Merdeka.com - Hari ini warga Jawa Timur (Jatim) menggelar pesta demokrasi. Mereka akan menentukan siapa yang akan menjabat sebagai orang nomor satu Jatim.
Pesta demokrasi ini mengingatkan akan sosok RMTA Soerjo. Dia adalah Gubernur Jatim pertama usai republik ini meraih kemerdekaan.
Usai dilantik secara resmi, Gubernur Soerjo langsung berhadapan dengan situasi yang genting setelah terbunuhnya Jenderal Mallaby pada 31 Oktober 1945.
Hal itu menyulut kemarahan tentara Inggris yang kemudian mengeluarkan ultimatum agar rakyat Surabaya menyerahkan senjata sampai batas waktu 10 November 1945. Jika tuntutan itu tidak dipenuhi, tentara Inggris mengancam akan membumihanguskan Surabaya.
Menghadapi situasi seperti itu, Gubernur Soerjo berusaha untuk tetap berkepala dingin. Dia kemudian mengadakan rapat dengan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dan pada 9 November 1945, malam hari sekitar pukul 23.00 WIB, Gubernur Soerjo berpidato menggunakan siaran radio untuk menggugah semangat arek-arek Surabaya.
Pidato yang sama juga digelorakan Bung Tomo, hingga keesokan harinya pecahlah pertempuran 10 November 1945. Meski tidak seimbang karena sebagian besar rakyat hanya bersenjatakan bambu runcing, tetapi pertempuran yang kemudian dikenal dengan Pertempuran Surabaya mampu memukul mundur kekuatan Inggris.
Hal itu membuat tentara Inggris semakin geram dan terus melancarkan serangan ke Surabaya. Gubernur Soerjo terpaksa harus berpindah tempat ke Sepanjang, Sidoarjo, kemudian ke Mojokerto, Kediri, dan Malang.
Tahun 1947, tugas Gubernur Soerjo digantikan oleh Dr Moerdjani. Gubernur Soerjo kemudian mendapat tugas sebagai Wakil Ketua DPA di Yogyakarta yang waktu itu menjadi ibu kota.
Tanggal 10 November 1948, Gubernur Soerjo pergi ke Madiun untuk menghadiri peringatan 40 hari meninggalnya sang adik, RM Sarjuno. Sarjuno menjadi korban pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) di Madiun.
Tetapi, saat melintas di desa Bago, Kedunggalar, Ngawi, dia dicegat oleh gerombolan PKI di bawah pimpinan Amir Sjarifuddin dan Muhammad Yusuf. Bersama Kombes Pol M Doerjat dan Kompol Soeroko, dia ditangkap dan dibawa ke Hutan Sonde untuk dibunuh dengan sangat kejam.
Ketiganya dibunuh di dekat sungat Klakah. Mayat mereka dikubur secara sembarangan.
Jenazah Gubernur Soerjo ditemukan empat hari setelah pembunuhan. Jenazah itu kemudian dimakamkan di Sasono Mulyo yang terletak di Sawahan, Kabupaten Magetan.
Pemerintah lalu menggelari Gubernur Soerjo sebagai Pahlawan Nasional Pembela Kemerdekaan. Hal itu tertuang dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 294 tanggal 17 Nopember 1964.
Artikel Terkait
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan