Dan kritik Al bani kepada Doktor Al Buthi
وَمَاتَ أَبُوْ طَالِبٍ فِي نِصْفِ شَوَّالٍ مِنْ عَاشِرِ اْلبِعْثَةِ وَعَظُمَتْ بِمَوْتِهِ الرَّزِيَّةُ O وَتَلَتْهُ خَدِيْجَةُ بَعْدَ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ وَشَدَّ الْبَلاَءُ عَلَي الْمُسْلِمِيْنَ عُرَاهُ O وَأَوْقَعَتْ قُرَيْشٌ بِهِ صَلَّي اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُلَّ أَذِيَّةٍ O
Abu Thalib meninggal dunia pada pertengahan Sawal dari tahun sepuluh kenabian, lalu gangguan dari Qurais menjadi besar, Tiga hari kemudian Khadijah meninggal dunia, dan gangguan pun bertambah kepada kaum muslimin lalu bangsa Quraisy juga semakin gencar memberikan gangguan kepadanya.
Al Musayyab berkata:
أَنَّ أَبَا طَالِبٍ لَمَّا حَضَرَتْهُ الْوَفَاةُ دَخَلَ عَلَيْهِ النَّبِيُّ صَلَّى اللُهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعِنْدَهُ أَبُو جَهْلٍ فَقَالَ أَيْ عَمِّ قُلْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ كَلِمَةً أُحَاجُّ لَكَ بِهَا عِنْدَ اللهِ فَقَالَ أَبُو جَهْلٍ وَعَبْدُاللهِ بْنُ أَبِي أُمَيَّةَ يَا أَبَا طَالِبٍ تَرْغَبُ عَنْ مِلَّةِ عَبْدِالْمُطَّلِبِ فَلَمْ يَزَالاَ يُكَلِّمَانِهِ حَتَّى قَالَ آخِرَ شَيْءٍ كَلَّمَهُمْ بِهِ عَلَى مِلَّةِ عَبْدِالْمُطَّلِبِ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللُهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ َلأَسْتَغْفِرَنَّ لَكَ مَا لَمْ أُنْهَ عَنْهُ فَنَزَلَتْ ( مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَى مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ ) وَنَزَلَتْ ( إِنَّكَ لاَ تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ )
Ketika Abu Tholib akan meninggal dunia, Nabi Muhammad SAW. masuk kepadanya. Disisi Abu Tholib terdapat Abu Jahal. Nabi SAW. berkata: ” Wahai pamanku ! Katakanlah la ilaha illallah suatu kalimat yang saya gunakah hujjah untukmu disisi Allah “.
Abu Jahal dan Abdullah bin Abu Umayyah berkata: “ Wahai Abu Tholib ! Apakah kamu benci agama Abdul muttholib .Keduanya mengatakan begitu terus hingga akhir perkataan Abu Tholib adalah: “ Saya ikut agama Abd Muttholib “.
Nabi Muhammad SAW. bersabda: ” Sungguh aku akan memintakan ampun kepadamu selama tidak dilarang, lalu turunlah ayat:
مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَى مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ
Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat (nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu, adalah penghuni neraka Jahannam. [1]
Lantas turunlah ayat lagi
إِنَّكَ لاَ تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ
Sesungguhnya kamu tidak akan bisa memberikan petunjuk kepada orang yang kamu senangi.[2] Lantas turunlah ayat larangan minta ampun untuk kaum musyrik tadi ayat 113 Tobat.
Tentang kematian Khadijah tiga hari setelah wafatnya Abd Muttholib, maka ada hadis sbb:
- وَأَخْبَرَنَا أَبُو عَبْدِ اللهِ الْحَافِظُ قاَلَ: حَدَّثَنَا أَبُو اْلعَبَّاسِ مُحَمَّدٌ بْنُ يَعْقُوْبَ قَالَ: حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ عَبْدِ الْجَبَّارِ قَالَ: حَدَّثَنَا يُوْنُسُ بْنُ بُكَيْرٍ ، عَنِ ابْنِ إِسْحَاقَ قَالَ: « ثُمَّ إِنَّ خَدِيْجَةَ بِنْتَ خُوَيْلِدٍ ، وَأَبَا طَالِبٍ مَاتَا فيِ عَامٍ وَاحِدٍ ، فَتَتَابَعَتْ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمَصَائِبُ بِهَلاَكِ خَدِيْجَةَ ، وَأَبِي طَالِبٍ ، وَكَانَتْ خَدِيْجَةُ وَزِيْرَةَ صِدْقٍ عَلَى اْلإِسْلاَمِ ، كاَنَ يَسْكُنُ إِلَيْهَا » قُلْتُ: وَبَلَغَنِي أَنَّ مَوْتَ خَدِيْجَةَ كَانَ بَعْدَ مَوْتِ أَبِي طَالِبٍ بِثَلاَثَةِ أَيَّامٍ ، وَاللهُ أَعْلَمُ. ذَكَرَهُ أَبُو عَبْدِ اللهِ بْنُ مَنْدَه فِي كِتَابِ الْمَعْرِفَةِ ، وَكَذَلِكَ ذَكَرَهُ شَيْخُنَا أَبُو عَبْدِ اللهِ الْحَافِظُ رَحِمَهُ الله
………………… Ibnu Ishak berkata: Sesungguhnya Khadijah binti Khuwailid dan Abu Thalib meninggal dunia dalam tahun yang sama, lalu beberapa penderitaan datang kepada Rasulullah SAW karena kematian Khadijah dan Abu Thalib.
Khadijah adalah teman yang setia kepada Islam dan Rasulullah SAW juga tentram di sisinya.
Aku berkata: Sampai berita kepadaku bahwa kematian Khadijah tiga hari setelah Abu Thalib, wallahu a`lam.
Kisah ini di sebut oleh Abu Abdillah bin Mandah dalam kitab al ma`rifah, begitu juga guru kami Abu Abdillah al hafizh rahimahullah. [3]
Komentarku ( Mahrus ali ):
Kisah itu kurang akurat karena dari Ibnu Ishak yang tabi`in bukan sahabat dan dia tidak menyaksikan waktu kematian Abu Thalib dan Khadijah. Beritanya mesti dari orang lain dan dia tidak menyebutkannya. Karena itu boleh di katakan tidak valid, apalagi banyak ulama yang menuduhnya syi`ah dan qadariyah.
Dalam arieksinggih.wordpress.com terdapat keterangan yang berbeda dengan keterangan di atas sbb:
Tahun Berduka
Abu Thalib meninggal dunia pada bulan Rajab tahun kesepuluh dari nubuwah. Hal ini menyebabkan Rosululloh صلى الله عليه وسلم sangat berduka karena paman beliaulah yang telah membantu perjuangan beliau dalam berdakwah Islam, dan yang lebih menyakitkan Abu Thalib mati dalam keadaan Kafir. Kira-kira dua atau tiga bulan setelah Abu Thalib meninggal dunia, Ummul Mukminin Khadijah meninggal dunia pula, tepatnya pada bulan Ramadhan tahun kesepuluh dari nubuwah. Khadijah merupakan salah satu nikmat yang dianugrahkan Alloh kepada Rosululloh untuk menemani berdakwah. Kesedihan beliau bertambah lagi setelah dakwah beliau ke Thaif ditolak dan dilecehkan, beliau pulang tanpa ada seorangpun yang memberi pertolongan dan menghiburnya. Sehingga tahun tersebut di kenal sebagai tahun duka cita atau Amul Huzni[4].
Komentarku ( Mahrus ali ):
Perbedaan di sini adalah terletak pada pernyataan nya: Kira-kira dua atau tiga bulan setelah Abu Thalib meninggal dunia,, Ummul Mukminin Khadijah meninggal dunia pula, tepatnya pada bulan Ramadhan tahun kesepuluh dari nubuwah. Pada hal Ibnu Ishak tadi menjelaskan sekitar tiga hari setelah Abu Thalib meninggal dunia, mana yang di pakai atau yang di tinggalkan, ternyata keduanya tidak layak di percaya karena kita akan tersesat bila kita percaya kepada refrensi yang tidak valid itu.
Apalagi pernyataan Khadijah meninggal di bulan Ramadhan, apakah tidak di bulan lainnya, bagaimanakah bila pernyataan itu tidak benar, apakah tidak termasuk menipu umat bukan berbuat jujur untuk mereka, menyesatkan mereka bukan membimbing ke arah kebenaran.. Karena itu bila masih ragu jangan di sebarkan tapi simpan saja. Bila tidak ada dalilnya, jangan di pakai untuk diri sendiri atau orang lain. Kasihan umat sudah capek dan sulit membedakan mana kesalahan dan kebenaran. Jadi kapan Abu Thalib meninggal, apakah Khadijah lebih dulu atau kah Abu Thalib, kita masih belum punya refrensi yang valid. Refrensi yang kita terima tentang berita itu penuh kedustaan dan kepalsuan. Bila di katakan akan menyesatkan, lebih baik diam. Allah berfirman:
قُلْ هَاتُوا بُرْهَانَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ
Katakanlah: "Unjukkanlah bukti kebenaranmu, jika kamu memang orang-orang yang benar".
- Al bani menyatakan:
. Setelah sang doktor menyebut wafatnya Khadijah dan paman Nabi SAW Abu Thalib di tahun ke sepuluh kenabian, sang doktor menyatakan: Sungguh Nabi SAW menyatakan tahun ini adalah tahun sedih karena banyak penderitaan yang terjadi di dalamnya dalam berdakwah.
- قُلْتُ: مِنْ أَيِّ مَصْدَرٍ مِنَ الْمَصَادِرِ الْمَوْثُوْقَةِ أَخَذَ الدُّكْتُوْرُ هَذَا الْخَبَرَ وَهَلْ إِسْنَادُهُ - إِنْ كَانَ لَهُ إِسْنَادٌ - مِمَّا تَقُوْمُ بِهِ الْحُجَّةُ ؟ فَإِنِّي بَعْدَ مَزِيْدِ اْلبَحْثِ عَنْهُ لَمْ أَقِفْ عَلَيْهِ وَإِنَّمَا أَوْرَدَهُ الشَّيْخُ الْغَزَالِي فِي كِتَابِهِ ( فِقْهُ السِّيْرَة ِ) بِدُوْنِ عَزْوٍ وَلَعَلَّ الدُّكْتُوْرَ قَلَّدَهُ فِي ذَلِكَ مَعَ أَنَّ اْلغَزَالِي حَفِظَهُ اللهُ تَعَالَى لَمْ يَدَّعِ مَا ادَّعَاهُ الدُّكْتُوْرُ: ( أَنَّهُ اعْتَمَدَ عَلَى ( صِحَاحِ السُّنَّةِ ) وَ ( عَلَى مَا صَحَّ مِنْ أَخْبَارِ كُتُبِ السِّيْرَةِ ) فَلاَ يُرَدُّ عَلَيْهِ مَا يُرَدُّ عَلَى الدُّكْتُوْرِ وَإِنْ كَانَ مِنَ الْمَنْهَجِ اْلعِلْمِي الصَّحِيْحِ يُوْجِبُ اْلاِعْتِمَادَ عَلَى مَا صَحَّ مِنَ اْلأَخْبَارِ وَإِلاَّ فَعَلَى اْلأَقَلِّ ذِكْرُ الْخَبَرِ مَعَ الْمَصْدَرِ الَّذِي يُمْكِنُ الْبَاحِثُ مِنَ التَّحَقُّقِ مِنْهُ وَهَذَا مَا يَصْنَعُهُ الْمُحَقِّقُوْنَ مِنْ أَهْلِ اْلعِلْمِ بِطُرُقِ التَّخْرِيْجِ وَالنَّقْدِ مِثْلُ الْحَافِظِ ابْنِ كَثِيْرٍ وَغَيْرِهِ خِلاَفاً لِلدُّكْتُوْرِ وَأَمْثَالِهِ مِنَ الْمُؤَلِّفِيْنَ النَّقَلَةِ الْقَمَّاشِيْنَ الْجَمَّاعِيْنَ فَهُوَ مَعَ جَزْمِهِ بِصِحَّةِ هَذَا الْخَبَرِ بِقَوْلِهِ: ( وَلَقَدْ أَطْلَقَ... ) لاَ يَذْكُرُ عَلَى اْلأَقَلِّ مَصْدَرَهُ فَمِنْ أَيْنَ عَرَفَ صِحَّتَهُ ؟
Saya ( Al albani ) berkata: Dari refrensi yang sahih dan valid mana yang di buat landasan doktor ( Ramdahan al buthi dari Mesir ), apakah sanadnya bisa di buat hujjah, bila memang ada sanadnya ?. Sesungguhnya aku setelah banyak mengkaji ternyata aku tidak menjumpainya. Kisah itu hanya di cantumkan oleh Muhammad Ghozali dalam kitab karyanya Fiqhus sirah tanpa menyatakan hadis.
Barang kali doktor hanya menjiplak kepadanya, anehnya Ghozali sendiri tidak menyatakan sebagaimana di katakan oleh doktor yaitu beliau berlandaskan kepada hadis yang sahih dan kitab sirah yang valid
Karena itu, Ghozali tidak mendapat keritikan sebagaimana apa yang di alami oleh doktor. Sekalipun menurut metode ilmiyah yang sahih mengharuskan berpegangan kepada kabar yang valid. Paling tidak menyebut refrensi yang bisa di buat landasan oleh penkaji dan bisa di buktikan. Inilah apa yang di lakukan oleh pentahkik dari kalangan ulama dengan jalan takhrij dan kritik sebagaimana apa yang di lakukan oleh al hafizh Ibnu Katsir dan lainnya .
Berlainan dengan doktor Al buthi dan sesamanya dari kalangan pengarang yang suka mengutip, pengampu sampah – sampah ilmu. Dia juga menyatakan hal itu hadis sahih, tapi tidak menyebutkan refrensinya lalu dari mana bisa di katakan akurat.
إِذَنْ هَذِهِ الصِّحَّةُ وَغَيْرُهَا مُجَرَّدُ دَعْوًى أَوْ هَوًى مِنَ الدُّكْتُوْرِ لَيْسَ إِلاَّ
- وَمِمَّا يَدُلُّ عَلَى ذَلِكَ أَنَّ الْمَصْدَرَ اْلوَحِيْدَ الَّذِي رَأَيْتُهُ قَدْ أَوْرَدَهُ إِنَّمَا هُوَ الْقَسْطَلاَّنِي فِي ( الْمَوَاهِبِ اللَّدُنِيَّةِ ) فَلَمْ يَزِدْ عَلَى قَوْلِهِ: ( فِيْمَا ذَكَرَهُ صَاعِدٌ ) وَ صَاعِدٌ هَذَا هُوَ ابْنُ عُبَيْدٍ اْلعَجْلِي كَمَا قَالَ الزَّرْقَانِي فِي شَرْحِهِ عَلَيْهِ ( 1 / 244 ) فَمَا حَالُ صَاعِدٍ هَذَا ؟ إِنَّهُ مَجْهُوْلٌ لاَ يُعْرَفُ وَلَمْ يُوَثِّقْهُ أَحَدٌ بَلْ أَشَارَ الْحَافِظُ إِلَى أَنَّهُ لَيِّنُ الْحَدِيْثِ إِذَا لَمْ يُتَابَعْ كَمَا هُوَ حَالُهُ فِي هَذَا الْخَبَرِ.......
Jadi sahih dan lainnya yang di nyatakan oleh doktor sekedar pengakuan dan hawa nafsu doktor, hanya itulah, tiada lainnya .
Indikatorntya salah satu refrensi nya yang di pakai sebagaimana ku lihat adalah Qasthallani dalam kitab al mawahib alladuniyah. Beliau hanya menyatakan menurut penuturan Sha`id. Dan sha`id kali ini adalah Ibnu Ubaid al ajli sebagaimana di katakan oleh Zarqani dalam kitab syarahnya 244/1 . lalu bagaimanakah identitas Sha`id kali ini ?
Dia tidak di kenal dan tiada ulama yang menyatakan dia terpercaaya, bahkan isarat al hafizh dia adalah perawi lemah bila tidak di dukung perawi lain sebagaimana kebiasannya dalam berita semacam ini. [5]
Di tempat lain, Al albani menyatakan ;
صَاعِدٌ ) يُشْعِرُ أَنَّهُ ذَكَرَهُ مُعَلَّقًا بِدُوْنِ إِسْنَادٍ فَيَكُوْنُ مُعْضَلاً فَيَكُوْنُ الْخَبَرُ ضَعِيْفًا لاَ يَصِحُّ حَتىَّ وَلَوْ كَانَ صَاعِدٌ مَعْرُوْفًا بِالثِّقَةِ وَالْحِفْظِ وَهَيْهَاتَ هَيْهَاتَ
Sha`id disini dia sebutkan hadis dengan ta`liq tanpa sanad. jadi mu`dhal atau lemah sekali, tidak sahih . Seandainya Sha`id terkenal di percaya dan banyak hapalannya tetap tidak sahih, tidak mungkin begitu ……………….[6]
Bacalah lagi diblog ke dua : www.mantankyainu2.blogspot.com
Mau telp atau sms: 085852588175. 03140158866. 088803080803.. sms langsung ke laptop 08819386306.
[1] At taubah 113
[2] HR Bukhori / Janaiz / 1360. Manaqib / 3884. Tafsir / 4675. Muslim / Iman / 24 . Nasai / Janaiz / 2035. Al ahad wal matsani 720 , Jamiul ahadis 325/10
[3] Dalailun nubuwah 236.2
[4] arieksinggih.wordpress.com
[5] Difa` anil hadis nabawi 18/1
[6] Difa` anil hadis nabawi 19/1
Artikel Terkait
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan