Ust Muhammad Abduh Tuasikal menulis :
Apakah kotoran kucing itu najis, begitu pula kencingnya?
Dari Abu Qotadah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
إِنَّهَا لَيْسَتْ بِنَجَسٍ إِنَّهَا مِنَ الطَّوَّافِينَ
عَلَيْكُمْ وَالطَّوَّافَاتِ
“Kucing itu tidaklah najis. Sesungguhnya kucing merupakan
hewan yang sering kita jumpai dan berada di sekeliling kita. ” (HR. Abu Daud no.
75, Tirmidzi no. 92, An Nasai no. 68, dan Ibnu Majah no. 367. Al Hafizh Abu
Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih)
Sebab Abu Qotadah menyebutkan hadits di atas telah
dipaparkan sebelum penyebutan hadits ini. Dalam riwayat Abu Daud diceritakan
dari Kabsyah binti Ka’ab bin Malik (dia adalah istri dari anak Abu Qotadah, yaitu
menantu Abu Qotadah). Wanita ini mengatakan bahwa Abu Qotadah pernah masuk ke
rumah, lalu dituangkanlah air wudhu padanya. Kemudian tiba-tiba datanglah
kucing. Bejana air wudhu lantas dimiringkan, lalu kucing itu minum dari bejana
tersebut. Abu Qotadah pun melihat wanita tadi merasa heran padanya. Abu Qotadah
mengatakan, “Apakah engkau heran (dengan tingkahku), wahai anak saudaraku?”
Wanita tersebut lantas menjawab, “Iya.” Setelah itu, Abu Qotadah menyebutkan
hadits di atas.
Hadits ini menunjukkan bahwa kucing adalah hewan yang suci
karena disebutkan dalam hadits bahwa hewan tersebut tidaklah najis. Termasuk
hikmah yang diajarkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ketika beliau
menyebutkan suatu hukum, beliau menyebutkan pula ‘illah atau sebabnya. Sebab
kucing tidaklah najis karena ia sering mondar-mandir di sekitar manusia.
Namun tetap saja kucing haram dimakan. Hal ini berdasarkan
hadits dari Abi Tsa’labah, beliau berkata,
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – نَهَى عَنْ
أَكْلِ كُلِّ ذِى نَابٍ مِنَ السِّبَاعِ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang memakan
setiap hewan buas yang bertaring.” (HR. Bukhari no. 5530 dan Muslim no. 1932). Yang
dimaksud “dzi naabin minas sibaa’ ” adalah setiap hewan yang memiliki taring
dan taringnya digunakan untuk menerkam mangsanya. Kucing termasuk di dalamnya. Jadi,
kucing itu keluar dari kaedah para ulama,
إِنَّ جَمِيْعَ مُحَرَّمِ الأَكْلِ مِنَ الحَيْوَانِ
نَجِسٌ
“Setiap hewan yang haram dimakan, dihukumi najis.” Kucing
dikecualikan karena adanya dalil yang mengecualikan. Namun sebenarnya kaedah
tersebut tidak berlaku secara mutlak.
Sekarang, apakah seluruh tubuh kucing itu suci termasuk juga
kotorannya?
Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah
menerangkan, “Kucing tidaklah najis. Namun apakah berlaku secara umum? Jawabnya,
tidak. Yang tidak najis adalah air liur, sesuatu yang keluar dari hidungnya, keringat,
jilatan atau bekas makan dan minumnya. Adapun untuk kencing dan kotoran kucing
tetaplah najis. Begitu pula darah kucing juga najis. Karena setiap hewan yang
haram dimakan, maka kencing dan kotorannya dihukumi najis. Kaedahnya, segala
sesuatu yang keluar dari dalam tubuh hewan yang haram dimakan dihukumi haram. Contohnya
adalah kencing, kotoran, dan muntahan.” (Fathu Dzil Jalali wal Ikram, 1: 110).
Semoga bermanfaat.
Referensi:
Fathu Dzil Jalali wal Ikram bi Syarh Bulughil Marom, Syaikh
Muhammad bin Shalih Al Utsaimin, terbitan Madarul Wathon, cetakan pertama, tahun
1425 H.
Sumber : https://rumaysho.com/8751-apakah-kotoran-kucing-itu-najis.html
Komentarku ( Mahrus ali ) :
Tentang kaidah :
إِنَّ جَمِيْعَ مُحَرَّمِ الأَكْلِ مِنَ الحَيْوَانِ
نَجِسٌ
“Setiap hewan yang haram dimakan, dihukumi najis.
Sy cari kaidah itu di buku tokoh – tokoh ahli hadis , fikih
madzhab empat , maupun tokoh – tokoh
ahli fikih yg lain , Ibn Taimiyah, Syaikh
Utsaimin maupun Ibn Qayyim ternyata sy tdk menjumpainya . Jadi kaidah itu gharib sekali , tidak dikenal. Terus apa maksudnya : Apakah tubuh , ludah , ingus , keringat hewan
yg haram di makan itu najis semuanya. Bila bgt, mk sy tdk menjumpai dalilnya. Untuk
masalah jilatan anjing najis apa tidak , mk akan di bhs dg detil di bab
tersendiri .
Bila maksudnya kotorannya
- kencing dan tahinya , mk sdh
jls hewan yg halal dimakanpun kotorannya najis karena ada hadis yg kemarin di
terangkan :
Abu Said Al
Khudri ra berkata :
بَيْنَمَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يُصَلِّي بِأَصْحَابِهِ إِذْ خَلَعَ نَعْلَيْهِ فَوَضَعَهُمَا عَنْ
يَسَارِهِ فَلَمَّا رَأَى ذَلِكَ الْقَوْمُ أَلْقَوْا نِعَالَهُمْ فَلَمَّا قَضَى
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى الله عليه وَسَلَّمَ صَلَاتَهُ قَالَ مَا حَمَلَكُمْ عَلَى
إِلْقَاءِ نِعَالِكُمْ قَالُوا رَأَيْنَاكَ أَلْقَيْتَ نَعْلَيْكَ فَأَلْقَيْنَا
نِعَالَنَا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى الله عليه وَسَلَّمَ إِنَّ جِبْرِيلَ
صَلَّى الله عليه وَسَلَّمَ أَتَانِي فَأَخْبَرَنِي أَنَّ فِيهِمَا قَذَرًا أَوْ
قَالَ أَذًى وَقَالَ إِذَا جَاءَ أَحَدُكُمْ إِلَى الْمَسْجِدِ فَلْيَنْظُرْ
فَإِنْ رَأَى فِي نَعْلَيْهِ قَذَرًا أَوْ أَذًى فَلْيَمْسَحْهُ وَلْيُصَلِّ
فِيهِمَا
Suatu saat, Rasulullah saw menjalankan salat jamaah, lalu
melepaskan kedua sandalnya dan diletakkan di sebelah kiri. Ketika pengikut Jamaah melihatnya ,mereka turut melemparkan
sandalnya. Ketika menyelesaikan salat, beliau
bersabda :” Mengapa kamu lemparkan sandalmu ?”.
Mereka menjawab : Kami lihat anda melemparkan sandal, kami
mengikutimu “.
Beliau bersabda: “
Sesungguhnya Jibril datang kepadaku
dengan memberitahu bahwa ada kotoran di
kedua sandal. “.
Rasulullah saw
bersabda :” Bila seseorang dantaramu
datang ke masjid, lihatlah. Bila melihat kotoran di kedua sandalnya,usapkan,
lalu lakukan salat dengannya “. Hadis
sahih
مختصر صحيح الإمام البخاري (1/ 73)
- باب لا يُستنجى بِرَوْثٍ
101 - عن عبدِ الله (بن مسعود) قال:
أَتى النبيُّ - صلى الله عليه وسلم - الغائطَ، فأَمرَني أن آتيَه بثلاثةِ أحجارٍ،
فوجدتُ حجَرين، والتمستُ الثالثَ فلم أجدْه، فأخذتُ رَوْثةً، فأتيتُه بها، فأخذَ
الحجَرين، وألقى الرَّوثةَ وقال:
"هذا رِكْسٌ
(*)
Intinya : kotoran
hewan yg sdh kering di katakan , riksun –( kotoran, najis , jijik) oleh
Nabi shallallahu alaihi wasallam
التوضيح لشرح الجامع الصحيح (4/ 168)
قال ابن بطال: يمكن أن يكون معنى ركس: رجس. قَالَ: ولم
أجد لأهل اللغة شرح هذِه الكلمة، والنبي - صلى الله عليه وسلم - أعلم الأمة باللغة
(2). وقال الداودي: يحتمل أن يريد بالرجس: النجس،
Intinya : Dawudi menyatakan : Rijsun ( disini ) adalah najis
Ibn Batthol menyatakan
: Makna Riksun adalah rijsun.
فيض الباري على صحيح البخاري (1/ 353)
قوله: (هذا رِكْس) وقد وقع عند ابن ماجه بدله: «رجس» وفي
النهاية: الركس شبيه المعنى بالرجيع. قال تعالى: {اركسوا فيها} [النساء: 91] أي
ردوا. وقال ابن سيد الناس: رِكس كقوله: رجع، يعني نجسًا، لأنَّها أركست أي رُدَّت
في النجاسة بعد أن كانت طعامًا. وقال الخطَّابي: الرِّكس: الرجيع من رَجَعَ من
حالة الطهارة إلى حالة النَّجاسة. وفي رواية «رَكيس»
Ibn Sayyidin nas menyatakan : Riksun adalah najis.
فيض الباري على صحيح البخاري (1/ 354)
وهو في الحقيقة من جهة الراوي كما في «الفتح» فإِنه يذكرُ
في بيان القِصة أنَّ الروثة التي جاء بها كانت روثةُ حمار،
Intinya : kotoran tersebut yg di nyatakan Nabi shallallahu alaihi wasallam dg kalimat riksun
adalah kotoran himar.
Dg demikian , kotoran hewan yg haram di mkn atau yg halal
ttp najis.
Selama hidupnya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dan para sahabat tdk pernah melakukan salat
sdg pakaiannya atau tempat salatnya
terdapat kotoran hewan.
Bila kotoran hewan di katakan suci, mk bertentangan dg hadis
dimana Nabi shallallahu alaihi
wasallam melemparkan sandalnya karena ada
kotoran.
Bila kotoran hewan di katakan suci, mk kpn masjid Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam dibiarkan ada kotoran hewan.
Bila kotoran hewan dikatakan suci mn dalilnya yg tepat .
Artikel Terkait
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan