SangPencerah.com-
Terkait dengan Tewasnya Siyono (39) warga Dusun Brengkungan, Desa
Pogung, Kecamatan Cawas, Klaten yang diduga tewas saat dibawa Densus 88,
Jumat (11/3/2016), perlu disampaikan beberapa tanggapan sebagai
berikut:
Pertama,
bahwa saksi di TKP menyatakan korban telah dijemput paksa oleh Densus
88 dalam kondisi sehat wal afiat, Selasa (8/3/2016) tanpa sakit tanpa
luka. Korban dijemput setelah Shalat Maghrib di Mesjid dekat rumah dan
saat ini korban telah dinyatakan tewas oleh kepolisian. Alasan korban
tewas, menurut Karo Penmas Polri Brigjen Agus Rianto, adalah karena
kelelahan setelah berkelahi dengan Densus 88 di dalam mobil.
Kedua,
tentu saya tidak mudah percaya dengan perubahan karakter Densus 88 yang
tiba-tiba menjadi tidak ganas. Selama ini, semua orang juga tahu akan
keganasan Densus 88 saat bekerja. Tidak ada ceritanya, ada terduga yang
dapat lolos dari kawalan Densus. Setetelah ditangkap dengan cara kasar,
biasanya terduga langsung diborgol, dilakban mukanya. Bahkan, kaki dan
tangan terduga, 100% tidak mungkin dapat bergerak bebas, karena
memborgol kaki dan tangan adalah standard baku mereka. Jadi kalau sampai
ada terduga lepas dari kawalan, apalagi berani melawan Densus seperti
Siyono, ini sebuah fenomena baru. Boro-boro berkelahi. Terduga
menggerakkan tangan saja, kemungkinan sudah ditembak mati karena
dianggap melawan. Ini adalah kejahatan extra ordinary crime. Kejahatan
tingkat tinggi, yang resiko dari kejahatannya dapat membunuh banyak
orang. Maka dari itu, kebiasaan Densus, adalah bermain keras dan
ganas—jika tidak mau saya sebut kejam. Densus sering memberlakukan
diskresi. Korban dari pengadilan di luar Gedung Pengadilan juga sudah
banyak.
Ketiga, kematian Siyono, jelas menyisakan banyak pertanyaan. Oleh karena
itu, patut dilakukan pengusutan serius terhadap operasi Densus ini.
Jika perlu, dilakukan audit total terhadap satuan khusus anti terorisme
ini. Kenapa harus diaudit, karena kenaikan anggaran Rp. 1,9 Triliun
untuk Densus 88, diakui Luhut Panjaitan adalah untuk kenaikan gaji 400
Anggota Densus, Peremajaan alat, penguatan intelijen, dan sebagainya.
Namun jika kenaikan tersebut tidak menambah keahlian Densus dalam dinas,
maka anggaran tersebut perlu diaudit dan kalau perlu, selama audit,
operasi Densus 88 sementara dikembalikan ke Brimob terlebih dahulu.
Keempat, cara-cara Densus menggeledah perlu dievaluasi. Banyaknya
pelanggaran di lokasi penggerebekan termasuk di TK Roudhatul Athfal
Klaten. Penggeledahan disaat anak-anak TK yang sedang belajar di lokasi,
tidaklah perlu. Jika fungsi intelijen akan ditingkatkan dengan kenaikan
anggaran, maka cara-cara brutal seperti itu jelas tidak elok. Selain
menyebabkan anak-anak trauma, maka perilaku Densus seperti itu sangat
berpotensi menimbulkan dendam kesumat yang tersimpan di benak para
siswa. Cara-cara itu hanya akan melahirkan teroris baru di kemudian
hari.
Atas kejadian ini harus menjadi evaluasi mendalam. Operasi sementara harus dihentikan, anggaran Densus 88 harus diaudit total.
Jakarta, 13 Maret 2016
Mustofa B. Nahrawardaya, Pengamat Terorisme; Pengurus MPI PP Muhammadiyah periode 2010-2015, 2015-2020.
Artikel Terkait
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan