AKARTA| SURYA Online - Komnas Perempuan mendesak Pemerintah dan DPR merevisi UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Hal ini menyusul putusan Mahkamah Konstitusi (MK), yang menetapkan status anak luar nikah tetap memiliki hubungan perdata dengan Ayah.
“Mendesak pemerintah dan DPR RI untuk segera merevisi UU Perkawinan agar substansinya dapat memenuhi kebutuhan hukum dan rasa keadilan warga negara, khususnya perempuan,” ujar Komisioner Subkomisi Reformasi Hukum dan Kebijakan Komnas Perempuan, Tumbu Saraswati dalam siaran persnya di Jakarta, Sabtu (25/2/2012).
Tak hanya itu, Komnas Perempuan juga mendorong aparat penegak hukum menggunakan putusan ini dalam memutus perkara hak anak pada hubungan perdata dengan ayah biologisnya. Komnas perempuan juga mendorong pemerintah agar segera menyosialisasikan keputusan ini dalam koordinasi lintas kementerian atau lembaga.
“Hal ini penting guna mempersiapkan layanan dukungan yang dibutuhkan ibu dan anak di luar perkawinan dalam upaya mendapatkan pengakuan sebagaimana Putusan MK,” tuturnya seraya mengajak masyarakat memberikan dukungan terhadap proses hukum yang dilakukan perempuan korban kekerasan.
“Ini sebagai bagian tak terpisahkan dari upaya pemenuhan hak korban atas kebenaran, keadilan dan pemulihan,” imbuhnya.
Komnas Perempuan Desak UU Perkawinan Direvisi
Komentarku ( Mahrus ali ):
Keputusan MK itu adalah penyimpangan bukan keadilan, juga bukan kebijakan orang yang bijak, tapi kebijakan orang yang serong. Anak zina bukan anak yang di hasilkan dari pernikahan yang sah menurut agama juga sah menurut UU nikah negara. Karena itu, tidak bisa di legalkan sebagaimana anak hasil pernikahan yang resmi. Boleh dilihat dari komisi Fatwa Kuwait sbb:
أولاً: لا يثبت النسب بين الزاني وبين ولد من زنى بها لعدم وجود الفراش الشرعي لقول الرسول صلى الله عليه وسلم ( الولد للفراش وللعاهر الحجر ).
- Nasab antara penzina dan anak wanita yang di zinahi tidak bisa di pertemukan kepada ayahnya yang berzina itu, sebab tidak adanya pernikahan yang sah menurut syara`, sebab Rasulullah SAW bersabda:
Anak milik lelaki yang menikah dengan sah dan orang yang berzina terhalang ( tidak nasabnya bersambung dengan anak hasil perzinaan).
وأماّ نسبه إلى أمه التي ولدته من الزنى فهو ثابت شرعاً منها، كما لا يثبت نسبه من الزوج المتوفى لتلك المرأة لأنها ولدته بعد مضِ أكثر من سنه من وفاة الزوج وهي المدّة المعتبرة التي يمكن أن يلحق بها النسب بالمتوفى طبقاً لقوانين الأحوال الشخصية المستمدة من الشريعة
Untuk nasab anak hasil zina maka bisa terkait kepada ibu yang melahirkannya secara syara`. Nasab anak hasil zina itu juga tidak bisa terkait dengan suaminya yang sudah meninggal dunia . Sebab wanita itu melahirkan anak setelah satu tahun lebih dari kematian sang suami. Dan itulah masa yang muktabar dimana nasab bisa dipertemukan dengan suami yang meninggal dunia itu sesuai dengan UU untuk kasus pribadi yang berlandaskan kepada sariat. Komite Fatwa Kuwait 166/6
Komentarku ( Mahrus ali ):
Untuk hadisnya bisa dilihat sbb:
922- حَدِيْثُ عَائِشَةَ، قَالَتْ: اخْتَصَمَ سَعْدُ بْنُ أَبِي وَقَّاصٍ وَعَبْدُ بْنُ زَمْعَةَ فِي غُلاَمٍ؛ فَقَالَ سَعْدٌ: هٰذَا ، يَا رَسُولَ اللهِ ابْنُ أَخِي عُتْبَةَ بْنِ أَبِي وَقَّاصٍ، عَهِدَ إِلَيَّ أَنَّهُ ابْنُهُ، انْظُرْ إِلَى شَبَهِهِ، وَقَالَ عَبْدُ بْنُ زَمْعَةَ: هٰذَا أَخِي، يَا رَسُولَ اللهِ وُلِدَ عَلَى فِرَاشِ أَبِي مِنْ وَلِيدَتِهِ فَنَظَرَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى شَبَهِهِ فَرَأَى شَبَهًا بَيِّنًا بِعُتْبَةَ، فَقَالَ: هُوَ لَكَ يَا عَبْدُ، الْوَلَدُ لِلْفِرَاشِ وَلِلْعَاهِرِ الْحَجَرُ، وَاحْتَجِبِي مِنْهُ يَا سَوْدَة بِنْتَ زَمْعَةَ فَلَمْ تَرَهُ سَوْدَةُ قَطُّ
أَخْرَجَهُ اْلبُخَارِيّ فِي: 34 كِتَابُ اْلبُيُوْعِ: 100 بَابُ شِرَاءِ الْمَمْلُوْكِ مِنَ الْحَرْبِي وَهِبَتِهِ وَعِتْقِهِ
922.Aisyah ra menuturkan: “Sa’ad ibnu Abi Waqash berselisih pendapat dengan Abdullah ibnu Zam’ah tentang seorang anak.”
Kata Sa’ad: “Ya Rasulullah, anak ini adalah putera saudara lelakiku, Utbah ibnu Abi Waqash, karena ia memberitahuku bahwa anak ini adalah puteranya, lihatlah, ia mirip dengannya.”
Kata Abdullah ibnu Zam’ah: “Ya Rasulullah, anak ini adalah saudaraku, karena ia dilahirkan di tempat tidur ayahku dari budak wanita yang melahirkannya.”
Ketika Rasulullah saw melihat wajah anak itu, memang mirip dengan Utbah, tetapi beliau saw bersabda: “Wahai Abdu, anak adalah milik yang anak itu dilahirkan di tempat tidurnya dan seorang pelacur tidak berhak memilikinya.” Kemudian beliau saw berkata kepada Saudah: “Wahai Saudah binti Zam’ah tutuplah hijab daripadanya.” Maka Saudah tidak pernah melihatnya lagi. (Bukhari, 34, Kitabul Buyu’, 100, bab membeli budak dari peperangan atau pemberian, kemudian membebaskannya
Allu`lu` wal marjan 439/1 Al albani berkata: sahih
Lihat di kitab karyanya: Sahih wa dho`if sunan Abu Dawud 273/5
923- حَدِيْثُ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، قَالَ: الْوَلَدُ لِصَاحِبِ الْفِرَاشِ
أَخْرَجَهُ اْلبُخَارِيّ فِي: 85 كِتَابُ اْلفَرَائِضِ: 18 بَابٌ اَلْوَلَدُ لِلْفِرَاشِ، حُرَّةً كَانَتْ أَوْ أَمَةً
923.Abu Hurairah ra menuturkan bahwa Nabi saw bersabda: “Seorang anak adalah milik yang anak itu dilahirkan di ranjang.” (Bukhari, 85, Kitabul Qara-it, 18, bab anak adalah milik yang anak itu dilahirkan di ranjangnya, baik apakah ia merdeka ataupun budak wanita).
Allu`lu` wal marjan 439/1 saya tidak menjumpai komentar syekh Muhammad Nasiruddin al albani tentang hadis tsb di kitab – kitab karyanya . Ibnu Hajar menyatakan hadis tsb Muttafaq alaih, Lihat di kitab karyanya: Nasbur royah fii takhriji ahaditsil hidayah 373/6
Artikel Terkait
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan