Ahmad Anshori menulis: Dalil kaedah " Al-Ashlu fil Asya-i al-ibaahah hatta yadullu ad-dalill 'ala tahriimi (Semua makanan itu halal kecuali ada dalil yang mengharamkannya.)
...
قوله صلى الله عليه وسلم { ما أحل الله فهو حلال وما حرم فهو حرام وما سكت عنه فهو عفو ، فاقبلوا من الله عافيته فإن الله لم يكن لينسى شيئا } أخرجه البزار والطبراني من حديث أبي الدرداء بسند حسن
" مَا أَحَلَّ اللهُ فِيْ كِتَابِهِ فَهُوَ حَلاَلٌ وَمَا حَرَّمَ فَهُوَ حَرَامٌ وَمَا سَكَتَ عَنْهُ فَهُوَ عَفْوٌ فَاقْبَلُوْا مِنَ الله عَافِيَتَهُ { وَمَا كَانَ رَبُّكَ نَسِيًّا }
Sabda Nabi Shallallahu'alaihi wa sallam, “Semua yang Allah halalkan maka ia halal, yang diharamkan maka ia haram, dan yang didiamkan maka itu dimaafkan (boleh). Terimalah dari Allah kemurahanNya. Allah mendiamkannya bukan karena Rabbmu lupa.’ ” (HR. ad-Daraquthni dalam Sunan-nya: 2/137/12; dinilai shahih oleh al-Albani dalam Silsilah ash-Shahihah, no. 2256)
Komentarku ( Mahrus ali ):
Hadis yang anda sampaikan terdapat juga dikitab Ghoyatul maram 14/1 lalu di katakan sebagai hadis hasan oleh al bani. Dan dalam Silsilah sahihah Mukhtashoroh 325/5 di katakan sahih oleh al bani.
Syaikh Muhammad Shalih al Munajjid menyatakan:
( lihat linknya : http://islamqa.info/ar/43532
أخرجه الدارقطني في سننه (2/137) والحاكم في المستدرك (2/406) (10/12) والطبراني في مسند الشاميين (3/209) من طرق عن عاصم بن رجاء بن حيوة عن أبيه عن أبي الدرداء عن النبي صلى الله عليه وسلم به .
Hadis itu juga diriwayatkan oleh Daroquthni dalam kitab sunannya 137/2 , Al Hakim dalam kitab al Mustadrak 406 /2 . 12/10 . Thabrani dalam Musnad Samiyin 209/3 dari beberapa jalur dari Ashim bin Raja` bin Haiwah dari ayahnya dari Abud darda` dari Nabi SAW
وهذا إسناد منقطع ، فإن الانقطاع ظاهر بين رجاء بن حيوة وأبي الدرداء ، إذ وفاة رجاء كانت سنة 112 هـ ، ووفاة أبي الدرداء سنة 32 هـ
Ini sanad yang terputus . Sesungguhnya terputusnya sanad tampak sekali antara Raja` bin Haiwah dan Abu Darda` . Sebab wafatnya Raja` pada tahun 112 H dan wafatnya Abu darda` 32 H.
قال ابن حجر في ترجمة رجاء بن حيوة "تهذيب التهذيب" (3/229) : " روايته عن أبي الدرداء مرسلة " انتهى
Ibnu Hajar berkata dalam menjelaskan biografi Raja` bin Haiwah - Tahdzib tahdzib 229/3 – riwayatnya dari Abu Darda` adalah mursal. ………... ( lemah )
وقال الذهبي رحمه الله عن هذا الحديث : " إسناده منقطع " انتهى
Imam Dzahabi rahimahullah menyatakan hadis tsb adalah terputus sanadnya ………( lemah ) .
"المهذب في اختصار السنن الكبرى للبيهقي" (8/3975) .
وكذا قال المعلمي رحمه الله في "الأنوار الكاشفة" (301)
Al muhaddzab fi ikhtishar al sunan al kubra 3975/8
Begitu juga al ma`lami rahimahullah berkata dalam kitab al anwar al kasyifah 301.
Komentarku ( Mahrus ali ):
Al bani menyatakan hadis tersebut masih bimbang. Di satu sisi dikitab Ghoyatul maram 14/1 di katakan sebagai hadis hasan . Dan dalam Silsilah sahihah Mukhtashoroh 325/5 di katakan sahih
Pada hal Imam Dzahabi menyatakan hadis tsb lemah, sanadnya juga sama. Yaitu dari jalur periwayatan yang sama. Saya ikut pendapat Ibn Hajar dan Imam Dzahabi yang lebih salaf dari pada Al bani. Di samping terputus sanadnya, Ashim sebagai anak Rajak bin Haiwah di komentari oleh Ibnu Hajar
السلسلة الصحيحة - (ج 5 / ص 255)
قال الحافظ في " التقريب
" : " صدوق يهم "
Dia adalah seorang yang suka berkata benar tapi keliru / ngelantur.
Jadi hadis tsb terdapat dua cacat. Sanad yang terputus dan Ashim sendiri kata al bani masih dibicarakan tentang kepercayaannya. Karena itu , Ashim ini tidak dimasukkan oleh Bukhari dan Muslim dalam perawinya di kitab sahih beliau berdua.
Hadits mursal menurut kebanyakan ulama’ adalah merupakan bagian dari hadits dha’if. Imam Muslim di dalam Muqaddimah Ash Shahih (1/30) berkata, “Riwayat yang mursal menurut pendapat kami dan pendapat ahli hadits tidak dapat menjadi hujjah
Redaksi hadisnya kurang pas. Baca lagi:
“Semua yang Allah halalkan maka ia halal, yang diharamkan maka ia haram, dan yang didiamkan maka itu dimaafkan (boleh). Terimalah dari Allah kemurahanNya. Allah mendiamkannya bukan karena Rabbmu lupa.’
Ahirnya dengan hadis yang lemah, orang menyatakan bahwa pokoknya apa yang tidak diharamkan oleh al Quran, ber arti halal. Yang haram hanya empat itu. Itulah omongan orang berdasarkan hadis lemah itu. Hadis lemah itu bertentangan dengan ayat:
وَلاَ تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولا
Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai dalilnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya. Isra` 36
Jadi jangan sampai makan telor kecuali ada hadis atau ayat yang menyatakan bahwa telor itu boleh di makan. Dan jangan sampai kita makan karena belum ada ayat yang melarangnya. Sebab tiadanya larangan bukan dalil seperti orang salat menghadap ke timur, tiada larangannya yang jelas, tapi apakah boleh. Kita di perintahkan untuk membikin teladan Rasul bukan ulama sekarang atau orang banyak.
Anda menulis lagi:
. وروى الطبراني أيضا من حديث أبي ثعلبة { إن الله فرض فرائض فلا تضيعوها ، ونهى عن أشياء فلا تنتهكوها ، وحد حدودا فلا تعتدوها ، وسكت عن أشياء من غير نسيان ، فلا تبحثوا عنها } وفي لفظ { وسكت عن كثير من غير نسيان فلا تتكلفوها رحمة لكم فاقبلوها }
Sesungguhnya Alloh telah menetapkan kewajiban-kewajiban maka jangan kalian remehkan, dan mengharomkan sesuatu maka jangan kalian terjang, memberi batasan-batasan maka jangan kalian langgar, dan mendiamkan sesuatu sebagai rohmat untuk kalian bukan karena lupa , maka jangan kalian cari-cari/ mempersulitnya (membahasnya dalam-dalam)”. (HR. tabaroni dari, Hadis abi sta'labah)
وفي لفظ: "وسكت عن كثير من غير نسيان فلا تتكلفوها رحمة لكم فاقبلوها".
Dam riwayat lain disebutkan : "..dan Allah mendiamkan dari banyak hal. bukan karena lupa. Maka dari itu jangan kalian persulit diri kalian. Sebagai bentuk rahmatNya kpd kalian, terimalah rahmad Allah itu."
Komentarku ( Mahrus ali ):
Syaikh MUhammad Shalih al Munajjid menyatakan:
رواه جماعة من أهل العلم كلهم من طريق داود بن أبي هند عن مكحول عن أبي ثعلبة به .
واختلف على داود بن أبي هند
Ia diriwayatkan oleh segolongan ahlil ilmi dari jalur Dawud bin Abi Hind dari Makhul dari Abu Tsa`labah. Namun masih hilap tentang perawi bernama Dawud bin Abi Hind.
قال ابن رجب في "جامع العلوم والحكم" (2/68) :
" له علتان :
إحداها : أن مكحولا لم يصح له السماع عن أبي ثعلبة ، كذلك قال أبو شهر الدمشقي وأبو نعيم الحافظ وغيرهما
Ibnu Rajab berkata dalam kitab Jamiul ulum wal hikam 68/2 . terdapat dua cacat dalam hadis tsb. Makhul tidak mendengar dari Abu Tsa`labah Demikian di katakan oleh Abu Syahr dan Abu Nuaim al hafid dll..
Komentarku ( Mahrus ali ):
Karena itu, di katakan dalam mausuah ruwatil hadis , riwayat beliau dari Abu Tsalabah adalah mursal . ( lemah )
Ibnu Rajab melanjutkan perkataannya:
الثانية: أنه اختلف في رفعه ووقفه على أبي ثعلبة ، ورواه بعضهم عن مكحول من قوله ، لكن قال الدارقطني "العلل" (6/324) : الأشبه بالصواب المرفوع ، قال : وهو أشهر " انتهى
Kedua: Masalah marfu` da mauqufnya pada Abu Tsa`labah . Sebagian ulama meriwayatkan dari Makhul dari perkataannya dia sendiri.
Daroquthni menyatakan dalam kitab al ilal 324/6 . Paling mirip adalah marfu` . Dan itulah yang lebih mashur.
.
وقال ابن حجر : " رجاله ثقات إلا أنه منقطع " انتهى . "المطالب العالية" (3/271) .
وقال الذهبي : " منقطع " انتهى . "المهذب" (8/3976) .
وقال الألباني : " في إسناده انقطاع " انتهى . "تحقيق رياض الصالحين" (1841) .
والحاصل : أن أسانيد هذا الحديث لا تخلو من ضعف ، ولكن هل يمكن أن تتقوى بمجموعها ؟
Ibnu Hajar berkata: Perawi – perawinya terpercaya tapi terputus sanadnya ….. mathalib al aliyah 271.3 ( lemah )
Dzahabi berkata: Sanadnya terputus …….. tahkik riyadhus shalihin 1841
Kesimpulan: Seluruhnya sanadnya lemah. Tapi apa bisa menjadi kuat dengan koleksi seluruh sanadnya.
Komentarku ( Mahrus ali ):
Kalau di telusuri lebih lanjut, maka ada komentar dari beliau bahwa tidak bisa hadis tsb terangkat menjadi hasan karena sangat lemah . Jadi hadis tsb tidak bisa di buat pegangan untuk memperbolehkan makan telor apalagi menghalalkan lainnya yang tidak diharamkan dalam al Quran.
Artikel Terkait
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan