Salah Paham
Terhadap Ibnu Katsir
Muhammad Idrus
Ramli menyatakan lagi:
Demikian kisah tersebut, sebagaimana dikutip oleh al
Hafizh Ibnu Katsir dalam konteks kebolehan bertawasul dengan orang yang sudah
meninggal. Kutipan kiah di atas cukup sebagai dalil bagi kebolehan tawasul
dengan orang yang sudah meninggal, karena riwayat tersebut dikutip oleh al
Hafizh Ibnu Katsir, yang merupakan salah seorang Ibnu Taimiyyah yang sangat
mengagungkan gurunya, bahkan beliau menyebut gurunya dengan sebutan Syaikhul
Islam.[1]
Komentar (Mahrus Ali):
Dalam keterangan Muhammad Idrus Ramli tersebut,
seolah-olah mengatakan bahwa Ibnu Katsir membolehkan tawasul dengan orang-orang
yang sudah mati. Padahal Ibnu Katsir hanya menyatakan;
وَقَدْ ذَكَرَ جَمَاعَة مِنْهُمْ
الشَّيْخ أَبُو مَنْصُور الصَّبَّاغ فِي كِتَابه الشَّامِل الْحِكَايَة
الْمَشْهُورَة عَنْ الْعُتْبِيّ تفسير ابن كثير - (ج 3 / ص 437)
Sungguh,
segolongan ulama di antaranya Syaikh Manshur as Shabbagh dalam kitab yang
memuat hikayat yang populer dari Al Utbi ini.
Hanya
itulah yang dikatakan oleh Ibnu Katsir, dan beliau tidak menyatakan sebagaimana
yang ditulis oleh Muhammad Idrus Ramli bahwa Ibnu Katsir membolehkan tawasul
dengan orang-orang yang sudah mati. Jika demikian yang dikatakan oleh Muhammad
Idrus Ramli, maka itu adalah penafsirannya sendiri, dan kita tidak mengetahui
apakah hati Ibnu katsir sesuai dengan rekaan Muhammad Idrus Ramli atau
sebaliknya.
Syaikh
Muhammad Shalil Al Munajjid berkata:
لاَ شَكَّ أَنَّ الْحَافِظَ ابْنَ كَثِيْرٍ
رَحِمَهُ اللهُ مِنْ عُلَمَاءِ الْمُسْلِمِيْنَ وَأَئِمَّتِهِمْ اْلمَعْرُوْفَ عَنْهُمْ
صِحَّةُ اْلاِعْتِقَادِ وَسَلاَمَةُ الْمَنْهَجِ
، وَلَكِنْ ذَكَرَهُ لِلْقِصَّةِ فِي تَفْسِيْرِهِ لاَ يَعْنِي احْتِجَاجَهُ بِهَا
، وَإِنَّمَا ذَلِكَ مِنْ جِنْسِ مَا يَذْكُرُهُ مِنَ
اْلإِسْرَائِيْلِيَّاتِ وَاْلأَخْبَارِ الْمُنْقَطِعَةِ اَّلتِي جَرَتْ عَادَةُ أَهْلِ
اْلعِلْمِ بِنَقْلِهَا وَرِوَايَتِهَا لِمُنَاسَبَتِهَا
ِللْبَابِ ، دُوْنَ أَنْ يَكُوْنَ مُجَرَّدُ ذَلِكَ دَلِيْلاً عَلَى احْتِجَاجِهِمْ
بِهَا ، حَتىَّ يَصْرَحُوا بِذَلِكَ ؛ فَلَيْسَ
صَحِيْحاً أَنَّهُ مَا ذَكَرَهَا إِلاَّ لِيَسْتَدِلَّ بِهَا عَلَى صِحَّةِ التَّوَسُّلِ
Tidak
diragukan lagi bahwa Al Hafidh Ibnu Katsir –rahimahullah- termasuk ulama
Islam dan termasuk tokoh-tokoh yang akidahnya benar., manhaj-nya selamat.
Beliau menyebutkan kisah tersebut dalam tafsirnya, tetapi bukan berarti
menjadikannya sebagai hujjah. Hal ini semisal dengan apa yang disebutkan oleh
beliau dari hikayat Israiliyat, riwayat-riwayat yang terputus yag biasanya
dikutip oleh ahlul ilmi, kemudian diriwayatkan karena sesuai dengan babnya.
Namun, bukan berarti hikayat tersebut bisa dijadikan hujjah oleh mereka
sehingga mereka sendiri menjelaskan demikian. Jadi, tidak benar jika Ibnu
Katsir menyebutkan ini sebagai dalil yang membolehkannya tawasul dengan orang
yang sudah mati.
قَالَ
الشَّيْخُ صَالِحٌ آلُ الشَّيْخِ :
" وَابْنُ كَثِيْرٍ لمَ يَرْوِهَا ، وَإِنَّمَا قَالَ فِي "تَفْسِيْرِهِ" : " ذَكَرَ جَمَاعَةٌ مِنْهُمُ الشَّيْخُ أَبُو مَنْصُوْرٌ الصَّبَّاغُ فِي كِتَابِهِ الشَّامِلِ الْحِكَايَةَ الْمَشْهُوْرَةَ عَنِ اْلعُتْبِي... " وَمَا هَذِهِ بِرِوَايَةٍ ، وَإِنَّمَا هُوَ نَقْلٌ.
وَابْنُ قُدَامَةَ فِي "الْمُغْنِي" لَمْ يَرْوِهَا ، وَإِنَّمَا حَكَاهَا بِصِيْغَةِ التَّضْعِيْفِ (3/557) فَقَالَ : " وَيَرْوِى عَنِ اْلعُتْبِي... ". وَلَيْسَتْ هَذِهِ رِوَايَةً ، إِنَّمَا نَقَلَ بِصِيْغَةِ التَّمْرِيْضِ وَهِي تُفِيْدُ التَّضْعِيْفَ " اِنْتَهَى "هَذِهِ مَفَاهِيْمُنَا" (ص 80-81).
" وَابْنُ كَثِيْرٍ لمَ يَرْوِهَا ، وَإِنَّمَا قَالَ فِي "تَفْسِيْرِهِ" : " ذَكَرَ جَمَاعَةٌ مِنْهُمُ الشَّيْخُ أَبُو مَنْصُوْرٌ الصَّبَّاغُ فِي كِتَابِهِ الشَّامِلِ الْحِكَايَةَ الْمَشْهُوْرَةَ عَنِ اْلعُتْبِي... " وَمَا هَذِهِ بِرِوَايَةٍ ، وَإِنَّمَا هُوَ نَقْلٌ.
وَابْنُ قُدَامَةَ فِي "الْمُغْنِي" لَمْ يَرْوِهَا ، وَإِنَّمَا حَكَاهَا بِصِيْغَةِ التَّضْعِيْفِ (3/557) فَقَالَ : " وَيَرْوِى عَنِ اْلعُتْبِي... ". وَلَيْسَتْ هَذِهِ رِوَايَةً ، إِنَّمَا نَقَلَ بِصِيْغَةِ التَّمْرِيْضِ وَهِي تُفِيْدُ التَّضْعِيْفَ " اِنْتَهَى "هَذِهِ مَفَاهِيْمُنَا" (ص 80-81).
وَاللهُ
أَعْلَمُ.
Syaikh
Shalil Alu Syaikh berkata, “ Ibnu Katsir sendiri tidak meriwayatkannya, beliau
hanya mengatakan dalam kitab tafsirnya, ‘Sekumpulan ulama di antaranya Syaikh
Abu Manshur as Shabbagh menyebutkan dalam kitabnya yang di dalamnya terdapat
kisah terkenal dari Al Utbi. Namun, beliau bukan meriwayatkannya, tetapi hanya
mengutip saja.’”
Ibu
Qudamah dalam kitab Al Mughni pun bukan meriwayatkan, tetapi hanya
mengisahkan dengan kalimat yang menunjukkan lemahnya 557/3. Beliau menyatakan,
“Diriwayatkan dari Al Utbi.” Kalimat yang seperti ini
bukan berarti meriwayatkan, tetapi hanya mengutip dengan “kata yang tidak
sehat”, dan ini berarti melemahkannya. Lihat Mafahimuna 80 – 81. Wallaahu
a’lam.
Artikel Terkait
Idrus
- Idrus Ramli Tidak Bisa Jawab Pertanyaan Netizen
- Jawabanku untuk Idrus Ramli
- Jawabanku untuk Idrus Ramli dan Sarkub
- Jawabanku untuk IDrus Ramli ke 54
- Jawabanku untuk Idrus Ramli ke 53
- Jawabanku untuk Idrus Ramli ke 52
- Jawabanku untuk Idrus Ramli ke 51
- Jawabanku untuk Idrus Ramli ke 50
- Jawabanku untuk Idrus Ramli ke 49
- Jeritan Putra Aceh Untuk Idrus Romli
- Jawabanku untuk Idrus Ramli ke 47
- Jawabanku untuk Idrus Ramli ke 45
- jawabanku untuk Idrus Ramli ke 34
- Jawabanku untuk Muhammad Idrus Ramli ke 43
- Hadis dhoif tidak boleh dibuat untuk fadhail atau hukum
- Jawabanku untuk Idrus Ramli ke 42
- Jawabanku untuk Idrus Ramli ke 41
- Jawabanku untuk Idus Ramli ke 40
- Jawabanku untuk idrus Ramli ke 39
- Jawabanku untuk Idrus Ramli ke 38
- Jawabanku untuk Idrus Ramli ke 37
- Jawabanku untuk Idrus Ramli ke 36
- Penyesatan Idrus Ramli ke 35
- Kesesatan Idrus Ramli ke 34
nice info..
BalasHapusobat kanker serviks