Alghifari Smith
WUQUF DI ARAFAH ADALAH ACUAN.
————————————————
Mufti Agung Al-Quds, Palestina, Syaikh Mohammed Hussein mengingatkan kaum Muslimin di seluruh dunia, bahwa Arab Saudi melalui kesaksian hilal, hendaknya diikuti negeri-negeri lainnya. Sebab kiblat dan pusat jamaah haji ada di tanah suci Mekkah al-Mukarramah.
“Sebab ini berkaitan dengan ibadah lainnya. Jumat (3/10) adalah Hari Arafah, di mana jutaan jamaah haji berkumpul di padang Arafah, maka umat Muslim lainnya yang tidak haji disunahkan puasa Arafah,” ujar Mufti Hussein.
Demikian pula, Sabtu di Mekkah dan tempat-tempat lainnya di seluruh dunia sama-sama melaksanakan Hari Raya Idul Adha 1435.
Mahkamah Agung Saudi Arabia meminta kaum Muslimin di seluruh dunia agar mengacu pada putusan Saudi Arabia sebagai kiblat yang memimpin jutaan umat Islam di seluruh dunia yang berhaji ke Tanah Suci.
“Berbeda dengan Idul Fitri yang memungkinkan perbedaan, tetapi ini Idul Adha, acuannya adalah jamaah haji di tanah suci Mekkah al-Mukarramah, umat Islam seluruh dunia merayakan Idul Adha pada saat yang sama dengan Arab Saudi,” bunyi pernyataan.
Di samping berkaitan dengan penampakan bulan (rukyatul hilal) tersebut, tentunya, yang paling pokok adalah saat jamaah haji seluruhnya melaksanakan wuquf di Arafah pada Jumat (3/10) nanti, sebagai puncak ibadah haji. Ini bisa disaksikan dari seluruh dunia.
Dalam rangka penyatuan penanggalan Kalender Dunia Islam, Organisasi Konferensi Islam (OKI) sebenarnya pernah membuat kesepakatan yang dikenal dengan Konvensi Istambul 1978. Konvensi Istambul adalah pertemuan Musyawarah Ahli Hisab dan Ru’yat di Istanbul, Turki tahun 1978 yang dihadiri oleh wakil-wakil dari 19 Negara Islam (termasuk Indonesia), ditambah dengan tiga Lembaga Kegiatan Masyarakat Islam di Timur Tengah dan Eropa.
Ada tiga kesepakatan terpenting Konvensi Istambul, yaitu pertama, sepakat satunya penanggalan bagi dunia Islam. Kedua, ru’yatul hilal (penglihatan bulan) suatu negara berlaku untuk semua negara. Ketiga, Mekkah Al-Mukarramah dijadikan sentral ru’yatul hilal dan pusat informasi ke seluruh negeri-negeri Islam.
Di tengah situasi global yang semakin mendewasakan umat Islam, semoga ukhuwah Islamiyah, persatuan dan kesatuan umat Islam, dapat terwujud di tengah perbedaan penetapan yang ada, khususnya dalam penetapan satu Ramadhan, 1 Dzulhijjah, Hari Raya Idul Fitri dan Hari Raya Idul Adha.
Terlepas dari perbedaan itu semua, kami hanya mengingatkan kepada Pihak Pemerintah RI, terutama Kementerian Agama, hendaknya memperhatikan acuan pelaksanaan ibadah haji adalah di tanah suci Mekkah al-Mukarramah, sebab ini berkaitan dengan ibadah-ibadah lainnya. Seperti saat wuquf di Arafah, Jumat nanti 9 Dzulhijjah (3/10), sehingga disebut Haji Akbar. Maka umat Islam di seluruh dunia lainnya, dianjurkan untuk melaksanakan puasa Arafah.
Esok harinya, Sabtu 10 Dzulhijjah berarti Hari Raya Idul Adha bagi umat Islam di seluruh dunia.
Jika kemudian Pemerintah RI melalui Kementerian Agama, yang dibacakan oleh Wamenag Nasaruddin Umar, menetapkan Idul Adha adalah Ahad (5/10), lalu mereka puasa Arafah berarti Sabtu (4/10). Yang menjadi tanda tanya sangat besar adalah puasa Arafah mengikuti Arafah yang mana? Padahal pula, Sabtu (4/10) itu kaum Muslimin di Mekkah al-Mukarramah dan di seluruh dunia, sedang melaksanakan shalat Idul Adha. Ini berarti, keputusan pemerintah tentang hari puasa Arafah yang jatuh pada Hari Raya adalah haram hukumnya. Kalau ini diikuti pula oleh jutaan umat Islam, maka berdosalah pemerintah dan umat Islam bila melaksanakan putusan itu.
Lalu, apakah keputusan sepenting itu dan menyangkut umat Islam mayoritas Indonesia tersebut, ditetapkan oleh Wakil Menag. Padahal Menteri Agama sebagai Amirul Haj Indonesia sedang berada di tanah suci Mekkah, mendengar sendiri dan menyaksikan sendiri ibadah haji di sana ?
Kami juga hanya mengingatkan kepada seluruh kaum Muslimin di manapun berada, hendaknya mengikuti haji di tanah suci sebagai acuan pelaksanaaan ibadah terkait, termasuk puasa Arafah dan penentuan Hari Raya Idul Adha 1435 tahun ini.
Bagi Pemerintah RI melalui Kemenag, masih terbuka perubahan keputusan buatan manusia, demi tanggung jawab di hadapan Allah dan tanggung jawab di hadapan jutaan umat Muslim Indonesia khususnya.
Dan kisruh seperti ini tidak akan ada ketika institusi pemersatu kaum muslimin, Khilafah Islamiyah 'alaa Minhaajin Nubuwwah telah tegak di tengah-tengah umat.
WUQUF DI ARAFAH ADALAH ACUAN.
————————————————
Mufti Agung Al-Quds, Palestina, Syaikh Mohammed Hussein mengingatkan kaum Muslimin di seluruh dunia, bahwa Arab Saudi melalui kesaksian hilal, hendaknya diikuti negeri-negeri lainnya. Sebab kiblat dan pusat jamaah haji ada di tanah suci Mekkah al-Mukarramah.
“Sebab ini berkaitan dengan ibadah lainnya. Jumat (3/10) adalah Hari Arafah, di mana jutaan jamaah haji berkumpul di padang Arafah, maka umat Muslim lainnya yang tidak haji disunahkan puasa Arafah,” ujar Mufti Hussein.
Demikian pula, Sabtu di Mekkah dan tempat-tempat lainnya di seluruh dunia sama-sama melaksanakan Hari Raya Idul Adha 1435.
Mahkamah Agung Saudi Arabia meminta kaum Muslimin di seluruh dunia agar mengacu pada putusan Saudi Arabia sebagai kiblat yang memimpin jutaan umat Islam di seluruh dunia yang berhaji ke Tanah Suci.
“Berbeda dengan Idul Fitri yang memungkinkan perbedaan, tetapi ini Idul Adha, acuannya adalah jamaah haji di tanah suci Mekkah al-Mukarramah, umat Islam seluruh dunia merayakan Idul Adha pada saat yang sama dengan Arab Saudi,” bunyi pernyataan.
Di samping berkaitan dengan penampakan bulan (rukyatul hilal) tersebut, tentunya, yang paling pokok adalah saat jamaah haji seluruhnya melaksanakan wuquf di Arafah pada Jumat (3/10) nanti, sebagai puncak ibadah haji. Ini bisa disaksikan dari seluruh dunia.
Dalam rangka penyatuan penanggalan Kalender Dunia Islam, Organisasi Konferensi Islam (OKI) sebenarnya pernah membuat kesepakatan yang dikenal dengan Konvensi Istambul 1978. Konvensi Istambul adalah pertemuan Musyawarah Ahli Hisab dan Ru’yat di Istanbul, Turki tahun 1978 yang dihadiri oleh wakil-wakil dari 19 Negara Islam (termasuk Indonesia), ditambah dengan tiga Lembaga Kegiatan Masyarakat Islam di Timur Tengah dan Eropa.
Ada tiga kesepakatan terpenting Konvensi Istambul, yaitu pertama, sepakat satunya penanggalan bagi dunia Islam. Kedua, ru’yatul hilal (penglihatan bulan) suatu negara berlaku untuk semua negara. Ketiga, Mekkah Al-Mukarramah dijadikan sentral ru’yatul hilal dan pusat informasi ke seluruh negeri-negeri Islam.
Di tengah situasi global yang semakin mendewasakan umat Islam, semoga ukhuwah Islamiyah, persatuan dan kesatuan umat Islam, dapat terwujud di tengah perbedaan penetapan yang ada, khususnya dalam penetapan satu Ramadhan, 1 Dzulhijjah, Hari Raya Idul Fitri dan Hari Raya Idul Adha.
Terlepas dari perbedaan itu semua, kami hanya mengingatkan kepada Pihak Pemerintah RI, terutama Kementerian Agama, hendaknya memperhatikan acuan pelaksanaan ibadah haji adalah di tanah suci Mekkah al-Mukarramah, sebab ini berkaitan dengan ibadah-ibadah lainnya. Seperti saat wuquf di Arafah, Jumat nanti 9 Dzulhijjah (3/10), sehingga disebut Haji Akbar. Maka umat Islam di seluruh dunia lainnya, dianjurkan untuk melaksanakan puasa Arafah.
Esok harinya, Sabtu 10 Dzulhijjah berarti Hari Raya Idul Adha bagi umat Islam di seluruh dunia.
Jika kemudian Pemerintah RI melalui Kementerian Agama, yang dibacakan oleh Wamenag Nasaruddin Umar, menetapkan Idul Adha adalah Ahad (5/10), lalu mereka puasa Arafah berarti Sabtu (4/10). Yang menjadi tanda tanya sangat besar adalah puasa Arafah mengikuti Arafah yang mana? Padahal pula, Sabtu (4/10) itu kaum Muslimin di Mekkah al-Mukarramah dan di seluruh dunia, sedang melaksanakan shalat Idul Adha. Ini berarti, keputusan pemerintah tentang hari puasa Arafah yang jatuh pada Hari Raya adalah haram hukumnya. Kalau ini diikuti pula oleh jutaan umat Islam, maka berdosalah pemerintah dan umat Islam bila melaksanakan putusan itu.
Lalu, apakah keputusan sepenting itu dan menyangkut umat Islam mayoritas Indonesia tersebut, ditetapkan oleh Wakil Menag. Padahal Menteri Agama sebagai Amirul Haj Indonesia sedang berada di tanah suci Mekkah, mendengar sendiri dan menyaksikan sendiri ibadah haji di sana ?
Kami juga hanya mengingatkan kepada seluruh kaum Muslimin di manapun berada, hendaknya mengikuti haji di tanah suci sebagai acuan pelaksanaaan ibadah terkait, termasuk puasa Arafah dan penentuan Hari Raya Idul Adha 1435 tahun ini.
Bagi Pemerintah RI melalui Kemenag, masih terbuka perubahan keputusan buatan manusia, demi tanggung jawab di hadapan Allah dan tanggung jawab di hadapan jutaan umat Muslim Indonesia khususnya.
Dan kisruh seperti ini tidak akan ada ketika institusi pemersatu kaum muslimin, Khilafah Islamiyah 'alaa Minhaajin Nubuwwah telah tegak di tengah-tengah umat.
Komentarku ( Mahrus ali ):
Pegangan kita ini
adalah rukyat hilal, bukan ikut Mekkah atau Medinah dan tidak ikut
rukyat Amirika atau Sofyet. . Bila
kita saat rukyat hilal tidak
tampak karena awan atau karena masih
kecil derajat hilalnya, lalu lima
jam lagi di Mekkah hilal tampak. Sudah tentu, Mekkah sudah mulai
bulan baru dan kita menanti besuk malam dan menyempurnakan bulan sampai tiga puluh hari. Ini perbedaan
akan terjadi sekarang dan hari mendatang. Ini perbedaan yang wajar, bahkan
harus disamakan ini yang tidak wajar. Bahkan akan bertentangan dengan hadis
yang menganjurkan rukyah di mathla` negara masing – masing. Kita ikut hadis sbb:
ٍ عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِي اللَّه
عَنْهممَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَكَرَ
رَمَضَانَ فَضَرَبَ بِيَدَيْهِ فَقَالَ الشَّهْرُ هَكَذَا وَهَكَذَا وَهَكَذَا
ثُمَّ عَقَدَ إِبْهَامَهُ فِي الثَّالِثَةِ فَصُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا
لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ
فَاقْدِرُوا لَهُ ثَلَاثِينَ
Ibnu Umar ra berkata : Sesungguhnya Rasulullah menyebut
bulan Ramadhan , lalu mencontohkan
dengan kedua tangannya begini , begini dan begini . Kemudian ketiga
kalinya beliau melengkungkan ibu jarinya ( 29 hari ) . Beliau bersabda
:Berpuasalah karena melihat bulan tanggal satu ( Ramadhan ) dan berbukalah
karena melihat bulan tanggal satu (
Syawal ) . Bila ada awan di atasmu ,
tentukan tiga puluh hari . [1]
Al
Qurthubi berkata :
وَفُرِضَ عَلَيْنَا عِنْدَ غُمَّةِ
اْلهِلاَلِ إِكْمَالُ عِدَّةِ شَعْبَانَ ثَلاَثِيْنَ يَوْمًا وَإِكْمَالُ عِدَّةِ
رَمَضَانَ ثَلاَثِيْنَ يَوْمًا حَتَّى نَدْخُلَ فِي اْلعِبَادَةِ بِيَقِيْنٍ
وَنَخْرُجَ عَنْهَا بِيَقِيْنٍ
Kita di wajibkan ketika awan menghalangi
bulan sabit untuk menyempurnakan tiga puluh hari bulan
sya`ban dan menyempurnakan tiga puluh hari bulan Ramadhan sehingga kita
menjalankan ibadah dengan yakin
dan kita keluar dari Ramadhan juga dengan yakin . [2]Pendapat
ini didukung Imam Malik , Abu Hanifah ,
Imam Syafii , mayoritas ulama` salaf dan
kholaf kata Imam Nawawi [3]
Muthrof bin Abdillah bin Assyakhir – tokoh tabi`in dan Ibnu Qutaibah dari pakar bahasa berkata
:” Boleh berpedoman kepada hisab waktu langit berawan . Imam Qurthubi menolaknya dengan pernyataan nya : “ Ijma` sahabat bisa menghancurkan pendapat
kedua pakar itu . Ibnu Nafi` meriwayatkan
dari Imam Malik tentang seorang
pemimpin yang memulai Ramadhan dan mengakhirinya dengan hisab - tidak perlu
di ikuti . [4]
[1] HR
Bukhori / Shoum / 1900. Nasai / Shoum / 2120. Abu Dawud / Shoum / 2220 .
Ibnu Majah / Shiyam / 1654. Muslim / Shiyam / 1080 . Ahmad / Musnad muktsirin
minas shohabah / 4474. ( muttafaq alaih ) . Tafsir qurthubi 293/2. Ahkamul
quran lil jasshos /234/1. Tafsir Ibnu Katsir / 226/1. Al Mubdi`/ 5/3. Fathul
qadir / 184/1. Manarus sabil / 208/1. Al Kafi fi fiqhi Ahmad bin Hambal 347/1. Kassyaful qina` /301/1 Majmu` fatawa / 207/25. I`anatut tholibin 215/2. Al
mughni /6/4. Ikhtilaful hadis / 250/1. Al muhaddzab / 215/1. Iqna` /234/1. Al wasith / 513.
[2]
Tafsir Al qurthubi 293/2
[3]
Al majmu` 271/6
[4] Ibid 293/2.
Artikel Terkait
bertentangan dengan hadis yang menganjurkan rukyah di mathla` negara masing – masing? hadisnya kurang cocok ustad, tidak disebutkan di tiap negara, jika menganjurkan hal demikian bisa membingungkan mengenai masalah batasan wilayah, bisa saja ntar tiap kota berbeda, atau jatim dan jabar berbeda atau indonesia dan malaysia berbeda. adanya teknologi komunikasi saat ini seharusnya bisa mempermudah ustad, dan menyatukan perbedaan di seluruh dunia selama memungkinkan. rukyah global karena tidak ada hambatan komunikasi antar daerah atau negara, berbeda seperti di zaman sahabat antara syam dan madinah atau mesir. mohon koreksinya ustad?
BalasHapusBIla kamu tidak melihat hilal karena ada awan, maka teruskan puasa sampai tiga puluh hari. Anda di Indonesia melihat seperti itu ya harus berpuasa tiga puluh hari, tidak boleh ikut Saudi yang sudah melihat hilal.
BalasHapus