Ustadz MUhammad Ma`ru KHozin menulis :
Boleh membangun kuburan oran shaleh
Bagaimana pendapat ulama Madzhab yang lebih Salaf dari
Mantan Kyai? Para ulama dari Madhab Syafi'iyah berkata:
وَقَدْ
يُؤَيِّدُهُ مَا ذَكَرَهُ الشَّيْخَانِ فِي الْوَصَايَا أَنَّهُ تَجُوزُ
الْوَصِيَّةُ لِعِمَارَةِ قُبُورِ الْأَنْبِيَاءِ وَالصَّالِحِينَ لِمَا
فِيهِ مِنْ إحْيَاءِ الزِّيَارَةِ وَالتَّبَرُّكِ ، فَإِنْ قَضِيَّتَهُ
جَوَازُ عِمَارَةِ قُبُورِ الصَّالِحِينَ
مغني المحتاج إلى معرفة ألفاظ المنهاج - (ج 1 / ص363)
Ibnu Syuhbah berkata: Hal ini dikuatkan oleh dua Syaikh (Nawawi
dan Raji'i) dalam Bab Wasiat bahwa boleh berwasiat untuk
membangun makam-makam para Nabi dan orang shaleh, sebab
dapat menghidupkan ziarah dan tabarruk, konsekwensinya
adalah bolehnya membangun makam-makam orang shaleh.
(Mughnial-Muhtaj, 1/363).
Komentarku ( Mahrus ali ):
Pendapat
yang memperbolehkan membangun kuburan nabi dan orang – orang saleh
tanpa dalil, bahkan menentang dalil yang sahih dimana Rasul mengutus
Ali bin Abi Thalib untuk meratakan bangunan kuburan dengan tanah.
Tapi ada kelanjutan perkataan syaikhain itu yang sengaja di abaikan yaitu sbb:
مغني المحتاج إلى معرفة ألفاظ المنهاج - (ج 4 / ص 365)
مَعَ
جَزْمِهِمَا هُنَا بِأَنَّهُ إذَا بَلَى الْمَيِّتُ لَمْ تَجُزْ عِمَارَةُ
قَبْرِهِ وَتَسْوِيَةُ التُّرَابِ عَلَيْهِ فِي الْمَقْبَرَةِ
الْمُسَبَّلَةِ
Imam Nawawi dan Rafii
masih tetap berpendapat bahwa bila mayat telah hancur, maka tidak
boleh membangun di atas kuburannya dan harus meratakannya dengan tanah
dalam pemakaman umum. 365/4 Mughni al Muhtaj.
Jadi
bila wali itu sudah membangkai dan hangus, maka haram membangun
kuburannya menurut Imam Nawawi dan Rafii. Tapi kalimat terahir ini
sengaja tidak di cantumkan karena bertentangan dengan realita masarakat
ahli bid`ah dimana kuburan di bangun tanpa memandang mayat di dalamnya
telah musnah atau tidak.
Walaupun
demikian membangun kuburan dengan tembok , kubah, atap , kemah dll
adalah perbuatan haram bukan halal dan harus di hindari bukan boleh di
jalankan.
Pendapat ulama yang
bertentangan dengan dalil ini membahayakan kepada nya dan umat. Pendapat
sedemikian ini harus di tinggalkan
Imam Asy Syafi’i berkata:
أَجْمَعَ
النَّاسُ عَلَى أَنَّ مَنِ اسْتَبَانَتْ لَهُ سُنَّةُ رَسُوْلِ اللهِ
صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمْ يَكُنْ لَهُ أَنْ يَدَعَهَا لِقَوْلِ
أَحَدٍ مِنَ النَّاسِ
“Para
ulama bersepakat bahwa jika seseorang sudah dijelaskan padanya sunnah
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam tidak boleh ia meninggalkan
sunnah demi membela pendapat siapapun” (Diriwayatkan oleh Ibnul Qayyim
dalam Al I’lam 2/361. Dinukil dari Ashl Sifah Shalatin Nabi, 28 )
Para
ulama bukan manusia yang selalu benar dan tidak pernah terjatuh dalam
kesalahan. Terkadang masing-masing dari mereka berpendapat dengan
pendapat yang salah karena bertentangan dengan dalil. Mereka kadang
tergelincir dalam kesalahan. Imam Malik berkata:
إِنَّمَا
أَنَا بَشَرٌ أُخْطِئُ وَأُصِيْبُ، فَانْظُرُوا فِي رَأْيِي؛ فَكُلُّ مَا
وَاَفقَ اْلكِتَابَ وَالسُّنَّةَ؛ فَخُذُوْهُ، وَكُلُّ مَا لَمْ يُوَافِقِ
اْلكِتَابَ وَالسُّنَّةَ؛ فَاتْركُوُه
“Saya
ini hanya seorang manusia, kadang salah dan kadang benar. Cermatilah
pendapatku, tiap yang sesuai dengan Qur’an dan Sunnah, ambillah. Dan
tiap yang tidak sesuai dengan Qur’an dan Sunnah, tinggalkanlah..”
(Diriwayatkan Ibnu ‘Abdil Barr dalam Al Jami 2/32, Ibnu Hazm dalam Ushul
Al Ahkam 6/149. Dinukil dari Ashl Sifah Shalatin Nabi, 27)
Orang
yang hatinya berpenyakit akan mencari-cari pendapat salah dan aneh dari
para ulama demi mengikuti nafsunya menghalalkan yang haram dan
mengharamkan yang halal. Sulaiman At Taimi berkata,
لَوْ أَخَذْتَ بِرُخْصَةِ كُلِّ عَالِمٍ ، أَوْ زَلَّةِ كُلِّ عَالِمٍ ، اجْتَمَعَ فِيكَ الشَّرُّ كُلُّهُ
“Andai
engkau mengambil pendapat yang mudah-mudah saja dari para ulama, atau
mengambil setiap ketergelinciran dari pendapat para ulama, pasti akan
terkumpul padamu seluruh keburukan” (Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dalam
Hilyatul Auliya, 3172)
Artikel Terkait
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan