Shalat
Dengan Pakaian Kotor
July
3, 2014 2 comments
Pertanyaan
Saya seringkali bingung jika harus
menjalankan sholat di area kampus. Karena setelah seharian penuh kuliah dan
belum mandi sore, saya terpaksa sholat dalam keadaan badan yang lengket dan
baju yang terkena banyak debu saat beraktivitas. Pertanyaan saya Pak, apakah
diperbolehkan sholat dalam keadaan badan dan pakaian yang kotor karena keadaan
yang tidak memungkinkan untuk mandi dan ganti baju? Padahal yang saya tahu
kebersihan diri dan pakaian merupakan salah satu dari syarat sahnya sholat.
Terima kasih. Nimas Mustika Arrum/ Mahasiswi Teknik Industri/ Kelas G
Jawaban
Alhamdulillah, Wassholatu Wassalamu ‘Ala Muhammad Rasulillah.
Yang menjadi syarat sah shalat diantaranya adalah kesucian badan dan
pakaian. Namun kesucian sedikit berbeda dengan kebersihan. Yang membuat badan
dan pakaian menjadi tidak suci adalah benda-benda najis. Sesuatu dikatakan
najis hanya jika ada dalil yang menunjukkan kenajisannya. Jika tidak ada dalil
yang menunjukkan, maka benda tersebut tetap dihukumi suci meski manusia merasa
jijik terhadapnya.
Atas dasar ini: darah, air kencing, kotoran manusia semuanya dihukumi najis
karena ada dalil yang menunjukkan kenajisannya. Adapun ingus, sisa makanan
dalam gigi, dan ludah semuanya dihukumi suci karena tidak ada dalil yang
menunjukkan kenajisannya.
Debu dan keringat bukan benda najis karena tidak ada dalil yang menunjukkan
kenajisannya. Karena itu, badan yang “kotor” karena debu atau keringat, tetap
dihukumi suci sehingga sah melakukan shalat dalam keadaan badan
berkeringat (basah kuyup sekalipun) atau badan penuh debu.
Di zaman Rasulullah ,صلى الله عليه وسلم pakaian
wanita panjang-panjang (sampai menyeret di atas tanah) karena mereka wajib
menutup aurot dengan sempurna. Pakaian jenis ini menimbulkan masalah, yaitu:
Apakah pakaiannya menjadi najis jika pakaian tersebut menyapu tempat-tempat berdebu,
becek atau tempat yang kotor? Ternyata nabi menjawabnya: tetap suci, karena
ketika wanita melewati tempat yang tidak kotor dan pakaiannya menyapu tempat
tersebut, tempat yang bersih itu secara fikih mensucikan ujung pakaian yang
terkena debu/kotoran itu. Abu Dawud meriwayatkan:
سنن أبى داود – م (1/ 147)
عَنْ أُمِّ وَلَدٍ لإِبْرَاهِيمَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ
أَنَّهَا سَأَلَتْ أُمَّ سَلَمَةَ زَوْجَ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم-
فَقَالَتْ إِنِّى امْرَأَةٌ أُطِيلُ ذَيْلِى وَأَمْشِى فِى الْمَكَانِ الْقَذِرِ.
فَقَالَتْ أُمُّ سَلَمَةَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- «
يُطَهِّرُهُ مَا بَعْدَهُ ».
dari Ummu walad Ibrahim bin Abdirrahman bin Auf bahwasanya dia pernah
bertanya kepada Ummu Salamah, istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam seraya
berkata; Sesungguhnya saya seorang wanita yang memanjangkan ujung (bagian
bawah) pakaianku dan berjalan di tempat yang kotor. Maka Ummu Salamah menjawab:
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Ia (bagian bawah pakaian
yang kotor) tersucikan oleh tempat setelahnya (yang dilewati) “. (H.R.Abu
Dawud)
Di zaman Rasulullah صلى الله عليه وسلم, kaum
muslimin shalatnya memakai sandal dan masjidnya langsung tanah. Misalnya
seperti yang tersirat dalam hadis berikut ini;
سنن أبى داود (2/ 288)
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَبَيْنَمَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي بِأَصْحَابِهِ إِذْ خَلَعَ نَعْلَيْهِ
فَوَضَعَهُمَا عَنْ يَسَارِهِ فَلَمَّا رَأَى ذَلِكَ الْقَوْمُ أَلْقَوْا
نِعَالَهُمْ فَلَمَّا قَضَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
صَلَاتَهُ قَالَ مَا حَمَلَكُمْ عَلَى إِلْقَاءِ نِعَالِكُمْ قَالُوا رَأَيْنَاكَ
أَلْقَيْتَ نَعْلَيْكَ فَأَلْقَيْنَا نِعَالَنَا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ جِبْرِيلَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
أَتَانِي فَأَخْبَرَنِي أَنَّ فِيهِمَا قَذَرًا أَوْ قَالَ أَذًى وَقَالَ إِذَا
جَاءَ أَحَدُكُمْ إِلَى الْمَسْجِدِ فَلْيَنْظُرْ فَإِنْ رَأَى فِي نَعْلَيْهِ
قَذَرًا أَوْ أَذًى فَلْيَمْسَحْهُ وَلْيُصَلِّ فِيهِمَا
Dari Abu Sa’id Al-Khudri dia berkata; Tatkala Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam mengerjakan shalat bersama para sahabatnya, tiba tiba beliau
melepaskan kedua sandalnya lalu meletakkannya di sebelah kirinya. Sewaktu para
sahabat melihat tindakan beliau tersebut, mereka ikut pula melepas sandal
mereka. Maka tatkala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam selesai shalat, beliau
bersabda: “Apa gerangan yang membuat kalian melepas sandal sandal kalian?”
Mereka menjawab; Kami melihat engkau melepas sandal, sehingga kami pun
melepaskan sandal sandal kami. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda: “Sesungguhnya Malaikat Jibril ‘Alaihis Salam telah datang kepadaku,
lalu memberitahukan kepadaku bahwa di sepasang sandal itu ada najisnya.”
Selanjutnya beliau bersabda: “Apabila salah seorang di antara kalian datang ke
masjid, maka perhatikanlah, jika dia melihat di sepasang sandalnya terdapat
najis atau kotoran maka bersihkan, dan shalatlah dengan sepasang sandalnya
itu.” (H.R.Abu dawud)
Dengan kondisi seperti ini, pasti para shahabat shalat dalam keadaan tubuh
dan pakaiannya “kotor” terkena debu. tentunya juga shalat dalam berkeringat
ketika mereka terkena terik matahari saat datang ke masjid, terutama saat
datang untuk shalat dhuhur dan ashar.
Bahkan ada hadis yang sangat jelas menunjukkan Rasulullah صلى الله عليه وسلم pernah shalat
dalam keadaan dahi beliau terkena lumpur tempat sujud, karena tanah masjid
waktu itu basah oleh air hujan. Imam Muslim meriwayatkan;
صحيح البخاري (7/ 158)
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُأَنَّ رَسُولَ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَعْتَكِفُ فِي الْعَشْرِ الْأَوْسَطِ
مِنْ رَمَضَانَ فَاعْتَكَفَ عَامًا حَتَّى إِذَا كَانَ لَيْلَةَ إِحْدَى
وَعِشْرِينَ وَهِيَ اللَّيْلَةُ الَّتِي يَخْرُجُ مِنْ صَبِيحَتِهَا مِنْ
اعْتِكَافِهِ قَالَ مَنْ كَانَ اعْتَكَفَ مَعِي فَلْيَعْتَكِفْ الْعَشْرَ
الْأَوَاخِرَ وَقَدْ أُرِيتُ هَذِهِ اللَّيْلَةَ ثُمَّ أُنْسِيتُهَا وَقَدْ
رَأَيْتُنِي أَسْجُدُ فِي مَاءٍ وَطِينٍ مِنْ صَبِيحَتِهَا فَالْتَمِسُوهَا فِي
الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ وَالْتَمِسُوهَا فِي كُلِّ وِتْرٍ فَمَطَرَتْ السَّمَاءُ
تِلْكَ اللَّيْلَةَ وَكَانَ الْمَسْجِدُ عَلَى عَرِيشٍ فَوَكَفَ الْمَسْجِدُ
فَبَصُرَتْ عَيْنَايَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى
جَبْهَتِهِ أَثَرُ الْمَاءِ وَالطِّينِ مِنْ صُبْحِ إِحْدَى وَعِشْرِينَ
dari Abu Sa’id Al Khudriy radliallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam ‘i’tikaf pada sepuluh malam pertengahan bulan dari Ramadhan
lalu orang-orang mengikutinya. Hingga ketika malam kedua puluh satu, yaitu
malam ketika Beliau kembali ke tempat i’tikaf Beliau, Beliau berkata: “Siapa
yang telah beri’tilkaf bersamaku maka hendaklah dia beri’tikaf pada sepuluh
malam-malam akhir. Sungguh aku telah diperlihatkan tentang malam Lailatul Qadar
ini namun kemudian aku dilupakan waktunya yang pasti. Maka carilah pada malam
sepuluh akhir dan carilah pada malam yang ganjil”. Kemudian pada malam itu
langit menurunkan hujan. Pada waktu itu atap masjid masih terbuat dari dedaunan
hingga air hujan mengalir masuk kedalam masjid. Kemudian mataku memandang
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang pada dahi Beliau ada sisa air dan
tanah liat, di waktu pagi, pada hari kedua puluh satu”. (H.R. Bukhari)
Semua ini menunjukkan bahwa tanah, debu dan keringat bukanlah benda yang
menajiskan. Sehingga tidak mengapa saudari shalat dalam keadaan tubuh
berkeringat dan berdebu. Wallahua’lam
http://rozikinmuafa.lecture.ub.ac.id/2014/07/shalat-dengan-pakaian-kotor/
Artikel Terkait
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan