Jumat, September 11, 2015

Hukum orang tuli bisu yang tidak paham ajaran agama





Sayyid Hasan Assegaf berkata:
Ibn Abd Bar dalam kitab Tamhid {3} tentang hadis ini dan hadis yang  semakna bukan hadis para imam tapi para syaikh.
Komentarku ( Mahrus ali ) :
Mungkin menurut beliau, hadis tsb terputus sanadnya pada Qatadah sehingga  ia merupakan perkataan beliau. Bukan dari Rasulullah shallahu alaihi wasallam . Sebab antara  Qatadah dan perawi atasnya ada kemungkinan terputus sanadnya.
قال الحافظ عبد الحق في حديث الأسود : « قد جاء هذا الحديث ، وهو صحيح فيما أعلم
Al hafidh  Abd Haq tentang hadis al aswad tsb menyatakan : Hadis itu menurut pengetahuanku adalah sahih.
http://www.ahlalhdeeth.com/vb/showthread.php?t=208605
Komentarku ( Mahrus ali ):
Bila dikatakan sahih maka terbengkelai dengan tadlis Qatadah, tafarudnya , terputus dan redaksinya yang  bermasalah.
وتكلم فيه الحافظ ابن عبد البر رحمه الله تعالى في هذا الحديث وقال واحاديث هذا الباب ليست قوية ولا تقوم بها حجة واهل العلم ينكرونها لان الاخرة دار جزاء ووليست دار عمل وابتلاء وكيف يكلفون دخول النار وليس ذلك في وسع المخلوقين
Al hafiz Ibnu Abd bar rahimahullah  berbicara tentang hadis tsb : Hadis  - hadis  dalam masalah ini tidak kuat dan tidak  bisa dibuat hujjah . Para  ulama ingkar kepadanya . Sebab  akhirat   dunia pembalasan bukan tempat untuk  kerja atau ibadah. Bagaimanakah mereka  di bebani  untuk masuk Neraka. Dan hal itu bukan dalam kemampuan mahluk.
Komentarku ( Mahrus ali ):
Pernyataan Ibn Abd bar ini didukung oleh Syaikh Uqail bin Abi Thalib dan Ust. Musyari al audah. 
Redaksi hadis janggal sekali:
Di situ dijelaskan :
Orang tuli tersebut menyampaikan alasannya, 'Wahai Rabku, telah datang Islam hanya aku tidak mendengar apapun tentang hal itu'. Adapun orang yang bodoh beralasan, 'Wahai Rabku, Islam telah datang, hanya anak-anak melempariku dengan kotoran unta'. Adapun yang pikun berkata, 'Wahai Rabku, telah datang Islam hanya aku tidak bisa berfikir sama sekali'. Adapun orang yang mati dalam masa-masa kevakuman berkata, 'Wahai Rabku, para utusan-Mu tidak mendatangiku dan mengambil janji orang-orang untuk taat kepadanya.
Komentarku ( Mahrus ali ):
Orang tuli tersebut menyampaikan alasannya, 'Wahai Rabku, telah datang Islam hanya aku tidak mendengar apapun tentang hal itu'”.
Era sekarang ini, orang tuli masih bisa mendengar dengan alat pendengar, bisa di ajari, dan paham. Bahkan bisa mengajar  kepada orang tuli yang  lain .Karena itu, tiada alasan baginya  untuk tidak memahami ajaran agama Islam. Bahkan dia harus paham. Ada sekolah khusus untuk nya, bukan tidak ada. Juga ada berita khusus untuk orang tuli dan di siarkan oleh orang  yang  mengerti bahasanya.
Untuk masa lalu, maka  saya punya teman orang tuli , mengerti uang , bisa kerja dan bisa menjalankan shalat. Bahkan bisa mengerjakan kerajinan tangan yang sulit bagi orang yang  normal untuk melakukannya.
Sudah tentu tiada alasan bagi orang tuli untuk tidak mengerti ajaran Islam. Dia harus paham. Jadi hadis itu tidak tepat, salah  dan bertentangan  dengan realita, tidak sama dengannya .  Dan bagi si tuli masih tetap harus belajar agama dan menjalankan  kewajiban agama , bukan boleh melanggar dengan alasan tidak ngerti.
Syaikh Abd Aziz bin Baz menytakan :
الولد الأبكم الأصم إذا كان قد بلغ الحلم، يعتبر مُكلفاً بأنواع التكليف، من الصلاة وغيرها، ويُعلَّم ما يلزمه بالكتابة والإشارة، لعموم الأدلة الشرعية الدالة على وجوب التكاليف على من يبلغ الحلم وهو عاقل.
Anak  yang  tuli bila telah mencapai usia baligh maka di anggap mukalaf  terbebani  dengan berbagai  larangan dan perintah agama seperti shalat dll. Lalu di ajari dengan tulisan dan isarat karena  dalil – dalil syar`I yang  umum yang  menunjukkan  kewajiban taklif  bagi orang yang  telah dewasa  dan ber akal.
http://ar.islamway.net/fatwa/13147/%D8%A7%D9%84%D8%A3%D8%B5%D9%85-%D8%A7%D9%84%D8%A3%D8%A8%D9%83%D9%85-%D9%87%D9%84-%D9%87%D9%88-%D9%85%D9%83%D9%84%D9%81
Komentarku ( Mahrus ali ):
Apa yang  dinyatakan oleh  syaikh Abd Aziz bin Baz ini tepat sekali, tidak salah Dan beliau  tidak berpegangan dengan hadis  riwayat Qatadah di atas. Jadi orang tuli, bisu tetap bertanggung jawab di akhirat dan di dunia, masuk surga juga mungkin  masuk neraka. Ingatlah firmanNya  sbb.
يَوْمَ لَا يَنْفَعُ الظَّالِمِينَ مَعْذِرَتُهُمْ وَلَهُمُ اللَّعْنَةُ وَلَهُمْ سُوءُ الدَّارِ
(yaitu) hari yang tiada berguna bagi orang-orang zalim permintaan maafnya dan bagi merekalah la`nat dan bagi merekalah tempat tinggal yang buruk.  Ghafir 52
فَيَوْمَئِذٍ لَا يَنْفَعُ الَّذِينَ ظَلَمُوا مَعْذِرَتُهُمْ وَلَا هُمْ يُسْتَعْتَبُونَ
Maka pada hari itu tidak bermanfaat (lagi) bagi orang-orang yang zalim permintaan uzur mereka, dan tidak pula mereka diberi kesempatan bertaubat lagi.[1]  Rum 57
Tobat di dunia di buka, di Akhirat, tobat ditutup. Tiada tobat disana.

Di dalam hadis empat orang yang  beralasan itu ada kalimat :
“Adapun yang pikun berkata, 'Wahai Rabku, telah datang Islam hanya aku tidak bisa berfikir sama sekali'”.
Komentarku ( Mahrus ali ):
 Untuk orang pikun yang  hidup diwaktu Rasulullah shallahu alaihi wasallam  sehingga  islam datang  kepadanya  dalam keadaan sudah pikun, maka perilakunya yang  harus dipertanggung jawabkan adalah ketika sebelum pikun. Apakah dia ikut agama nabi sebelumnya atau menentangnya. Bila ikut dengan  baik , maka akan mendapat balasan yang  baik . begitu juga sebaliknya.
Bila  dia hidup di era sekarang ini, maka dinilai sebelum pikun itu. Bila baik, akan menerima balasan yang  baik. Bila tidak, maka mendapat balasan yang  setimpal. Allah berfirman:
“Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula” (QS. Az Zalzalah: 7-8).
Bila orang tuli bisu berzina, meninggalkan shalat terus sampai mati, lalu di masukkan ke surga dengan alasan tidak paham ajaran agama Islam maka  tiada dalil yang  menyatakan seperti itu. Ini pendapat yang  harus dibuang bukan di buat keyakinan atau ajaran.


Mau nanya hubungi kami:
088803080803( Smartfren). 081935056529 (XL )  https://www.facebook.com/mahrusali.ali.50





[1] Arrum 57
Artikel Terkait

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan