KIBLAT.NET, Jakarta – Pengamat terorisme Mustofa Nahrawardaya
menyatakan bahwa dirinya pernah disebut sebagai bagian dari teroris
karena meminta evaluasi terhadap Detasemen Khusus Anti-Teror Densus 88
dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
Mustofa Nahra mengungkapkan, dirinya bersama dengan Ketua PP Muhammadiyah Din Syamsudin pada bulan Februari 2013 pernah meminta Kapolri untuk melakukan evaluasi terhadap keberadaan Densus 88 dan BNPT. Pasalnya sejak pertama kali digulirkan hingga tahun 2013, telah ada lebih dari 125 kader muda Islam yang terbunuh di tangan Densus tanpa melalui proses peradilan.
Namun jawaban mengagetkan datang dari Mabes Polri. “Siapapun yang meminta evaluasi Densus 88 dan BNPT berarti dia juga teroris,” kata Nahra dalam Tabligh Akbar ‘Jangan Berangus Media Dakwah Kami’, Jumat (03/04) di Masjid Al Azhar Jakarta Selatan.
Menurut kader muda Muhammadiyah ini, keberadaan media Islam sebenarnya sangat membantu dalam memberikan informasi, terutama terkait berita-berita keislaman dan terorisme.
Dengan adanya media-media Islam, maka akan ditemukan hal-hal yang tidak diberitakan oleh media mainstream yang seringkali bersumber hanya dari aparat.
“Saya tidak menemukan satu pun informasi yang jujur ketika tidak ada media Islam. Kalau saya percaya pada media mainstream maka saya hanya menemukan separuh informasi terkait berita tentang Islam maupun terorisme dan radikalisme,” ujar pria yang telah meneliti terorisme sejak tahun 2004 itu.
“Kalau media Islam ini dimatikan, maka kita dipaksa percaya dengan informasi yang datang dari salah satu pihak,” tandasnya.
Reporter : Imam S.
Editor: Fajar Shadiq
Mustofa Nahra mengungkapkan, dirinya bersama dengan Ketua PP Muhammadiyah Din Syamsudin pada bulan Februari 2013 pernah meminta Kapolri untuk melakukan evaluasi terhadap keberadaan Densus 88 dan BNPT. Pasalnya sejak pertama kali digulirkan hingga tahun 2013, telah ada lebih dari 125 kader muda Islam yang terbunuh di tangan Densus tanpa melalui proses peradilan.
Namun jawaban mengagetkan datang dari Mabes Polri. “Siapapun yang meminta evaluasi Densus 88 dan BNPT berarti dia juga teroris,” kata Nahra dalam Tabligh Akbar ‘Jangan Berangus Media Dakwah Kami’, Jumat (03/04) di Masjid Al Azhar Jakarta Selatan.
Menurut kader muda Muhammadiyah ini, keberadaan media Islam sebenarnya sangat membantu dalam memberikan informasi, terutama terkait berita-berita keislaman dan terorisme.
Dengan adanya media-media Islam, maka akan ditemukan hal-hal yang tidak diberitakan oleh media mainstream yang seringkali bersumber hanya dari aparat.
“Saya tidak menemukan satu pun informasi yang jujur ketika tidak ada media Islam. Kalau saya percaya pada media mainstream maka saya hanya menemukan separuh informasi terkait berita tentang Islam maupun terorisme dan radikalisme,” ujar pria yang telah meneliti terorisme sejak tahun 2004 itu.
“Kalau media Islam ini dimatikan, maka kita dipaksa percaya dengan informasi yang datang dari salah satu pihak,” tandasnya.
Reporter : Imam S.
Editor: Fajar Shadiq
Artikel Terkait
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan