَحْفَظْكَ احْفَظِ اللهَ تَجِدْهُ تُجَاهَكَ إِذَا سَأَلْتَ فَاسْأَلِ اللهَ وَإِذَا اسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ بِاللهِ وَاعْلَمْ أَنَّ الْأُمَّةَ لَوِ اجْتَمَعَتْ عَلَى أَنْ يَنْفَعُوكَ بِشَيْءٍ لَمْ يَنْفَعُوكَ إِلاَّ بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللهُ  لَكَ وَلَوِ اجْتَمَعُوا عَلَى أَنْ يَضُرُّوكَ بِشَيْءٍ لَمْ يَضُرُّوكَ إِلاَّ بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللهُ  عَلَيْكَ رُفِعَتِ اْلأَقْلاَمُ وَجَفَّتِ الصُّحُفُ قَالَ هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ *

Ibnu Abbas ra  berkata  :” Pada suatu hari,aku di belakang Rasulullah SAW  ,lalu beliau bersabda  : “  Wahai anak muda !  Sesungguhnya aku mengajarimu beberapa kalimat . Jagalah Allah  , Dia akan menjagamu  . ( Perhatikan ajaranNya ) . Jagalah Allah , kamu akan menjumpaiNya di mukamu ( Bila kamu butuh akan di kabulkan ) . Bila kamu minta sesuatu , mintalah kepada Allah .( Dan jangan syirik atau minta kepada berhala,orang mati ,pohon , jin dll )  . Bila kamu minta tolong mintalah kepada Allah . Ketahuilah bila umat  berkumpul untuk memberikan manfaat kepadamu , maka  tidak akan mampu memberikannya kecuali sesuatu yang  telah ditulis oleh Allah untuk mu . Bila mereka berkumpul  untuk memberikan bahaya kepada mu dengan sesuatu , maka tidak akan mampu membahayakan  kepada mu  kecuali dengan sesuatu  yang telah ditulis oleh Allah untukmu . Pena telah diangkat dan lembaran telah kering . [12] ( Hasan sahih , kata  Tirmidzi )

Abu Ibrahim juga berkata  dalam berkisah  tentang Abul hasan sbb:

Contoh lain misalnya dalam menetapkan dua puluh sifat wajib bagi Allah,diawali dengan menetapkan hanya tiga sifat wajib, kemudian berkembang dalam
menyinmpulkan menjadi lima sifat, tujuh sifat, dua belas sifat atau dan akhirnya dua puluh sifat atau yang lebih dikenal dengan Dua puluh Sifat
Allah. Dari dua puluh sifat itu tujuh diantaranya dikatakan sebagai sifat hakiki sedang tigabelas yang lain sifat majazi. Penetapan sifat hakiki dan majazi adalah berdasarkan rasio
Komentarku ( Mahrus ali )  :

Begitulah manusia yang ingin mencanangkan sifat Allah dengan akal pikirannya bukan dengan al Quran . Jadi asalnya tiga lalu  berkembang …………….  Sampai dua puluh sifat . Itu menunjukkan perjalanan pikiran sang pencetus sifat dua puluh itu mulai dari tiga sifat lalu menjadi dua puluh . Bila di lanjutkan , maka akan  bertambah lagi  sifat Allah , entah sampai berapa sifat lagi …………… .Jadi jelas kelirunya bila kita   ikut akal pikiran manusia , lalu kita  ingin selamat  , tahu – tahu terseret kepada neraka Sa`ir . Dan itulah realita  kebanyakan manusia. Allah berfirman :

قَالَ أَرَأَيْتَكَ هَذَا الَّذِي كَرَّمْتَ عَلَيَّ لَئِنْ أَخَّرْتَنِ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ َلأَحْتَنِكَنَّ ذُرِّيَّتَهُ إِلاَّ قَلِيلاً (62)قَالَ اذْهَبْ فَمَنْ تَبِعَكَ مِنْهُمْ فَإِنَّ جَهَنَّمَ جَزَاؤُكُمْ جَزَاءً مَوْفُورًا(63)وَاسْتَفْزِزْ مَنِ اسْتَطَعْتَ مِنْهُمْ بِصَوْتِكَ وَأَجْلِبْ عَلَيْهِمْ بِخَيْلِكَ وَرَجِلِكَ وَشَارِكْهُمْ فِي اْلأَمْوَالِ وَاْلأَولاَدِ وَعِدْهُمْ وَمَا يَعِدُهُمُ الشَّيْطَانُ إِلاَّ غُرُورًا(64)إِنَّ عِبَادِي لَيْسَ لَكَ عَلَيْهِمْ سُلْطَانٌ وَكَفَى بِرَبِّكَ وَكِيلاً (65)

Dia (iblis) berkata: "Terangkanlah kepadaku inikah orangnya yang Engkau muliakan atas diriku? Sesungguhnya jika Engkau memberi tangguh kepadaku sampai hari kiamat, niscaya benar-benar akan aku sesatkan keturunannya, kecuali sebahagian kecil".Tuhan berfirman: "Pergilah, barangsiapa di antara mereka yang mengikuti kamu, maka sesungguhnya neraka Jahannam adalah balasanmu semua, sebagai suatu pembalasan yang cukup.Dan hasunglah siapa yang kamu sanggupi di antara mereka dengan ajakanmu, dan kerahkanlah terhadap mereka pasukan berkuda dan pasukanmu yang berjalan kaki dan berserikatlah dengan mereka pada harta dan anak-anak dan beri janjilah mereka. Dan tidak ada yang dijanjikan oleh syaitan kepada mereka melainkan tipuan belaka.Sesungguhnya hamba-hamba-Ku, Kamu tidak dapat berkuasa atas mereka. Dan cukuplah Tuhan-mu sebagai Penjaga".[13]

Ayat tersebut menjelaskan juga  sedikit sekali manusia yang bisa masuk ke surga .Kebanyakan mereka terjaring oleh rayuan dan tipuan atau akal bulus Iblis atau manusia yang berkarakter Iblis.

Karya Abul Hasan al asy `ari




[1] trimudilah.wordpress.com / Dinukil dari tulisan Abu Ibrahim pada Majalah As Sunnah No.01/Th.I Nov 1992.

[2] Al Baqarah 213
[3] Fathir 8
[4]  At Tahrim  10
[5] Hud 42-43
[6]  Syuara` -63
[7] Thoha 19-23
[8] Alan`am 25
[9] Ali imran 49
[10] Al maidah 110
[11] Al Haj 18
[12] HR Tirmidzi 2516
[13] Alisra` 62- 65
Artikel Terkait

9 komentar:

  1. Anda ibarat minuman keras yang harus dijauhi,karena akan menimbulkan permusuhan, disaat umat Islam butuh persatuan, justru telah rusak olleh Anda. Camkan !!!

    BalasHapus
  2. Untuk Little Fairy
    Kalau artikel ahli bid`ah, sekuler , kamu anggap es jus yang harus di minum untuk menyegarkan nafsumu. Sedang artikel yang kritis , bagus dengan menggunakan dalil , kamu anggap minuman keras. Kamu jebolan SMA yang tidak mengerti kebenaran dan kesalahan, belajarlah Islam kepada guru ahlus sunnah, jangan ke guru ahli bid`ah.

    BalasHapus
  3. berkata Imam as safaroini al hambali dalam lawamiul anwar:

    : أهل السنة والجماعة ثلاث فرق:الأثرية وامامهم أحمدبن حنبل والأشعرية وامامهم أبو الحسن الأشعري والماتريدية وإمامهم أبو منصور الماتريدي وأما فرق الضلالة فكثيرة جداً . ا.هـ


    :Ahlu sunnah wal jamaah adalah tiga kelompok,al atsariyah dengan imamnya yaitu Imam Ahmad bin Hambal,dan al asy'ariyah dengan Imamnya Aul hasan al asyari,juga almaturidiyah dengan Imamnya Abu manshur al maturidi,dan adapun kelompok sesat,maka sangat banyak sekali.
    MAKA TIDAKLAH MENG'ITIQADKAN BAHWA KALANGAN ASYARIYAH SESAT DAN BODOH kecuali orang orang yang tolol dan bodoh,atau ahli bidah yang menyimpang dari kebenaran,dan jangan mencela mereka,dan tidaklah menisbatkan kepada mereka hal yang tidak tepat kecuali ia adalah orang fasiq,dan nyata Allah telah berfirman:Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang Mukmin laki-laki dan perempuan tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata.” (Al-Ahzab: 58)

    BalasHapus

  4. Untuk fauzi
    Perkataan Imam as safaroini al hambali bukan hujjah, boleh di buang boleh di pegang, sayang sekali tidak membawakan dalil. danbacalah lagi kesesatan sifat wajib dua puluh. klik disini:
    http://mantankyainu.blogspot.com/2011/06/sifat-wajib-dua-puluh-ajaran-sesat.html

    BalasHapus
  5. Sebaik-baik generasi, adalah generasiku dan seterusnya,, jadi saya lebih yakin sama imam saya, dibanding dengan imam anda yang hidup belakangan,,, dan anda termasuk generasi awam yang diselimuti nafsu warisan yahudi memecah belah Islam.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tolong tunjukkan yang salah dalam artikelku

      Hapus
    2. Buat mas tutor, anda taqlid buta ya? Malu ah, dalil ya dilawan dengan dalil. Kalo main pokoknya, kayak adek saya yang masih SD dong hehehe

      Hapus
    3. Bagi ana orang awam, itu artikel sangat sangat luar biasa, dengan dalil dalil yang tepat, tapi salah tempat.

      Hapus
    4. Untuk yoedha abdi
      Mana dalil yang kamu katakan salah tempat, tunjukkan, jangan diam saja, katakan. Jangan nulis saja tanpa di tunjukkan mana yang harus diperbaiki.

      Hapus

Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan