Anda menyatakan lagi:
Namun ada riwayat shahih lainnya yang dapat dijadikan syahid (meski syahid yang mensyahidkan riwayat shahih juga). Terdapat dalam Sunan Kubra punya al-Imam al-Baihaqi al-Syafi'i al-Asy'ari, sbb;
أَخْبَرَنَا
أَبُو عَبْدِ اللَّهِ الْحَافِظُ، أنبأ أَبُو الْحَسَنِ عَلِيُّ بْنُ مُحَمَّدِ
بْنِ عُقْبَةَ الشَّيْبَانِيُّ بِالْكُوفَةِ، ثنا مُحَمَّدُ بْنُ الْحَسَنِ بْنِ
أَبِي الْحُنَيْنِ، ثناالْفَضْلُ بْنُ دُكَيْنٍ، ثنا جَعْفَرُ بْنُ بُرْقَانَ،
عَنْ مَيْمُونِ بْنِ مِهْرَانَ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ، قَالَ: سُئِلَ النَّبِيُّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الصَّلاةِ فِي السَّفِينَةِ، فَقَالَ:
كَيْفَ أُصَلِّي فِي السَّفِينَةِ؟ فَقَالَ: "صَلِّ فِيهَا قَائِمًا، إِلا
أَنْ تَخَافَ الْغَرَقَ".
Silahkan takhrij sanadnya, meski Yai Mahrus Ali mungkin akan gembira sekejap dengan biografi Maimun bin Mihran.
Komentarku ( Mahrus ali ):
Hadis itu dari segi sanadnya saja masih hilap, tidak sepakat. Ya`ni para ulama menyatakan sanad yang masih kacau.
Dalam kitab al ahadits wal atsar …………………. Hal 71
الأحاديث
والآثار التي تكلم عليها الحافظ ابن رجب (ص: 71)
واختلف عليه بعد ذلك في إسناده : فقيل : عنه عن
ابن عمر عن النبي صلى الله عليه وسلم .
Masih
hilaf setelah itu di bidang sanadnya : Ada yang berkata: Dari Maimun bin Mihran
dari Ibnu Umar dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
وقيل
: عنه عن ابن عباس عن النبي صلى الله عليه وسلم .
Ada
yang berkata: Dari Mihran dari Ibn Abbas
وقيل
عنه عن ابن عمر عن جعفر بن أبي طالب .
Dikatakan: Dari Maimum bin Mihran dari Ibn Umar
dari Ja`far bin Abu ThalibKomentarku ( Mahrus ali ):
Hadis yang dari segi sanad saja sudah berbeda, tidak singkron, dan tidak diketahui mana yang benar dan mana yang salah maka tidak bisa di buat pegangan, lepaskan saja biar tidak menyesatkan umat. Kita ingat kaidah dalam mustholah sbb:
وَذُو اخْتِلاَفِ سَنَدٍ أَوْ
مَتْنٍ مُضْطَرِبٌ عِنْدَ أُهَيْلِ
اْلفَنِ
Kekacauan sanad atau redaksi termasuk mudhtharib menurut ahli mustholah hadis.
Realitanya Imam Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi,
Ibn Majah , Imam Malik , Nasai tidak
meriwayatkannya. Bila sanadnya valid dan tidak kacau seperti itu maka sudah
tentu akan dimasukkan oleh mereka dalam kitab sunannya.
قال الحاكم
: على شرط مسلم وهو شاذ بمرة
Al Hakim
berkata: Ia ( hadis shalat di kapal )
menurut sarat perawi Muslim , dan ia adalah syadz sekali.
الأحاديث
والآثار التي تكلم عليها الحافظ ابن رجب (ص: 72)
Al
Hafudh Ibn Rajab berkata:
وزعم
الحاكم أنه على شرط الشيخين وما أبعده من ذلك ولو كان مقارباً لشرط البخاري فضلاً
عن أن يكون على شرطه لذكره تعليقاً ولم يقتصر على ما روى عن الصحابة خاصة .
Al
Hakim menyatakan bahwa
hadis shalat di kapal itu sesuai
dengan sarat perawi Muslim , sunguh jauh
sekali. Seandainya perawinya itu
mendekati dengan sarat Bukhari – apalagi sesuai dengan saratnya - maka akan di cantumkan di sahih Bukhari
dengan ta`liq dan tidak cukup
dengan riwayat dari sahabat secara husus . Al ahadis ……………. 72
Komentarku ( Mahrus ali ):
Seorang perawiya yang bernama Muhammad bin al Husain – Abil Hunain juga bukan perawi Bukhari Muslim dan tidak tepat anggapan al Hakim itu. Keliru sekali. Jangan dimasukkan hati , tapi keluarkan saja.
وقال
البيهقي : هو حسن والله أعلم .
Al
baihaqi menyatakan: Hadis tsb hasan,
wallahu a`lam. Komentarku ( Mahrus ali ):
Bagaimana di katakan hasan, hadis tsb adalah syadz. Sedang syadz adalah salah satu cacat hadis yang tdk bisa di katakan hadis tsb hasan apalagi sahih.
Dalam kitab al gharaib wal afrad ada keterangan sbb:
ومن جملة الغرائب المنكرة
الأحاديث الشاذة سواء كان الشذوذ في الإسناد أو في المتن.
Termasuk hadis gharib yang munkar
adalah hadis - hadis syadz ( unik ) baik kesendiriannya ini
dalam sanad atau redaksi hadis. Ada sisi kelemahan hadis yang di katakan oleh Ust. Muhammad Fairouz Al Abqariy sebagai hadis sahih adalah hadis tersebut termasuk tafarrudatul kufiyyin. Dalam majalah Buhus Islamiyah terdapat keterangan:
ولهذا
نقول إنه ينبغي لطالب العلم أن ينظر أن من قرائن الإعلال والرد للأحاديث، في
تفردات الكوفيين والعراقيين على وجه العموم،
مجلة البحوث الإسلامية
مجلة البحوث الإسلامية
Karena ini, kami katakan: Layak
sekali bagi thalib ilm untuk melihat bahwa sebagian tanda cacat dan tertolaknya
beberapa hadis adalah tafarrudnya perawi Kufah dan Irak secara umum (seperti
hadis masalah Bilal tadi).
Majalah buhus Islamiyah.
Majalah buhus Islamiyah.
Perawi – perawinya bernama Maimun bin Mihran asalnya dari Kufah, singgah di Raqqah Syam,
Begitu juga Muhammad bin Hasan bin Abul Hunain juga dari Kufah.
Hadis shalat di kapal itu termasuk tafrrudnya perawi – perawi
Kufah bukan perawi Medinah . Dan hal ini
di anggap cacat, lalu bagaimanakah bisa anda katakan sahih. Barang kali anda
sudah paham hal ini tapi anda tidak mau menulisnya.
Sedang hadis Tafarrud sendiri baik dari perawi Kufah atau lainnya di tolak oleh
ahli hadis dulu dan terkadang
diterima oleh ahli hadis sekarang.
Berkata
Ibnu Shalah dalam kitabnya Muqaddimah ulumul hadist 1/80:
وَإِطْلَاقُ
الْحُكْمِ عَلَى التَّفَرُّدِ بِالرَّدِّ أَوِ النَّكَارَةِ أَوِ
الشُّذُوذِ مَوْجُودٌ فِي كَلَامِ كَثِيرٍ مِنْ أَهْلِ الْحَدِيثِ
“Mengghukumi perawi yang secara sendirian meriwayatkan tertolak , dikatakan mungkar , syadz memang ada dlm perkataan kebanyakan ahli hadis”
Lihat
pula perkataan pakar – pakar hadis
dahulu yang sangat berbeda dengan keterangan anda .
بل إن الإمام أحمد بن حنبل جعل مصطلح
الغريب دليلا على الوهم، فقد نقل عنه محمد بن سهل بن عسكر أنه قال: « إذا سمعت
أصحاب الحديث يقولون: «هذا الحديث غريب» أو« فائدة» فاعلم أنه خطأ، أو دخل حديث في
حديث، أو خطأ من المحدث، أو ليس له إسناد، وإن كان قد رواه شعبة وسفيان»3.
Bahkan imam Ahmad bin Hambal menjadikan istilah gharib sebagai tanda
kekeliruan. Sungguh Muhammad bin Sahal bin Askar mengutip dari
Imam Ahmad bahwa beliau menyatakan: Bila kamu
mendengar ahli hadis berkata: Ini
hadis gharib , atau faidah , ketahuilah ia adalah kekeliruan, atau hadis masuk
dalam hadis lain, atau kekeliruan
dari ahli hadis atau orang yang menceritakannya atau ia tidak punya sanad sekalipun
diriwayatkan oleh Sufyan atau Syu`bah. 3
Jasim Dawud menulis :
2-
أن المتأمل في الأحكام على
الأحاديث يجد كثرة الأحاديث
التي صححها من جاء بعد الأئمة المتقدمين وقد حكم عليها الأئمة
المتقدمون بالضعف والنكارة
وربما بالبطلان أو الوضع،
Sesungguhnya orang yang mau merenungi tentang penilaian hadis –
hadis akan menjumpai banyak hadis yang di sahihkan oleh ulama belakangan ( setelah ahli hadis yang dulu _). Pada hal hadis – hadis itu telah di nyatakan lemah, munkar, kadang batil atau palsu oleh
ulama ahli hadis yang dulu.
Ustadz Muhammad
Fairouz Al Abqariy menyatakan
lagi:
Langsung
ke matan;Ibnu Umar mengatakan bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pernah ditanya. "Bagaimana saya shalat di atas sampan"? "Silahkan shalat berdiri jika memang tidak kuatir sampannya terbalik"
Komentarku ( Mahrus ali ):
Mengapa tidak dicantumkan sanadnya untuk dalil, pada hal sanad itu sangat penting untuk mengetahui bahwa hadis tsb sahih atau lemah. Apa mungkin karena sanadnya lemah, lalu di selinapkan untuk mengelabuhi ribuan pembaca. Dan ini termasuk penipuan ilmiyah yang lebih jahat dari pada penipuan keduniaan. Sekalipun keduanya adalah kejahatan. Bahkan redaksi arabnya dari hadis juga tidak di cantumkan , cukup artinya saja.
Komentarku ( Mahrus ali ):
Setahu saya, hadis Ibnu Umar yang lain tentang shalat di kapal ini telah dikatakan lemah oleh Daroquthni
TANBIIH:
Kata "Safinah" dalam hadis ini lebih pas diterjemahkan dengan sampan. Karena kalau kapal Titanic, kapal Van Der Wijck, atau kapal pesiar ituuuuhh, tidak mungkin akan oleng kalau kita shalat berdiri di dalamnya, jadi kita tetap wajib shalat fardhu berdiri. Itulah sebabnya Nabi mengatakan kalau sampanmu tidak akan tenggelam/terbalik disebabkan kamu shalat berdiri, silahkan shalat berdiri. Begitu juga dengan redaksi yang Yai Mahrus tampilkan yang berbunyi; "إِن لم يؤذ أَصْحَابه". Menyakiti yang dimaksud adalah jika misalnya Yai Mahrus sedang bulan madu dengan istri berdua di atas sampan kecil seperti foto di atas, lalau Yai Mahrus shalat berdiri di atasnya, maka sampannya bisa oleng kiri dan kanan, sehingga akan membuat istri tercinta Yai Mahrus akan ketakutan. Nah, ini yang dimaksud dengan "menyakiti" itu yah.
Jadi, sudi kiranya Yai Mahrus Ali tuk mencoba berdiri di atas sampan/biduk kecil di atas laut, maka Yai Mahrus Ali akan merasakan sensasinya.
+++++++++++
Komentarku ( Mahrus ali ):
Boleh anda lihat arti kapal di kamus besar bahasa Indonesia, disana di katakan ada kapal yang menyusur di sungai – sungai. Hal ini menunjukkan kapal itu tidak harus besar, tapi juga ada kapal kecil yang masuk ke dalam sungai bukan lautan. Apalagi bila di buat jamaah bersama dengan teman – teman, juga ada kemungkinan oleng. Kalau kecil sekali cukup dua orang, bagaimana bisa di buat shalat jamaah.
Anda menyatakan:
Kesimpulannya, bahwa riwayat muallaq dalam bab ini tetap dihukumi shahih. Imam Bukhari meletakkan riwayat ini dalam bab Shalat di atas tikar/karpet/sajadah.
Komentarku ( Mahrus ali ):
Itulah kesimpulan yang salah yang harus dibuang, bukan kesimpulan yang benar yang harus dipegangi. Bagaimanakah hadis itu di katakan sahih. Pada hal banyak cacatnya .
1.
Hadis
munkar
2. Tafarrud perawi – perawi kufah
3. Syadz sebagaimana dikatakan al Hakim
4. Sanadnya kacau belau
Anda
menyatakan lagi: Imam Bukhari meletakkan riwayat ini dalam bab Shalat di atas tikar/karpet/sajadah.
Komentarku ( Mahrus ali ):
Di letakkan di bab shalat di atas tikar atau lainnya tidak membuat atsar tersebut sahih. Yang penting bagi kami adalah atsar tersebut sahih atau tidak, boleh di pegangi atau harus dibuang. Ternyata ia lemah sekali dan tidak bisa di buat pegangan untuk menjalankan shalat di kapal. Bila sahihpun, ia adalah perbuatan sahabat bukan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam.
Anda menyatakan:
Ditambah lagi riwayat setelahnya, ada perkataan Anas bin Malik, sbb;
فَقُمْتُ إِلَى
حَصِيرٍ لَنَا
"Lalu
aku berdiri -untuk shalat- di atas tikar/alas milik kami"Komentarku ( Mahrus ali ):
Hadis itu bukan untuk memperbolehkan shalat wajib di tikar. Tapi hadis itu adalah untuk shalat sunat boleh dengan menggunakan tikar sebagai tempat sujudnya. Bacalah ini biar anda paham betul bukan paham – pahaman, atau tidak paham tentang hadis itu, lalu memberikan kesimpulan yang ngawur bukan kesimpulan yang bijak sesuai dengan asli pemahaman hadis.
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ
أَنَّ جَدَّتَهُ
مُلَيْكَةَ دَعَتْ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِطَعَامٍ
صَنَعَتْهُ لَهُ فَأَكَلَ مِنْهُ ثُمَّ قَالَ قُومُوا فَلِأُصَلِّ لَكُمْ قَالَ
أَنَسٌ فَقُمْتُ إِلَى حَصِيرٍ لَنَا قَدْ اسْوَدَّ مِنْ طُولِ مَا لُبِسَ
فَنَضَحْتُهُ بِمَاءٍ فَقَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
وَصَفَفْتُ وَالْيَتِيمَ وَرَاءَهُ وَالْعَجُوزُ مِنْ وَرَائِنَا فَصَلَّى لَنَا
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ انْصَرَفَ
Dari Anas bin Malik bahwa neneknya,
Mulaikah, mengundang Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam untuk menghadiri
hidangan yang ia masak untuk beliau. Beliau kemudian menyantap makanan tersebut
kemudian bersabda: "Berdirilah, aku akan melakukan shalat untuk
kalian ." Anas berkata, "Maka aku berdiri untuk mengambil tikar milik kami yang sudah lusuh dan hitam
akibat sering digunakan. Aku lalu memercikinya dengan air, kemudian Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam berdiri. Aku dan seorang anak yatim membuat barisan di belakang beliau, sementara
orang tua (nenek) berdiri di belakang kami. Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam lalu shalat memimpim kami sebanyak dua rakaat lalu pergi." HADIST
NO – 367 /KITAB BUKHARI
Komentarku ( Mahrus ali ) :
Lihat dalam hadis tsb tiada keterangan salat wajib , bahkan mengarah kepada
salat sunat karena bukan empat rakaat dhohor atau Asar tapi dua
rakaat sunat . Boleh anda lihat komentar Imam Tirmidzi sbb :
وَفِي هَذَا الْحَدِيثِ دَلَالَةٌ
أَنَّهُ إِنَّمَا صَلَّى تَطَوُّعًا أَرَادَ إِدْخَالَ الْبَرَكَةِ عَلَيْهِمْ
Hadis itu menunjukkan saat itu
, Rasulullah SAW menjalankan salat sunat dengan tujuan memasukkan berkah untuk
mereka . Tirmidzi 234
Ibn Rajab menyatakan dalam
kitab fathul bari
sbb :
وَهَذِهِ الصَّلاَةُ كَانَتْ تَطَوُّعًا
؛ يَدُلُّ عَلَى ذَلكَ : مَا خَرَّجَهُ مُسْلِمٌ مِنْ حَدِيْثِ ثَابِتٍ ، عَنْ
أَنَسٍ ، قَالَ : دَخَلَ النَّبيّ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - عَلَيْنَا
، وَمَا هُوَ إِلاَّ أَنَا وَأُمِّي وَأُمِّ حَرَامٍ خَالَتِي ، فَقَالَ : ((
قُوْمُوا ، فَلأُصَلِّي بِكُمْ )) ، فِي غَيْرِ وَقْتِ الصَّلاَةِ ، فَصَلَّى
بِنَا .
وَخَرَّجَهُ أَبُوْ دَاوُدَ ،
وَعِنْدَهُ : فَصَلَّى بِنَا رَكْعَتَيْنِ تَطَوُّعا .
Salat ini ( dalam hadis di atas )
adalah salat sunat . Bukti yang mendukung hal itu adalah hadis Muslim dari
Tsabit dari Anas berkata : Nabi SAW masuk kepada kami , dan di
rumah hanya ada saya, ibuku , Ummu Haram bibiku . Rasulullah SAW bersabda
: Berdirilah , aku akan melakukan salat untukmu . ( bukan waktu
salat ) lalu beliau melakukan salat dengan kami .
Abu Dawud juga meriwayatkannya
menyatakan sbb : Beliau melakukan salat bersama kami dua rakaat sunat .
Fathul Bari 124/3
Jadi ketika saya membaca tulisan angan-angan Yai Mahrus Ali itu, sbb;
Bila kisah itu sahih, sekedar perbuatan sahabat yang mungkin benar dan mungkin salah. Dan perbuatan sahabat atau perkataannya bukan pedoman mutlak, atau pedoman khusus
Agak menggelikan karena serasa digelitik. Riwayat ini menjadi penjelas (bukan penguat, karena memang sudah kuat) bahwa perbuatan itu disaksikan oleh Rasulullah.
Komentarku ( Mahrus ali ):
Perbuatan yang di saksikan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam itu bila diarahkan kepada shalat nya Jabir di kapal tadi, maka sangat keliru. Bila di arahkan kepada hadis Anas yang terahir ini benar. Tapi bukan jamaah shalat wajib.
Anda menyatakan lagi:
Dan tampaknya surat al-Isra' ayat 36 yang Yai Mahrus Ali tampilkan dalam note itu lebih pas untuk Yai sendiri, dalam hal ini.
Komentarku ( Mahrus ali ):
Pas untuk saya, karena pemahaman anda yang keliru. Bila pemahaman anda benar, maka ayat itu untuk anda. Dan yang penting anda tidak punya dalil untuk memperkenankan shalat wajib di kapal. Dan ini yang saya cari tapi anda belum mendapatkannya.
Selanjutnya...
Entah bila ada teman yang mengetahuinya, saya akan senang dan itulah yang saya cari bila diberitahukan kepada saya. Dan jangan disimpan untuk diri sendiri
Nah, sekarang sudah ada riwayat Shahih Imam Baihaqi dalam Sunan Kubranya. Saya menunggu realisasi kelapangan dada Yai Mahrus Ali tersebut. Tidak perlu pakai belah dada segala. Cukup realisasikan saja. Namun saya yang jahil ini tidaklah sedikitpun memaksa Yai Mahrus-kuuu.
Komentarku ( Mahrus ali ):
Seandainya atsar atau hadis yang anda bawakan sahih, maka saya sengat gembira sekali dan itulah yang saya cari dari anda atau lainnya. Berhubung, masih cacat dan tidak sahih, maka dada saya tutup untuk menerima kesalahan anda.
Untuk melihat naskah aslinya dari Usyadz muhammad-fairouz-al-abqariy silahkan klik disini.
Kesimpulan:
Hadis
shalat di kapal dari segi sanadnya saja
masih hilap, tidak sepakat. Ya`ni para ulama menyatakan sanad yang masih kacau.
Imam Tirmidzi berkata:
وَفِي هَذَا الْحَدِيثِ دَلَالَةٌ
أَنَّهُ إِنَّمَا صَلَّى تَطَوُّعًا أَرَادَ إِدْخَالَ الْبَرَكَةِ عَلَيْهِمْ
Hadis itu menunjukkan saat itu
, Rasulullah SAW menjalankan salat sunat dengan tujuan memasukkan berkah untuk
mereka . Tirmidzi 234
Dan
yang penting anda tidak punya dalil
untuk memperkenankan shalat wajib di
kapal. Dan ini yang saya cari tapi anda
belum mendapatkannya.Artikel Terkait
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan