Dalam al fatawa karya Imam Nawawi terdapat keterangan sbb:
( مسألة ) هل المصافحة بعد صلاة العصر والصبح فضيلة أم لا ؟
جواب :
الْمُصَافَحَةُ
سُنَّةٌ عِنْدَ الْتَّلاقِيَ وَأَمَّا تَخْصِيْصُ الْنَّاسِ لَهَا بَعْدَ
هَاتَيْنِ الْصَّلاتَيْنِ فَمَعْدُوْدٌ فِي الْبِدَعِ الْمُبَاحَةِ
وَالْمُخْتَارُ أَنَّهُ إنّ كَانَ هَذَا الْشَخّصُ قَدْ اجْتَمَعَ هُوَ
وَهُوَ قَبْلَ الصَّلاَةِ فَهُوَ بِدْعَةٌ مُبَاحَةٌ كَمَاقِيلَ وَاِنْ
كَانَ لَمْ يَجْتَمِعَا فَهُوَ مُسْتَحَبٌّ لِانَّهُ ابْتِدَاءُ
الْلِّقَاءِ .
" (Soal) apakah berjabat tangan setelah shalat Ashar dan Shubuh i memiliki keutamaan ataukah tidak ?
(jawab) berjabat tangan itu sunnah dilakukan ketika bertemu. Adapun orang-orang yang mengkhususkan diri untuk melakukannya setelah dua shalat itu (Ashar dan shubuh) maka dianggap bid'ah mubahah. (pendapat yang dipilih), sesungguhnya kalau se seorang sudah berkumpul dan bertemu sebelum shalat, maka berjabatan tangan tersebut adalah bid'ah mubahah sebagaimana di atas. Tapi jika sebelumnya belum pernah bertemu maka sunnah (bersalaman). karena ketika itu (dianggap) baru bertemu". (Fatawa al-Imam al-Nawawi , 61)
Komentarku ( Mahrus ali )
Perkataan Imam Nawawi yang menyatakan bahwa salaman setelah salat bid`ah mubahah/ bid`ah yang diperbolehkan perlu dalil. Bila tidak ada dalil , maka termasuk berkata sesuatu dalam agama tanpa ilmu.Menurut beliau, bid`ah ada yang diperbolehkan dan ada yang dilarang. Jadi ada bid`ah yang tertolak dan ada bid`ah yang diterima. Ini bertentangan dengan hadis:
. مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
Barang
siapa mengada-ngadakan sesuatu dalam urusan agama yang tidak terdapat
dalam agama maka dengan sendirinya tertolak * [1] Muttafaq alaih dari
Aisyah [2]Beliau juga bersabda lagi :
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ *
Barang siapa yang menjalankan sesuatu yang tidak cocok dengan urusan kami maka tertolak .[3] Bersalaman setelah shalat adalah kekeliruan yang di lakukan banyak orang , mulai dulu hingga kini, bahkan akan berlanjut sampai kapan, wallahu a`lam. Mereka hanya mengikuti perkiraan bukan dalil sebagaimana ayat :
وَإِنْ
تُطِعْ أَكْثَرَ مَنْ فِي اْلأَرْضِ يُضِلُّوكَ عَنْ سَبِيلِ اللهِ إِنْ
يَتَّبِعُونَ إِلاَّ الظَّنَّ وَإِنْ هُمْ إِلاَّ يَخْرُصُونَ
Dan
jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya
mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah
mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta
(terhadap Allah). [4]Dan kita juga tidak boleh mengikuti sesuatu tanpa dalil sebagaimana ayat :
وَلاَ تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولا
Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mengetahui dalilnya.
Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan
diminta pertanggungan jawabnya. [5]Istilah bid`ah mubahah itu tidak ada dalilnya dan yang ada dalilnya adalah bid`ah sesat sebagaimana hadis :
وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ *
Berhatilah terhadap perkara baru. Sesungguhnya tiap perkara baru adalah bid`ah dan setiap bid`ah adalah sesat. [6]Bila ada bid`ah mubahah , maka hadis itu tidak terpakai . lalu untuk apakah hadis itu bila memang masih banyak bid`ah yang mubahah dan nanti akan ada lagi orang yang saling mencium tangan ketika selesai salat , atau menari – nari setelah salat atau ketika berdzikir lalu di katakan bid`ah mubahah . lalu untuk apakah kita ini di larang mengikuti sesuatu yang tiada tuntunannya . Pikirkan firmanNya sbb :
لَقَدْ
كَانَ لَكُمْ فِي رَسُوُلِ اللهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو
اللهَ وَالْيَوْمَ اْلآخِرَ وَذَكَرَ اللهَ كَثِيْرًا
“Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu, bagi mereka yang mengharap Allah dan hari kiamat, dan dia banyak mengingat Allah.” (Al-Ahzab: 21)
[1] HR Bukhori / Salat / 2499. Muslim / Aqdliah / 3242. Abu dawud/Sunnah / 3990. Ibnu Majah / Muqaddimah /14. Ahmad / 73,146,180,240,206,270/6
[2] Lembaga Tetap Pengkajian Ilmiyah dan Fatwa Saudi 3549
[3] Sahih Bukhori
[4] ( Ali imran 116 ) , .
[5] Al isra` 36
[6] HRAbu Dawud / Assunnah /4607. Darimi /Muqaddimah /95
Artikel Terkait
Komentar Ulama Saudi tentang Burdah
- Pendapat imam madzhab empat kadang keliru
- Perjuangan Ulama-Ulama Indonesia Saat Revolusi Fisik Melawan Penjajah
- Komentarku untuk Imam Ramli
- Jawabanku untuk K Thobari Syadzili
- Komentarku pd Syaikh Muhammad Al amin al Kurdi
- Terkenal wali tp syirik
- Polemik ke dua dengan Ahmad Haidar Humam
- Cuitan Twitter Syaikh Al-Qarni Setelah Penembakan: Saya Ok dan Baik, Alhamdulillah!
- Nasehat Berharga Dari Seorang Ulama Kepada Anaknya.
- Donny Stefen Wattimury
- Jawabanku untuk Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
- STOP Memberi Nama Ibnu Sina! Ini Penjelasannya
- Ayo Sambut Kedatangan Ulama Dunia Ini di Istiqlal!
- Kesalahan ulama ke 32 ( Kelemahan hadis keridaan Allah terserah keridaan orang tua )
- Kesalahan ulama ke 29
- Kesalahan ulama ke 28
- Kesalahan ulama ke 27
- Kesalahan ulama ke 26
- Kesalahan ulama ke 25
- Kesalahan ulama ke 24
- Kesalahan ulama ke 47
- Kesalahan ulama ke 20
- Kesalahan ulama ke 19
- Kesalahan ulama ke 18
- kesalahan ulama ke 17
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan