Hal ini sangat bertolak belakang dengan Amerika Serikat, sebagai negara sekuler malah menjamin dan dilindungi untuk memakai jilbab, tak terkecuali anggota militer. Karena memang menjalankan agama adalah jaminan Konstitusi Amerika Serikat (Second Amendement).
“Mereka tidak saja diperkenankan memakai jilbab." ujar Syamsi Ali.
Sedangkan dalam kehidupan bernegara, konstitusi negara adalah raja di atas segala bentuk aturan lainnya,”terang Shamsi dalam facebooknya.
Dai dari Bulukumba-Makasar, yang menetap di Amerika ini menjelaskan bahwa di Amerika Serikat tentara diberikan kesempatan untuk memilih keyakinan dan menjalankan keyakinan mereka.
Bahkan untuk memudahkan mereka dalam menjalankan agama masing-masing, setiap kelompok agama punya hak untuk memiliki mentor keagamaan yang disebut “chaplain”.
Khusus untuk mereka yang beragama Islam yang jumlahnya ribuan di militer Amerika, puluhan bahkan ratusan Imam diangkat sebagai pembina kerohaniaan atau chaplain di setiap barak militer, bahkan di medan perang sekalipun.
Imam Shamsi menjelaskan bahwa ada kekhawatiran sebagian jika jilbab diperbolehkan untuk tentara Muslimah makan akan mengurangi soliditas ketentaraannya.
“Padahal sebaliknya yang akan terjadi. Secara fisik tidak mengurangi karena yang terjadi hanya menutup aurat secara sempurna. Sebaliknya secara ruhiyah maknawiyah sang tentara yang diberikan hak menjalankan agamanya secara penuh akan semakin solid. Kenapa? Karena dengan kebebasan itu mereka merasa memiliki dan komitmen pengabdian serta loyalitasnya kepada negara akan semakin solid pula,” jelas imam masjid di New York ini.
Shamsi mengakui bahwa Amerika bermasalah dalam politik luar negerinya, tapi untuk kebebasan beragama (khususnya masalah jilbab) terkadang negeri Muslim harus belajar dari Amerika. [adivammar/voa-islam.com/sharia]
Artikel Terkait
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan