Jawabanku untuk
Imam Nawawi dan Imam Syirazi .
المجموع شرح المهذب - (ج 3 / ص 389)
فَالسُّنَّةُ الْجَهْرُ فِي رَكْعَتَي
الصُّبْحِ وَالْمَغْرِبِ وَاْلعِشَاءِ وَفِى صَلاَةِ الْجُمْعَةِ وَالْاِسْرَارُ فِي
الظُّهْرِ وَاْلعَصْرِ وَثَالِثَةِ الْمَغْرِبِ واَلثَّالِثَةِ وَالرَّابِعَةِ مِنَ
اْلعِشَاءِ وَهَذَا كُلُّهُ بِاِجْمَاعِ الْمُسْلِمِيْنَ مَعَ اْلاَحَادِيْثِ الصَّحِيْحَةِ
الْمُتَظَاهِرَةِ
Sunnahnya
adalah membaca jaher ( suara keras )
dalam dua rakaat Subuh, Maghrib,Isya` dan Shalat Jum`at. Sunnahnya juga
memelankan bacaan ( berbisik – bisik , suara pelan ) dalam shalat lohor , Asar , rakaat ke tiga Maghrib, ketiga
dan ke empat Isya`. Seluruhnya ini
berlandaskan ijma` kaum
muslimin dengan hadis - hadis
yang sahih yang
saling mendukung. Al Majmu`
syarah al Muhadz dzab 389/3. kata Imam Nawawi.
Komentarku (
Mahrus ali ):
Saya disini
hanya mempermasalahkan “ sunnahnya
israr, sirr, baca pelan, berbisik
dalam shalat lohor dan Asar menurut Imam Nawawi adalah sudah menjadi
ijma` kaum muslimin di dukung dengan
hadis – hadis sahih.
Kalau
dilihat dalam kitab aslinya keterangannya
sbb:
قَالَ الشِّيْرَازِي فِي الْمُهَذَّبِ: وَيُسْتَحَبُّ اْلإِسْرَارُ فِي الظُّهْرِ وَاْلعَصْرِ وَالثَّالِثَةِ مِنَ اْلمَغْرِبِ وَاْلأُخْرَيَيْنِ مِنَ اْلعِشَاءِ ِلأَنَّهُ نَقْلُ اْلخَلَفِ عَنِ السَّلَفِ.
Imam Syirazi
dalam kitab al Muhadz dzab berkata: Di sunnatkan baca dengan sir ( pelan atau berbisik ) dalam shalat lohor , Asar , rakaat ke tiga
Maghrib dan dua rakaat terahir Isya` .
sebab ia di nukil / di kutip/ manqul
generasi penerus ( akhir ) dari generasi dulu.
Komentarku (
Mahrus ali ):
Jadi
argumentasinya bukan landasan hadis atau dalil tapi shalat lohor dan Asar dengan bacaan
berbisik itu dari nenek moyang dulu ( salaf ).
Ini bukan
perkataan ulama yang punya ilmu tapi mirip dengan perkataan orang
awam yang bodoh. Juga mirip dengan
alasan orang – orang kafir sebagaimana di jelaskan
dalam ayat :
وَإِذَا قِيلَ
لَهُمْ تَعَالَوْا إِلَىٰ مَا أَنزَلَ اللَّهُ وَإِلَى الرَّسُولِ قَالُوا
حَسْبُنَا مَا وَجَدْنَا عَلَيْهِ آبَاءَنَا ۚ أَوَلَوْ كَانَ آبَاؤُهُمْ لَا يَعْلَمُونَ شَيْئًا
وَلَا يَهْتَدُونَ
Apabila dikatakan kepada mereka: "Marilah
mengikuti apa yang diturunkan Allah dan mengikuti Rasul". Mereka menjawab:
"Cukuplah untuk kami apa yang kami dapati bapak-bapak kami mengerjakannya".
Dan apakah mereka itu akan mengikuti nenek moyang mereka walaupun nenek moyang
mereka itu tidak mengetahui apa-apa dan tidak (pula) mendapat petunjuk?. Maidah
104.
Nenek moyang ada yang sesat dan ada yang benar, ada yang di jalan lurus dan ada yang di jalan bengkong.
Bila
landasan kita hanya salaf / nenek moyang , bukan dalil. Maka kita ini
sama denga fanatisme dengan salaf lalu dalil dari Allah dan rasulNya
akan di lemparkan. Fanatisme kepada
salaf lalu pendapat ulama
sekarang akan dibuang langsung
dan di abaikan tanpa memandang
dengan dalil. Ikut salaf
sekalipun menyalahi dalil. Inilah yang menyesatkan bangsa lalu dan tidak mengarahkan bangsa
sekarang kepada kebenaran.
Perbuatan salaf itu kadang benar , juga kadang salah. Begitu
juga pendapat mereka. Kita ini lebih
baik ikut ulama sekarang yang benar dari
pada ulama salaf yang menyalahi dalil.
Imam
Asy Syafi'i berkata:
أَجْمَعَ
النَّاسُ عَلَى أَنَّ مَنِ اسْتَبَانَتْ لَهُ سُنَّةُ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمْ يَكُنْ لَهُ أَنْ يَدَعَهَا لِقَوْلِ أَحَدٍ مِنَ
النَّاِس
"Para ulama bersepakat bahwa jika seseorang sudah
dijelaskan padanya sunnah Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam tidak boleh ia
meninggalkan sunnah demi membela pendapat siapapun"[Diriwayatkan oleh Ibnul Qayyim dalam Al I'lam 2/361]
→ Imam Malik berkata:
إِنَّمَا
أَنَا بَشَرٌ أُخْطِئُ وَأُصِيْبُ، فَانْظُرُوا فِي رَأْيِي؛ فَكُلُّ مَا وَاَفَقَ
اْلكِتَابَ وَالسُّنَّةَ؛ فَخُذُوْهُ، وَكُلُّ مَا لَمْ يُوَافِقِ اْلكِتَابَ
وَالسُّنَّةَ؛ فَاتْركُوْهُ
"Saya
ini hanya seorang manusia, kadang salah dan kadang benar. Cermatilah
pendapatku, tiap yang sesuai dengan Qur'an dan Sunnah, ambillah. Dan tiap yang
tidak sesuai dengan Qur'an dan Sunnah, tinggalkanlah.."[Diriwayatkan Ibnu 'Abdil Barr dalam Al Jami 2/32, Ibnu Hazm dalam Ushul Al Ahkam 6/149]
Karena itu, bila ada hilap, kita haram menjadikan rujukan kepada pendapat salaf, tapi wajib bagi kita untuk menjadikan dalil sebagai fondasi kita. Kita ingat ayat:
فَإِنْ
تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللهِ
وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ ا ْلآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ
وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاً
Kemudian
jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada
Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman
kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan
lebih baik akibatnya.[1]
Landasan
Imam Nawawi dlm mensunnahkan bacaan
berbisik atau pelan dalam salat lohor dan Asar adalah Ijma` kaum muslimin.
Komentarku
( Mahrus ali ):
Kaum
muslimin yang berijmak spt itu , kapan, di mana? Kalau di masa sahabat , lihat ada riwayat sebaliknya
sbb:
وَرُوِي عَنْ عُمَرَ أَنَّهُ كَتَبَ إِلَى أَبِي مُوسَى أَنِ
اقْرَأْ فِي الظُّهْرِ بِأَوْسَاطِ الْمُفَصَّلِ وَرَأَى بَعْضُ أَهْلِ الْعِلْمِ
أَنَّ الْقِرَاءَةَ فِي صَلَاةِ الْعَصْرِ كَنَحْوِ الْقِرَاءَةِ فِي صَلَاةِ
الْمَغْرِبِ يَقْرَأُ
بِقِصَارِ الْمُفَصَّلِ
Di riwayatkan dari Umar ra bahwa beliau kirim surat kepada Abu Musa agar membaca surat Al
Mufasshol
yang pertengahan dalam shalat lohor . Sebagian ahlil ilmi berpendapat bahwa
bacaan dalam salat Asar sebagaimana bacaan dalam salat Maghrib ya`ni
membaca al mufasshol yang pendek –
pendek [2]
فَلاَ
إِجْمَاعَ إِلاَّ إِنْ كَانَ لَهُ دَلِيْلٌ ، وَمَا كَانَ غَيْرَ ذَلِكَ فَهُوَ قَوْلٌ
ضَعِيْفٌ
Tiada ijmak
kecuali disertai dengan dalil. Bila tidak menggunakan dalil, maka pendapat yang
lemah. Kata ahli usul.
Perkataan
Imam Nawawi bahwa shalat siriyyah
lohor dan Asar , landasannya
adalah ijmak . Bila diikuti, maka kita ini akan ikut pada ijmak siapa ? kapan dan dimana?
Ijmak
tersebut menyalahi dalil, menentang ayat
110 Isra` yang melarang berbisik dalam bacaan shalat dan menentang
dengan dalil sahih bahwa Rasulullah shallahu alaihi wasallam menjaherkan
shalat lohor dan Asar
Jabir bin Samurah ra berkata :
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْرَأُ
فِي الظُّهْرِ بِاللَّيْلِ إِذَا يَغْشَى وَفِي الْعَصْرِ نَحْوَ ذَلِكَ وَفِي
الصُّبْحِ أَطْوَلَ مِنْ ذَلِكَ
Waktu salat Dhohor , Nabi saw, membaca
: Wallaili idza Yaghsya
, salat Asar membaca surat yang mirip
dengannya . Waktu salat Subuh , beliau
membaca surat
yang lebih panjang lagi [3]
Ada
sebagian ulama menyatakan:
وكم من إجماعٍ نقلوه
وهو أبطل من الباطل. ولنا
أن نذكر مقولة الإمام أحمد: «من ادعى الإجماع فهو كاذب
Banyak ijma` yang mereka kutip ternyata paling keliru. Kita ingat perkataan Imam
Ahmad : Barang siapa yang menyatakan
Ijma` adalah pendusta.
Ibnu
Taimiyah berkata:
ولكن كثير من المسائل يظن بعض الناس فيها إجماعا ولا يكون الأمر كذلك بل يكون
القول الآخر أرجح في الكتاب والسنة.
Tapi
banyak sekali masalah – masalah yang dikira sebagian manusia mendapat Ijma`.
Tapi hakikatnya tidak begitu. Bahkan
perkataan lainya lebih rajih ( dominan ) dalam kitab al Quran dan sunnah ( maksudnya
pendapat yang lain lebih cocok
menurut al quran dan sunnah ) .
Lihat di Majmu` fatawa
juz 20
Artikel Terkait
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan