Para pemuda disekolahkan, para ahli diundang datang, buku-buku disebar
luaskan, semua oleh Iran.Tidak sulit menemukan informasi kegiatan Syi’ah
terdekat di sekitar Anda. Cukup hubungi 021-7996767, maka seorang
operator ramah akan memberitahu Anda nama yayasan Syi’ah terdekat
beserta alamatnya. Atau, setidaknya nomor telepon yayasan tersebut.
Beginilah contoh salah satu jawaban sang opertor ketika kita tanya
informasi tentang tempat-tempat kajian Syi’ah di Makassar. “Untuk kajian
Syi’ah di Makassar, di Yayasan Lentera, nomor teleponnya 0411-495***.
Atau Yayasan Rausyan Fikr, 0411-446***.”
Nomor telepon itu sesungguhnya milik Islamic Cultural Center (ICC),
sebuah lembaga pusat kebudayaan Republik Iran yang berdiri sejak 2003 di
bilangan Pejaten, Jakarta Selatan.
Ahamad, sang operator telepon tersebut, menjelaskan kepada Suara
Hidyatullah bahwa yayasan Syi’ah (sering disebut ahlul bait) serupa
tersebar di seluruh Nusantara dengan ICC sebagai pusat informasi dan
kebudayaannya. Selain itu, kata karyawan yang telah bekerja di ICC sejak
awal berdirinya ini, lembaga tempat ia bekerja juga menjadi pusat
kajian Syi’ah untuk kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan
Bekasi.
Sejumlah ahli juga mengajar di pusat informasi kebudayaan Iran ini.
Sebut saja, misalnya, Dr Jalaluddin Rakhmat, Haidar Bagir, kakak beradik
Umar Shihab dan Prof Quraish Shihab, serta O. Hashem, penulis produktif
yang meninggal dunia akhir Januari 2009 lalu.
Begitu juga sejumlah keturunan alawiyin atau habaib, seperti Agus Abubakar al-Habsyi dan Hasan Daliel al-Idrus.
Direktur ICC, Mohsen Hakimollahi mengatakan, salah satu tujuan
didirikannya ICC adalah untuk memperbaiki citra negatif tentang Republik
Iran di Indonesia. “Selama ini ada anggapan al-Qur`an di Iran berbeda
dengan yang ada di Indonesia . Atau anggapan nabinya orang Iran bukan
Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam (SAW), tapi Sayyidina Ali.
Padahal berita itu bohong,” kata Mohsen kepada Suara Hidayatullah saat
diwawancarai di kantornya tengah bulan lalu.
Mohsen, lulusan salah satu hauzah ‘ilmiyyah (sejenis pesantren) di Qom ,
Iran , ini menyadari bahwa Islam yang dianut oleh masyarakat Indonesia
berbeda dengan masyarakat Iran. Umat Islam Indonesia menganut paham
ahlus sunnah yang mayoritas bermadzhab Syafi’i, sedang di Iran menganut
Syi’ah Imamiyah (12 imam) yang bermadzhab Ja’fari.
“Tapi, kalau dilihat usulnya sama. Kiblatnya sama. Nabinya sama, yakni
Muhammad SAW,” ujar pria asli Iran yang cukup fasih berbahasa Indonesia
ini.
Selain menjadi “gerbang” bagi para pelajar yang akan menimba ilmu ke
Iran , ICC juga kerap mengundang ulama-ulama Syi’ah dari Iran untuk
berdakwah di Indonesia . Bila musim penerimaan mahasiswa baru di Iran
tiba, para mullah tersebut kadang juga menggelar ujian seleksi bagi
calon mahasiswa yang berminat belajar ke sejumlah hauzah ‘ilmiyyah
ataupun universitas di Iran .
Tokoh-tokoh asal Iran yang dibopong ICC ke Jakarta pun bukan orang
sembarangan. Selain ulama-ulama Syi’ah, ICC juga menghadirkan pejabat
negara Iran. Pada perayaan revolusi Iran , 5 Februari lalu, ICC bahkan
menghadirkan Prof Yasser Khomeini. Yasser adalah cucu Imam Khomeini,
pemimpin revolusi Iran, yang juga menulis kitab al-Hukumat
al-Islamiyyah. Ia juga pernah mengatakan bahwa para imam Syi’ah
mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dan tidak mungkin dicapai oleh
para malaikat dan para Nabi utusan Allah Subhanahu wata’ala (SAW).
Pembelaan sang cucu
Suara Hidayatullah menyengaja hadir pada acara yang diberi kata sambutan
oleh Duta Besar Iran untuk Indonesia, Behrooz Kamalvandi, dan anggota
DPR RI Komisi I, Abdillah Toha tersebut. Acara yang berlangsung selepas
‘Isya ini berisi gembar-gembor kehebatan revolusi Iran, Khomeini, dan
keberhasilan Iran meluncurkan satelit Omid pada awal Februari lalu.
Begitu semangatnya memberi pengantar, Abdillah Toha sampai mengatakan,
“Dengan melihat cucu Imam Khomeini kita akan mendapat berkah Imam
Khomeini!”
Selama sekitar setengah jam Yasser Khomeini mengklarifikasi tuduhan
musuh-musuh Syi’ah yang selalu berusaha mengingkari revolusi gagasan
kakeknya itu. Kata Yasser, pengingkaran Bani Umayyah terhadap keutamaan
Ali bin Abi Thalib dahulu kembali dilakukan oleh musuh-musuh ahlul bait
untuk mengingkari revolusi yang disebutnya revolusi Islam Iran ini.
“Mereka menganggapnya revolusi Syi’ah, dan mengajak kaum Muslimin untuk
membendung pandangan-pandangan tentang revolusi di Iran,” kata Yasser
dalam bahasa Persia yang sampaikan lewat penerjemahnya. Tak mau
ketinggalan, sang pemandu acara, Hasan Daliel al-Idrus menyebut
musuh-musuh Syi’ah tersebut dengan sebutan “Neo Bani Umayyah”.
Mendompleng Revolusi
Revolusi pimpinan Khomeini yang menggulingkan rezim Syah Reza Pahlevi di
Iran pada 1979 berperan besar pada perkembangan Syi’ah di dunia,
termasuk di Indonesia . Mohsen Hakimollahi juga mengakui hal itu.
Pasca tumbangnya Syah, kata Mohsen, jumlah pelajar asing, termasuk dari
Indonesia , yang datang ke hauzah-hauzah ‘ilmiyyah di Iran meningkat
pesat. Kata Mohsen, memang ada beberapa pelajar asal Indonesia yang
belajar di Iran pada masa pra revolusi, tapi sedikit sekali jumlahnya.
“Pada masa Syah jumlah hauzah juga masih sedikit,” jelas Mohsen.
Menurut Mohsen, jumlah mahasiwa asal Indonesia yang tengah belajar di
Iran saat ini sekitar 300 orang. Semuanya mendapat beasiswa penuh.
Namun, tidak semua mahasiswa tersebut belajar syari’ah di hauzah,
sebagiannya juga ada yang mengambil jurusan teknik di universitas di
Teheran. Sedang untuk jumlah alumninya sekarang sudah mencapai sekitar
200 orang.
Sekembalinya ke tanah air, para lulusan Iran ini aktif menyebarkan paham
Syi’ah dengan membuka majelis taklim, yayasan, sekolah, hingga
pesantren. Di antaranya ada Ahmad Baraqbah yang mendirikan Pesantren
al-Hadi di Pekalongan (sudah hangus dibakar massa ), ada juga Husein
al-Kaff yang mendirikan Yayasan al-Jawwad di Bandung , dan masih puluhan
yayasan Syi’ah lainnya yang tersebar di Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan
Sulawesi .
Menurut pusat data lembaga penelitian Syi’ah di Yogyakarta, Rausyan
Fikr, seperti disampaikan dalam makalah yang ditulis oleh Pengurus
Wilayah Ikatan Jamaah AhlulBait Indonesia (IJABI) Yogyakarta, AM Safwan,
pada tahun 2001, terdapat 36 yayasan Syi’ah di Indonesia dengan 43
kelompok pengajian. Sebanyak 21 yayasan/kelompok pengajian di tingkat
propinsi, dan 33 yayasan/kelompok pengajian di tingkat kabupaten/kota.
Tidak hanya melalui pengajian, upaya penyebaran paham Syi’ah juga gencar
dilakukan melalui penerbitan buku. Menurut hasil hitungan Rausyan Fikr,
hingga Februari 2001 saja, tidak kurang 373 judul buku mengenai Syi’ah
telah diterbitkan oleh 59 penerbit yang ada di Indonesia. Jumlah ini
tentunya terus bertambah.
ICC juga intens memberangkatkan tokoh-tokoh ormas Islam Indonesia
berkunjung ke Iran, seperti Amin Rais dan Din Syamsuddin dari
Muhammdiyah, serta Hasyim Muzadi dan Said Aqil Siradj dari Nahdhatul
Ulama. Sejumlah rektor dari perguruan tinggi Islam juga sering diundang
ke Iran .
Untuk lebih dekat dengan dunia kampus, ICC juga membuka Iranian Corner
di 12 universitas di Indonesia . Di antaranya UIN Syarif Hidayatullah,
Univeritas Muhammadiyah Jakarta, Univ. Muhammadiyah Malang, Univ.
Muhammadiyah Yogyakarta, Univ. Ahmad Dahlan Yogyakarta, dn UIN Sunan
Kalijaga.
Iranian Corner berfungsi sebagai pusat referensi mengenai Iran dan
kebudayaannya melalui buku-buku, saluran televisi Iran , dan jurnal
ilmiah. Di beberapa tempat, Iranian Corner juga membuka kursus gratis
bahasa Arab dan Persia . *Masykur, Ibnu Syafa’at, Surya Fachrizal/Suara
Hidayatullah, APRIL 2009
Begitu semangatnya memberi pengantar, Abdillah Toha sampai
mengatakan, “Dengan melihat cucu Imam Khomeini kita akan mendapat berkah Imam
Khomeini!”
Komentarku (
Mahrus ali ):
Ketika orag
belajar di Amirika, maka ideologi dan ajaran barat yang dia
banggakan, lalu di sebarkan di tanah
kelahirannya.
Ketika
orang belajar di Saudi, maka idiologi
dan ajaran salafy Saudi yang di banggakan dan akan di sebarkan ke tanah
kelahirannya.
Begitu juga
orang yang belajar di negri Syi`ah Rafidhah
yang syirik akan menjadi musyrik , lalu menyebarkan kesyirikan itu,
menyebarkan ajaran takfirinya terhadap para sahabat kepada penduduk di tanah kelahirannya.
Karena
itu,pilihlah tempat belajar yang tepat,
jangan salah pilih . Nanti anda akan sesat karenanya.
Lihat
keterangan sbb:
Begitu semangatnya memberi pengantar, Abdillah Toha sampai
mengatakan, “Dengan melihat cucu Imam Khomeini kita akan mendapat berkah Imam
Khomeini!”
Komentarku (
Mahrus ali ):
Kalimat
tsb sama dengan orang bilang :
Melihat cucu Abu Jahal akan terkena
laknat Allah yang menimpa pada Abu
Jahal.
Atau orang
bilang: Melihat keturunan Rasulullah shallahu alaihi wasallam sama dengan
melihat Rasulullah shallahu alaihi wasallam dan langsung dapat berkah.
Pada hal
keturunan Rasulullah shallahu alaihi wasallam banyak, ada yang ahli
bid`ah syirik, dan ini mayoritas. Ada juga yang ahlis
sunnah yang bertauhid. Ini minim sekali.
Abu Jahal yang
melihat langsung Rasulullah shallahu
alaihi wasallam malah memusuhinya.
Bahkan
anaknya Abu Jahal yang sering melihat Abu Jahal malah menjadi pejuang yang tangguh untuk agama Islam ini. Saya ingat ayat
ini:
ضَرَبَ اللهُ مَثَلاً
لِلَّذِينَ كَفَرُوا اِمْرَأَةَ نُوحٍ وَامْرَأَةَ لُوطٍ كَانَتَا تَحْتَ
عَبْدَيْنِ مِنْ عِبَادِنَا صَالِحَيْنِ فَخَانَتَاهُمَا فَلَمْ يُغْنِيَا
عَنْهُمَا مِنَ اللهِ شَيْئًا وَقِيلَ ادْخُلاَ النَّارَ مَعَ الدَّاخِلِينَ
Allah membuat isteri Nuh dan isteri Luth
perumpamaan bagi orang-orang kafir. Keduanya berada di bawah pengawasan
(menjadi istri ) dua orang hamba yang
saleh di antara hamba-hamba Kami; lalu kedua isteri itu berkhianat kepada kedua
suaminya, maka kedua suaminya itu tiada dapat membantu mereka sedikitpun dari
(siksa) Allah; dan dikatakan (kepada keduanya); "Masuklah ke Neraka
bersama orang-orang yang masuk (Neraka)".[1]
Artikel Terkait
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan