مواهب الجليل في شرح مختصر الشيخ خليل - (ج 5 / ص 468)
وَقَالَ فِي الْمَدْخَلِ فِي فَصْلِ زِيَارَةِ الْقُبُورِ : الْبِنَاءُ
فِي الْقُبُورِ غَيْرُ مَنْهِيٍّ عَنْهُ إذَا كَانَ فِي مِلْكِ
الْإِنْسَانِ لِنَفْسِهِ وَأَمَّا إذَا كَانَتْ مُرْصَدَةً فَلَا يَحِلُّ
الْبِنَاءُ فِيهَا ، ثُمَّ ذَكَرَ أَنَّ سَيِّدَنَا عُمَرَ بْنَ
الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ جَعَلَ الْقَرَافَةَ بِمِصْرَ لِدَفْنِ
مَوْتَى الْمُسْلِمِينَ وَاسْتَقَرَّ الْأَمْرُ عَلَى ذَلِكَ وَأَنَّ
الْبِنَاءَ بِهَا مَمْنُوعٌ ،
Pengarang al-Madkhal berkata dalam Fasal Ziarah Kubur: "Membangun
kuburan tidak dilarang; jika berada dalam tanah miliknya sendiri.
Apabila ditempatyang disediakan maka tidak halal membangun
kuburan di tanah tersebut. Kemudian ia menyebutkan bahwa
Sayidina Umar menjadikan Qarafah di Mesir untuk pemakaman
umat Islam yang meninggal. Dan hal ini masih tetap seperti
itu. Membangun kuburan di sana terlarang. (Mawahib al-Jalil,Khalil bin Ishaq al Maliki 5/468.
Komentarku ( Mahrus ali ):
وَأَمَّا إذَا كَانَتْ مُرْصَدَةً فَلَا يَحِلُّ الْبِنَاءُ فِيهَا
Apabila ditempat yang disediakan maka tidak halal membangun
kuburan di tanah tersebut.
Terjemahanku ( Mahrus ali ) :
Apabila ditempat pemakaman umum maka tidak boleh ( haram ) membangun kuburan di tanah tersebut.
Komentarku ( Mahrus ali ):
Membangun
kuburan di tanah milik sendiri atau tanah makam umum tetap di larang
dan tidak ada hadis atau ayat yang memperbolehkan. Karena itu, tidak
layak diperbolehkan atas dasar pendapat ulama bukan dalil dari Allah
atau RasulNya. Mengharamkan atau memperbolehkan sesuatu harus
berlandaskan dalil dari ayat atau hadis sahih bukan pendapat ulama
apalagi orang jahil.
Sayang sekali
pengarang buku “ Menjawab tuduhan sebagai penyembah kuburan” tidak
mendatangkan dalil untuk memperbolehkan membangun kuburan di tanah
miliknya. Dalil tidak ada, realita kuburan sahabat yg di bangun di
tanah miliknya sendiri atau di tanah umum juga tidak ada alias nol
besar. Bahkan banyak hadis yg menyebutkan larangan membangun kuburan
sebagaimana keterangan yg lampau. Kuburan harus diratakan dengan tanah
tanpa bangunan sebagaimana kuburan Baqi`di Medinah dan Ma`la di Mekkah
, bukan kuburan yg di bangun megah di Iran atau Irak yg syi`ah.
عن
أَبِي الْهَيَّاجِ الْأَسَدِيِّ، قَالَ: قَالَ لِي عَلِيُّ بْنُ أَبِي
طَالِبٍ: " أَلَا أَبْعَثُكَ عَلَى مَا بَعَثَنِي عَلَيْهِ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ لَا تَدَعَ تِمْثَالًا إِلَّا
طَمَسْتَهُ، وَلَا قَبْرًا مُشْرِفًا إِلَّا سَوَّيْتَهُ "
Dari
Abul-Hayyaaj Al-Asadiy, ia berkata : ‘Aliy bin Abi Thaalib pernah
berkata kepadaku : “Maukah engkau aku utus sebagaimana Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah mengutusku ? Hendaklah engkau tidak
meninggalkan gambar-gambar kecuali engkau hapus dan jangan pula kamu
meninggalkan kuburan yang ditinggikan kecuali kamu ratakan”
[Diriwayatkan oleh Muslim no. 969, Abu Daawud no. 3218, At-Tirmidziy no.
1049, An-Nasaa’iy no. 2031, dan yang lainnya].
Larangan membangun kubur ini kemudian diteruskan oleh para ulama madzhab.
Madzhab Syaafi’iyyah, maka Muhammad bin Idriis Asy-Syaafi’iy rahimahullah berkata :
وَأُحِبُّ
أَنْ لاَ يُبْنَى وَلاَ يُجَصَّصَ فَإِنَّ ذَلِكَ يُشْبِهُ الزِّيْنَةَ
وَالْخُيَلاَءَ وَلَيْسَ الْمَوْتُ مَوْضِعَ وَاحِدٍ مِنْهُمَا وَلَمْ أَرَ
قُبُوْرَ الْمُهَاجِرِيْنَ وَاْلاَنْصَارَ مُجَصَّصَةً ...... وَقَدْ
رَأَيْتُ مِنَ اْلوُلاَةِ مَنْ يَهْدِمُ بِمَكَّةَ مَا يُبْنَى فِيْهَا
فَلَمْ أَرَ اْلفُقَهَاءَ يَعِيْبُوْنَ ذَلِكَ
“Dan
aku senang jika kubur tidak dilbangun dan tidak dilepa, karena hal itu
menyerupai perhiasan dan kesombongan. Orang yang mati bukanlah tempat
untuk salah satu di antara keduanya. Dan aku pun tidak pernah melihat
kubur orang-orang Muhaajiriin dan Anshaar dilepa..... Dan aku telah
melihat sebagian penguasa meruntuhkan bangunan yang dibangunan di atas
kubur di Makkah, dan aku tidak melihat para fuqahaa’ mencela perbuatan
tersebut” [Al-Umm, 1/316 – via Syamilah].
An-Nawawiy rahimahullah ketika mengomentari riwayat ‘Aliy radliyallaahu ‘anhu di atas berkata :
فِيْهِ
أَنَّ السُّنَّةَ أَنَّ اْلقَبْرَ لاَ يُرْفَعُ عَلَى اْلأَرْضِ رَفْعاً
كَثِيْراً وَلاَ يُسَنَّمُ بَلْ يُرْفَعُ نَحْوَ شِبْرٍ وَيُسَطَّحُ
وَهَذَا مَذْهَبُ الشَّافِعِي وَمَنْ وَافَقَهُ،
“Pada
hadis tsb ada keterangan bahwa yang disunnahkan kubur tidak terlalu
ditinggikan di atas permukaan tanah dan tidak dibentuk seperti punuk
onta, akan tetapi hanya ditinggikan seukuran sejengkal dan meratakannya.
Ini adalah madzhab Asy-Syaafi’iy dan orang-orang yang sepakat dengan
beliau” [Syarh An-Nawawiy ‘alaa Shahih Muslim, 3/36].
Di tempat lain beliau berkata :
وَاتَّفَقَتْ
نُصُوصُ الشَّافِعِيِّ وَالْأَصْحَابِ عَلَى كَرَاهَةِ بِنَاءِ مَسْجِدٍ
عَلَى الْقَبْرِ سَوَاءٌ كَانَ الْمَيِّتُ مَشْهُورًا بِالصَّلَاحِ أَوْ
غَيْرِهِ لِعُمُومِ الْأَحَادِيثِ
“Nash-nash
dari Asy-Syaafi’iy dan para shahabatnya telah sepakat tentang
dibencinya membangun masjid di atas kubur. Sama saja, apakah si mayit
masyhur dengan keshalihannya ataupun tidak berdasarkan keumuman
hadits-haditsnya” [Al-Majmuu’, 5/316].
Realitanya mereka
yang suka membangun kuburan adalah quburi,
dari kalangan ahli bid`ah keturunan Rasulullah shallahu alaihi wasallam atau
gajah mada, syi`ah yang ghuluw pada
kubur, cina yang kafir, Kristiani dll.
Mereka yang
menjadikan kuburannya rata dengan tanah
adalah kalangan wahabi, para sahabat dan
orang – orang yang ingin menghidupkan
sunnah tidak mematikannya.
Sekarang
kita paham siapakah yang ahlus
sunnah wal jamaah dan siapakah yang ahli
bid`ah dan syirik. Siapakah yang benar
dan siapakah yang sesat. Siapakah yang ikut jalan Rasulullah shallahu alaihi wasallam
dan para sahabat dan siapakah yang menyelisihinya.
Imam Syafii dan Nawawi sendiri mengikuti sunnah dalam
masalah kuburan ini , namun ahli bid`ahnya sendiri yg menyalahi perkataan imam
nya , lalu membangun kuburan dengan kebodohan, tanpa ilmu , mengikuti hawa
nafsu bukan wahyu, lalu di ikuti oleh tokoh - tokoh masarakatnya yg ingin
menyamai hawa nafsu mereka dan takut menyelisihnya.Dukungan semacam ini tidak
mendidik masarakat untuk berpegangan kepada sunnah tapi support untuk
melepaskannya.
Artikel Terkait
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan