Abu
Bakar menulis : Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud, Asy‐Sya’bi, al‐Auza’i, Ibnu Taimiyah, Ibnu
Qayyim, Ibnu Hajar, Muhammad ibn Abdul Wahhab dan Shidiq Hasan Khan telah
menyeru orang yang menyelisihi mereka kepada mubahalah, bahkan sebagian menyeru
kepada mubahalah lantaran perkara furu’ dalam masalah fiqih.
Komentarku
( Mahrus ali ):
Saya sendiri belum menjumpai sanad yang sahih tentang mubahalah yang dilakukan oleh Ibn Mas`ud dan Ibn Abbas.
Bila
sahih, kisah itu benar, bukan buatan
dan ia tidak salah, maka sekedar perbuatan mereka berdua. Dan kita tidak di haruskan untuk mengikuti mereka. Tuntunan kita adalah Rasulullah
shallahu alaihi wasallam yang bermubahalah dengan orang kafir bukan sesama muslim.
وأما ما ورد عن ابن عباس وابن مسعود
والأوزاعي من دعوتهم للمباهلة في مسائل
الفروع؛ فقد سألت فضيلة الشيخ محمد
العثيمين ـ رحمه الله تعالى ـ عن ذلك
فقال: إنه اجتهاد منهم رضي الله عنهم
Abu Ashim Annabil berkata:
Adapun kisah dari Ibn Abbas dan Ibn Mas`ud , Auzai yang mengajak mubahalah karena masalah furu` ( cabang bukan masalah usul atau dasar ) , aku pernah bertanya kepada
fadhilah Syaikh Muhammad al
Utsaimin rahimahullah tentang hal itu , lalu beliau menjawab: Sesungguhnya ia sekedar ijtihad mereka radhiyalloh anhum.
Komentarku ( Mahrus ali ):
Kesan saya dari perkataan Syaikh Utsaimin itu , bila ia di golongkan
masalah ijtihad , maka mubahalah karena
masalah furu` ini yang di lakukan oleh Ibn Mas`ud dan Ibn Abbas tidak memiliki fondasi yang kokoh , tidak memiliki dalil.
Bila ada dalilnya maka tidak perlu ijtihad lagi. Cukup ikut dalil
saja.
Saya tidak mendengar Abu bakar, Umar, Usman dan
Ali dan mayoritas sahabat atau istri – istri Rasulullah
shallahu alaihi wasallam melakukan mubahalah
dalam hadis yang sahih.
Imam
Syafii , Malik, Ahmad bin Hambal dan Abu Hanifah juga hilap, tapi mereka tidak mengadakan mubahalah.
Bila
di antara kita ada konflik atau hilap dalam
masalah agama , kita cukup kembali kepada Allah dan RasulNya sebagaimana ayat:
فَاِنْ تَنَازَعْتُمْ فِى شَىْءٍ فَرُدُّوْهُ اِلَى اللهِ
والرَّسُوْلِ اِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُوْنَ بِاللهِ والْيَوْمِ اْلآخِرِ ذَلِكَ
خَيْرٌ وَاَحْسَنُ تَاْوِيْلاً.
"Jika kamu
saling berbantah-bantahan dalam sesuatu perkara, maka kembalikanlah ia kepada
Allah (al-Quran) dan Rasul (as-Sunah) jika kamu benar-benar beriman kepada
Allah dan Hari Kemudian, yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya". An-Nisa, 4:59.
Jadi kita diperintahkan oleh
Allah untuk kembali kepada dalil dari
Quran atau hadis bukan mubahalah ketika ada perbedaan pendapat. Ayat ini cukup
menjadi pegangan kita yang tidak boleh
kita lepaskan bukan mubahalah lalu
mendoakan kejelekan kepada orang yang beda
pendapat dengan kita.
Dan yang penting mana dalilnya kita boleh bermubahalah sesama muslim, mukmin yang salih.
Realitanya ada orang yang bermubahalah lalu selang beberapa
waktu mengakui bahwa masalah yang
di mubahalahkan ternyata keliru.
Bagaimana bila pihak yang salah dalam
mubahalah itu hidup dan pihak yang benar dalam mubahalah ternyata mati karena kecelakaan.
Bila terjadi demikian , maka
umat ini akan bingung dan tersesat untuk
mengikuti pihak yang salah.
Abu Bakar mnulis :
Ibnu Qayyim rahimahullah berkata: “Dan perdebatan jika telah mencapai batasan seperti ini dan tidak menghasilkan manfaat, maka seyogyanya untuk beralih kepada apa yang telah Allah perintahkan kepada Rasul‐Nya berupa mubahalah” [Mukhtashar Ash‐Shawa’iq al‐ Mursalah].
Abu Bakar mnulis :
Ibnu Qayyim rahimahullah berkata: “Dan perdebatan jika telah mencapai batasan seperti ini dan tidak menghasilkan manfaat, maka seyogyanya untuk beralih kepada apa yang telah Allah perintahkan kepada Rasul‐Nya berupa mubahalah” [Mukhtashar Ash‐Shawa’iq al‐ Mursalah].
Komentarku
( Mahrus ali ):
Mana
dalilnya dari al quran atau hadis?
Mubahalah yang diperintahkan
oleh Allah dalam surat ali imran 61 itu antara Nabi shallahu alaihi wasallam dan Nasrani.
Bila di gunakan untuk sesama muslim yang salih , lalu saling mendoakan jelek, laknat,
maka ini sangat di sayangkan.
Anda
menulis :
Beliau juga berkata dalam masalah fiqh dari
kisah utusan Najran; “Di antaranya; sesungguhnya sebuah sunnah dalam berdebat
melawan pengusung kebatilan, apabila telah tegak hujjah Allah tapi mereka tetap
tidak mau kembali, bahkan bertambah membangkang maka hendaknya dia mengajaknya
untuk bermubahalah, dan sungguh Allah telah memerintahkan Rasul‐Nya dengan hal itu, dan Allah
tidak berfirman; sesungguhnya hal itu tidak untuk umatmu sama sekali setelah
ini.
Komentarku
( Mahrus ali ):
Kalau
kepada ahlul batil bukan ahlul hal silahkan.
Anda
menyatakan lagi;
Dan
telah menyeru kepada hal ini juga anak paman Rasul shallallahu alaihi wa
sallam, Abdullah Ibnu Abbas terhadap orang‐orang yang berbeda faham
dalam masalah furu’, dan tidak ada seorang shahabat pun ketika itu yang
mengingkarinya,
Komentarku
( Mahrus ali ):
Kisah
itu perlu sanad yang sahih dan saya belum
menjumpainya.
Anda
menulis juga:
dan
Al‐Auza’i pernah mengajak Sufyan
Ats‐Tsauri bermubahalah dalam
masalah mengangkat tangan, dan hal itu tidak diingkari, dan ini merupakan
kesempurnaan argumen” [Zaadul Ma’ad].
Komentarku
( Mahrus ali ):
Itu
sekedar perbuatan Auzai seorang, mungkin benar, juga mungkin salah.
Imam Ahmad berkata : .
لاَ
تُقَلِّدْنِي وَلاَ مَالِكًا وَلاَ الثَّوْرِيَّ وَلاَ الشَّافِعِيَّ
;
Jangan ikut kepadaku ,atau Imam Malik , Tsauri atau Syafii
Ali ra berkata :
مَا كُنْتُ لِأَدَعَ سُنَّةَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّه
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِقَوْلِ أَحَدٍ *
Aku tidak akan meninggalkan sunah Nabi S.A.W.
karena perkataan orang “. [1]
Imam Malik
berkata :
إنَّمَا أَنَا بَشَرٌ أُصِيبُ وَأُخْطِئُ فَاعْرِضُوا قَوْلِي عَلَى
الْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ
Aku hanyalah manusia , terkadang
pendapatku benar , di lain waktu kadang salah . Karena itu , cocokkan
perkataanku ini dengan kitabullah dan hadis Rasulullah .
Imam Syafii yang menyatakan :
إذَا
صَحَّ الْحَدِيثُ فَاضْرِبُوا بِقَوْلِي الْحَائِطَ وَإِذَا رَأَيْت الْحُجَّةَ
مَوْضُوعَةً عَلَى الطَّرِيقِ فَهِيَ قَوْلِي .
Bila ada hadis sahih , maka lemparkan perkataanku ke tembok . Bila kamu
lihat hujjah telah berada di jalan , maka
itulah perkataan ku
لاَ تُقَلِّدْ دِينَك الرِّجَالَ
فَإِنَّهُمْ لَنْ يَسْلَمُوا مِنْ أَنْ يَغْلَطُوا .
Dalam masalah agama,jangan ikut orang ,
sebab mereka mungkin juga salah .
Artikel Terkait
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan