Friday, March 20, 2015
Menurutnya, hal itu berkat langkah kerajaan Arab Saudi yang mengakui keberadaan warga Rohingya di negara itu.
Diberitakan Saudi Gazette, hari ahad (15/03/2015), Kerajaan Arab Saudi telah memberikan izin tinggal (iqama)
kepada 170 ribu pengungsi Muslim Rohingya di negara tersebut. Sementara
jutaan penduduk Rohingya lainnya tengah menjalani proses penerimaan iqama.
Media lain, Arab News memberitakan, masih ada sekitar 4 juta warga Rohingya di Saudi kini berhak untuk mendapatkan iqama.
Abdulmajid bahkan mengatakan warga
Rohingya telah lebih dari 70 tahun lalu menjadi bagian dari Arab Saudi,
setelah kabur dari pembantaian etnis di Myanmar.
PBB menyebutkan, Muslim Rohingya adalah
suku paling teraniaya di dunia. Myanmar tidak mengakui mereka sebagai
warga negara, sementara penganut Buddha memusuhi mereka kendati mereka
telah tinggal beberapa generasi di negeri itu.
Dengan iqama ini, kata Abdulmajid, berbagai permasalahan yang menimpa warga Muslim Rohingya di Saudi akan sirna.
Bahkan kini, warga Rohingya bisa bebas
bekerja, mendapatkan layanan medis dan menempuh pendidikan di sekolah
pemerintah serta hak-hak warga negara lainnya.
“Kami sekarang bisa bergerak bebas dan
bergabung dengan sistem pendidikan umum, tidak lagi belajar di sekolah
sumbangan swasta,” kata Abdulmajid .
Sejak tahun 1968 pemerintah Saudi
mendukung kaum Rohingya, ditandai dengan penerimaan imigran pertama dari
Myanmar oleh Raja Abdul Aziz. Izin tinggal tetap dikeluarkan untuk
Rohingya di Saudi tahun 1980 pada pemerintahan Raja Saud.
Saudi memasukkan warga Rohingya sebagai
pendatang yang dilindungi. Artinya mereka kebal beberapa hukum dari
peraturan kependudukan dan tidak ada yang boleh menyakitinya.
Mayoritas warga Rohingya tinggal di Makkah, kebanyakan bekerja di sektor konstruksi atau mengajarkan hafalan al-Quran.
Abdulmajid, seperti warga Rohingya
lainnya, sudah mengubur harapan untuk kembali ke tanah kelahiran mereka
di Myanmar. Menurut dia, impiannya untuk pulang sirna karena
penganiayaan terhadap mereka masih terjadi di negara itu.
“Mimpi kembali ke Myanmar telah sirna dari
hati komunitas Rohingya karena ketiadaan paspor, terutama karena duta
besar Pakistan dan Bangladesh menolak memberikannya. Ketakutan akan
pengadilan dan penyiksaan terhadap Muslim juga membuat mimpi ini
mustahil diwujudkan saat ini,” kata Majid. [hidayatullah/islamedia]
Artikel Terkait
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan