Fase ke 2 tentang hukum mencoblos dlm pilkada atau pemilu.
Ust. Muhammad Abduh Tuasikal menulis :
Manakah yang mesti dipilih jika ada dua pilihan. Ada calon pemimpin yang
muslim namun suka bermaksiat, ataukah non muslim yang dikatakan bersih dan adil?
Yang jelas, tidak pantas non muslim menguasai rakyat yang
mayoritas muslim. Kenapa demikian?
Karena memang Allah melarangnya. Islam itu tinggi, artinya
di atas, bukan di bawah, bukan berada dalam kekuasaan non muslim. Sangat tidak
pantas Islam yang mulia ini malah dikuasai oleh non muslim.
Allah Ta’ala berfirman,
وَلَنْ يَجْعَلَ اللَّهُ لِلْكَافِرِينَ عَلَى
الْمُؤْمِنِينَ سَبِيلًا
“Dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang
kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman.” (QS. An Nisa’: 141)
Memang pernah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
mempekerjakan non muslim sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut,
وَاسْتَأْجَرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ، وَأَبُو بَكْرٍ رَجُلًا مِنْ بَنِي الدِّيلِ هَادِيًا خِرِّيتًا،
وَهُوَ عَلَى دِينِ كُفَّارِ قُرَيْشٍ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Abu Bakar
mengupah seorang laki-laki dari Bani Ad Diil sebagai petunjuk jalan, dan dia
adalah seorang beragama kafir Quraisy.” (HR. Bukhari no. 2264). Namun ingat itu
dipekerjakan, bukan berada di atas, bukan sebagai pemimpin.
Lantas manakah yang mending memiliki pemimpin muslim namun
kerap korupsi ataukah pemimpin non muslim yang jujur, adil dan anti korupsi?
Kita dapat ambil pelajaran dari perkataan ‘Abdullah bin
Mas’ud berikut ini.
Ibnu Mas’ud berkata,
لأَنْ أَحْلِفَ بِاللَّهِ كَاذِبًا أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ
أنْ أَحْلِفَ بِغَيْرِهِ وَأنَا صَادِقٌ
“Aku bersumpah dengan nama Allah dalam keadaan berdusta
lebih aku sukai daripada aku jujur lalu bersumpah dengan nama selain Allah.” (HR.
Ath Thobroni dalam Al Kabir. Guru kami, Syaikh Sholeh Al ‘Ushoimi berkata bahwa
sanad hadits ini shahih).
Kata Syaikh Sholeh Al Fauzan, di antara faedah dari hadits
di atas adalah bolehnya mengambil mudarat yang lebih ringan ketika berhadapan
dengan dua kemudaratan. (Al Mulakhos fii Syarh Kitabit Tauhid, hal. 328).
Kaedah dari pernyataan di atas disebutkan oleh Ibnu Hajar Al
Asqolani rahimahullah,
اِرْتِكَابُ أَخَفِّ المفْسَدَتَيْنِ بِتَرْكِ
أَثْقَلِهِمَا
“Mengambil mafsadat yang lebih ringan dari dua mafsadat yang
ada dan meninggalkan yang lebih berat.” (Fathul Bari, 9: 462)
Dalam kitab yang sama, Ibnu Hajar juga menyatakan kaedah,
جَوَازُ اِرْتِكَابِ أَخَفِّ الضَّرَرَيْنِ
“Bolehnya menerjang bahaya yang lebih ringan.” (Fathul Bari,
10: 431)
Kalau kita bandingkan saat mesti memilih antara pemimpin
muslim yang gemar maksiat dengan pemimpin non muslim yang jujur dan adil, maka
tetap saja pemimpin muslim lebih utama untuk dijadikan pilihan. Mudaratnya tentu
lebih ringan. Apa alasannya?
Alasan pertama, kita tidak boleh mengambil pemimpin dari
orang kafir. Alasan kedua, kita akan lebih mudah dalam menjalani agama karena
pemimpin semacam itu lebih mengerti akan kebutuhan kaum muslimin. Alasan ketiga,
non muslim tidak mudah menindas kaum muslimin atau menyebar ajaran mereka.
Kezaliman yang dilakukan oleh pemimpin muslim misalnya
dengan korupsi, itu adalah kesalahannya. Ia akan dimintai pertanggungjawaban di
sisi Allah atas tindak jeleknya. Namun agama kita pasti akan lebih selamat dan
orang muslim pun akan peduli pada sesama saudaranya. Beda halnya dengan non
muslim. Muslim yang bermaksiat masih lebih mending, berbeda dengan non muslim
yang diancam akan kekal di neraka.
Jadi bagi yang masih mengatakan pemimpin non muslim itu
lebih baik, berpikirlah dengan nalar yang baik dan banyak mengkaji ayat-ayat Al
Qur’an. Lihatlah bagaimana Allah menyebut non muslim dalam ayat berikut ini,
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ
وَالْمُشْرِكِينَ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا أُولَئِكَ هُمْ شَرُّ
الْبَرِيَّةِ
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir yakni ahli Kitab dan
orang-orang yang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahannam; mereka kekal di
dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk.” (QS. Al Bayyinah: 6). Ini
firman Allah loh yang tidak mungkin keliru. Beda kalau tidak percaya akan wahyu.
Loyalitas seorang muslim haruslah kepada sesama muslim bukan
kepada yang berlawanan agama dengannya. Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَتَّخِذُواْ
الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاء بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاء بَعْضٍ وَمَن
يَتَوَلَّهُم مِّنكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللّهَ لاَ يَهْدِي الْقَوْمَ
الظَّالِمِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil
orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka
adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil
mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya
Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (QS. Al Maidah: 51)
Dalam ayat lain disebutkan,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا عَدُوِّي
وَعَدُوَّكُمْ أَوْلِيَاء
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil
musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia.” (QS. Al Mumtahanah: 1)
Marilah kaum muslimin melihat realita yang terjadi. Cobalah
renungkan sejenak, bagaimana nasibnya nanti jika akhirnya pemimpin non muslim
yang akan maju sebagai pewaris kekuasaan.
Hanya Allah yang memberi taufik.
—
Disusun di malam hari, 13 Sya’ban 1435 H di Pesantren Darush
Sholihin Gunungkidul
Akhukum fillah: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Rumaysho.Com
Sumber : https://rumaysho.com/7911-memilih-pemimpin-muslim-ataukah-n…
Komentarku ( Mahrus ali ) :
Secara global apa yg ditulis oleh Muhammad Abduh Tuasikal
benar. Untuk masalah kafir jujur dan muslim korupsi ini masih perlu realita . Sy
blm jumpai pejabat kafir yg jujur dan tdk korupsi . Ahok sj yg katanya
terbersih ternyata masih terlibat banyak kasus korupsi yg blm di tangani oleh
KPK .
Masalah nyoblos pemimpin muslim dlm pilkada tidak ada dalil
yg mengharamkan bahkan dilarang memilih pimpinan yg kafir sebagaimana ayat :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَتَّخِذُواْ
الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاء بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاء بَعْضٍ وَمَن
يَتَوَلَّهُم مِّنكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللّهَ لاَ يَهْدِي الْقَوْمَ
الظَّالِمِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil
orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka
adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil
mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya
Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (QS. Al Maidah: 51)
Demokrasi dlm pemilihan gubernur atau bupati tdk
bertentangan dg islam. Terpilihnya Abu bakar itupun dg jalan demokrasi –
pemilihan pimpinan, tdk langsung di tunjuk Nabi shallallahu alaihi wasallam .
(BUKHARI - 3394) :
قَالَ وَاجْتَمَعَتْ الْأَنْصَارُ إِلَى سَعْدِ بْنِ
عُبَادَةَ فِي سَقِيفَةِ بَنِي سَاعِدَةَ فَقَالُوا مِنَّا أَمِيرٌ وَمِنْكُمْ
أَمِيرٌ فَذَهَبَ إِلَيْهِمْ أَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ وَأَبُو عُبَيْدَةَ
بْنُ الْجَرَّاحِ
………... Perawi berkata lagi; "Kemudian kaum Anshar
berkumpul menemui Sa'ad bin 'Ubadah di tenda / bangsal Bani Sa'adah
lalu mereka berkata; "Dari pihak kami ada pemimpinnya
begitu juga dari pihak kalian (Muhajirin) ada pemimpinnya". Lalu Abu Bakr
dan 'Umar bin Al Khaththab serta Abu 'Ubaidah bin Al Jarah mendatangi mereka.
فَذَهَبَ عُمَرُ يَتَكَلَّمُ فَأَسْكَتَهُ أَبُو بَكْرٍ
وَكَانَ عُمَرُ يَقُولُ وَاللَّهِ مَا أَرَدْتُ بِذَلِكَ إِلَّا أَنِّي قَدْ
هَيَّأْتُ كَلَامًا قَدْ أَعْجَبَنِي خَشِيتُ أَنْ لَا يَبْلُغَهُ أَبُو بَكْرٍ
ثُمَّ تَكَلَّمَ أَبُو بَكْرٍ فَتَكَلَّمَ أَبْلَغَ النَّاسِ فَقَالَ فِي
كَلَامِهِ نَحْنُ الْأُمَرَاءُ وَأَنْتُمْ الْوُزَرَاءُ
'Umar memulai bicara namun Abu Bakr menyuruhnya diam. 'Umar
berkata; "Sungguh aku tidak bermaksud hal seperti itu. Hanya saja aku
telah mempersiapkan pembicaraan yang menarik buatku . Aku khawatir jika tidak
disampaikan oleh Abu Bakr. Kemudian Abu Bakr mulai berbicara seperti layaknya
orator dg bahasa fasih dan lancar
Dia berkata dalam bagian pembicaraannya itu; "Kami (Muhajirin)
adalah pemimpin sedangkan kalian adalah para menterinya".
فَقَالَ حُبَابُ بْنُ الْمُنْذِرِ لَا وَاللَّهِ لَا
نَفْعَلُ مِنَّا أَمِيرٌ وَمِنْكُمْ أَمِيرٌ فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ لَا وَلَكِنَّا
الْأُمَرَاءُ وَأَنْتُمْ الْوُزَرَاءُ هُمْ أَوْسَطُ الْعَرَبِ دَارًا
وَأَعْرَبُهُمْ أَحْسَابًا فَبَايِعُوا عُمَرَ أَوْ أَبَا عُبَيْدَةَ بْنَ
الْجَرَّاحِ
Spontan Hubab bin Al Mundzir berkata; "Tidak, demi
Allah, kami tidak mau seperti itu. Tapi kami mempunyai pemimpin dan kalianpun
mempunyai pemimpin tersendiri". Abu Bakr menjawab; "Tidak. Tapi kami
adalah pemimpin sedangkan kalian para menterinya. Para Muhajirin adalah orang
Arab yang tempat tinggalnya paling tengah ( Makkah ) dan Arab yang paling baik
perbuatannya Untuk itu berbai'atlah (berjanji setia) kepada 'Umar atau Abu 'Ubaidah
bin Al Jarah".
فَقَالَ عُمَرُ بَلْ نُبَايِعُكَ أَنْتَ فَأَنْتَ
سَيِّدُنَا وَخَيْرُنَا وَأَحَبُّنَا إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَخَذَ عُمَرُ بِيَدِهِ فَبَايَعَهُ وَبَايَعَهُ النَّاسُ
Maka 'Umar berkata; "Tidak begitu. Sebaliknya kami yang
berbai'at kepadamu. Karena, sungguh kamu adalah penghulu kami, orang terbaik
kami dan orang yang paling dicintai Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam".
Lalu 'Umar memegang tangan Abu Bakr lalu berbai'at kepadanya dan kemudian
diikuti oleh orang banyak.
Komentarku ( Mahrus ali ) :
Dlm hadis riwayat Bukhari ini, Abu bakar menjadi khalifah
dipilih oleh sahabat Ansor dan sebagian muhajirin bukan langsung dipilih oleh
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Juga tdk mengangkat dirinya sendiri. Itulah
macam demokrasi dlm memilih pimpinan di masa sahabat.
Di masa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam , pimpinan
langsung di pilih oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam spt Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam memilih pimpinan perang dll. Bila sistem ini
diperaktekkan sekarang , mk tambah bahaya bagi umat Islam . Sebab Bupati dan
gubernur di pilih oleh Jokowi dari partai PDIP. Boleh jadi akan dipilih
pemimpin yg anti Islam dan dari kader PDIP .
Bila pemimpin mengangkat dirinya sendiri , mk bawahannya
tidak akan taat dan programnya tdk akan berjalan lancar. Boleh jadi orang lain
akan mengangkat dirinya sendiri menjadi pimpinan. Dan akan terjadi carut marut
dlm kepemerintahan.
Bagi yg tdk ikut menyoblos ber arti membantu orang PKI
menjadi pimpinan dan mengalahkan paslon muslim. Boleh jadi, akibatnya seluruh
DPR dari orang PKI yg ganas pd Islam.
Dia melanggar ayat :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا
الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِن دُونِ الْمُؤْمِنِينَ ۚ أَتُرِيدُونَ أَن
تَجْعَلُوا لِلَّهِ عَلَيْكُمْ سُلْطَانًا مُّبِينًا
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang
kafir menjadi wali / pemimpin dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Inginkah
kamu mengadakan alasan yang nyata bagi Allah (untuk menyiksamu)? 144 nisa`
Tapi bila kaum muslimin mau memilih boleh jadi paslon muslim
seluruhnya akan menang dan seluruh DPR di kuasai muslim yg berkualitas lalu
bisa melakukan pembatalan peraturan yg bertentangan dengan Islam dan melakukan
amandemen untuk mengantikan UU dengan al quran sbgmn terjadi di Turky , UU sekuler
sedikit demi sedikit di hilangkan. Kaum syi`an di Iran menang , maka UU Negara
nya asalnya kerajaan sekuler diganti dengan UU yg senafas dg ajaran Syi`ah.
Demokrasi yg dilarang itu demokrasi hukum, social , ekonomi ,
dimana kebenaran suatu hokum atas dasar suara mayoritas bukan dalil. Bukan
coblosan pilkada atau pemilu yg tdk bertentangan dg Isam.
Bersambung…………………….
Artikel Terkait
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan