Alex Valentino Mahrus Ali Ali:: gmn dgn ini stad?
Sebagian orang ada yang melemahkan hadits ini dengan alasan bahwa ‘Abdullah bin
Ma’bad tidak mendengar hadits dari Abu Qatadah radliyallaahu ‘anhu berdasarkan
perkataan Al-Bukhariy rahimahullah :
لا نعرف سماعه ـ يعني عبد الله بن
مَعْبَد ـ من أبي قَتَادَة
“Kami tidak mengetahui penyimakannya –
yaitu ‘Abdullah bin Ma’bad – dari Abu Qataadah” [At-Taariikh Al-Kabiir, 3/68
& 5/198].
Ta’lil ini dijawab sebagai berikut :
a. Perkataan Al-Bukhariy di atas tidak secara sharih
(jelas) meniadakan samaa’ ‘Abdullah bin Ma’bad dari Abu Qatadah. Hanya saja
Al-Bukhariy mengatakan bahwa ia tidak mengetahui penyimakannya dari Abu
Qatadah. Jika ia memastikan tidak adanya penyimakan, maka ia akan menggunakan
lafadh : “Ia tidak mendengar darinya” atau “mursal” sebagaimana kebiasaan
beliau dalam permasalahan ini.
Adapun persyaratan Muslim dalam Shahih-nya adalah
mu’asharah yang memungkinkan adanya pertemuan secara umum dari para perawi.
b. Ibnu Abi Haatim (1/260) dan Ad-Daaruquthniy dalam
Al-‘Ilal (6/152) saat mentarjih dua jalan sanad dari Ghailaan bin Jariir,
mereka berdua tidak men-ta’lil adanya inqitha’ dan peniadaan samaa’ ‘Abdullah
bin Ma’bad dari Abu Qatadah secara mutlak. Jika saja ini merupakan ‘illat,
niscaya mereka menyebutkannya dan tidak men-tashhih-nya.
c. Ibnu Hajar dan Adz-Dzahabiy rahimahumallah menguatkan
kebersambungan sanad ‘Abdullah bin Ma’bad dari Abu Qatadah. Ibnu Hajar berkata
:
عبد الله بن معبد الزماني البصري روى عن
أبي قتادة وأبي هريرة وعبد الله بن عتبة بن مسعود وأرسل عن عمر وعنه قتادة وغيلان
بن جرير وثابت البناني والحجاج بن عتاب العبدي
“’Abdullah bin Ma’bad Az-Zimmaaniy
Al-Bashriy. Ia meriwayatkan dari Abu Qatadah, Abu Hurairah, dan ‘Abdullah bin
‘Utbah bin Mas’uud. Meriwayatkan secara mursal dari ‘Umar. Qatadah, Ghailaan
bin Jariir, Tsaabit Al-Bunaaniy, dan Al-Hajjaaj bin ‘Attaab Al-‘Abdiy
meriwayatkan darinya” [At-Tahziib, 6/36].
Di sini Ibnu Hajar hanya mengatakan mursal dalam
riwayatnya dari ‘Umar, tidak pada Abu Qatadah, Abu Hurairah, dan ‘Abdullah bin
‘Utbah bin Mas’uud.
Adz-Dzahabiy berkata :
قال البخاري : لا يعرف له سماع من أبي
قتادة،قلت ـ الذهبي ـ:لا يضره ذلك
“Al-Bukhariy berkata : ‘Tidak diketahui
penyimakannya dari Abu Qatadah’. Aku – (yaitu Adz-Dzahabiy) – berkata : “Hal
itu tidak memudlaratkannya” [Diiwaan Adl-Dlu’afaa’, hal. 229].
Alex Valentino Orang yang melemahkan hadits ini juga
berhujjah bahwa ‘Abdullah bin Ma’bad ini seorang yang dla’iif dimana sebagian
ulama al-jarh wat-ta’diil memasukkannya dalam kitab Adl-Dlu’afaa’.
Dijawab :
Sudah menjadi satu hal yang ma’ruuf bahwa sebagian ulama
al-jarh wat-ta’diil memasukkan beberapa perawi dalam kitab Adl-Dlu’afaa’
orang-orang yang diperbincangkan, baik yang itu bersifat tercela/merusak
ataupun tidak. Contoh dalam permasalahan ini banyak. Salah satunya contohnya
adalah Ibnu ‘Adiy telah memasukkan ‘Aliy bin Al-Madiniy dalam kitabnya
Adl-Dlu’afaa’.
‘Abdullah bin Ma’baad dalam hadits tersebut
mempunyai mutaba’ah dari Iyaas bin Harmalah.
Diriwayatkan oleh ‘Abd bin Humaid no. 194, Ahmad 5/296
& 304, An-Nasa’iy dalam Al-Kubraa 3/220-321, Al-Baihaqiy dalam Al-Kubraa
4/283, serta Ibnu ‘Abdil-Barr dalam At-Tamhiid 21/162 dari beberapa jalan dari
Iyaas bin Harmalah, dari Abu Qataadah, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam
:
صوم عاشوراء يكفر السنة الماضية وصوم
عرفة يكفر السنتين الماضية والمستقبلة
“Puasa ‘Aasyuuraa’ menghapuskan dosa tahun
yang lalu dan puasa ‘Arafah menghapuskan dosa dua tahun, yaitu tahun yang lalu
dan tahun depan”.
Sedangkan hadits Abu Qataadah mempunyai syawaahid dari
beberapa orang shahabat, yaitu :
1. Sahl bin Sa’d radliyallaahu ‘anhuma.
Diriwayatkan oleh ‘Abd bin Humaid no. 463, Ibnu Abi Syaibah 3/97, Abu Ya’laa
no. 7548, Ath-Thabaraniy dalam Al-Kabiir 6/179, dari Sahl bin Sa’d, ia berkata
: Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam :
مَنْ صَامَ يَوْمَ عَرَفَةَ، غُفِرَ
لَهُ سَنَتَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ
“Barangsiapa yang berpuasa di hari ‘Arafah,
niscaya ia akan diampuni (dari dosa-dosanya) dua tahun berturut-turut”.
Sanad hadits ini jayyid. Al-Haitsamiy berkata :
“Diriwayatkan oleh Abu Ya’laa dan Ath-Thabaraniy dalam Al-Kabiir. Rijaal Abu
Ya’laa adalah rijaal shahiih” [Majma’uz-Zawaaid, 3/189].
Komentarku ( Mahrus ali ):
Alex Valentino bertanya dengan kalimat sbb:
gmn dgn ini stad?
Sebagian orang ada yang melemahkan hadits ini dengan alasan bahwa ‘Abdullah bin
Ma’bad tidak mendengar hadits dari Abu Qatadah radliyallaahu ‘anhu berdasarkan
perkataan Al-Bukhariy rahimahullah :
لا نعرف سماعه ـ يعني عبد الله بن
مَعْبَد ـ من أبي قَتَادَة
“Kami tidak mengetahui penyimakannya –
yaitu ‘Abdullah bin Ma’bad – dari Abu Qataadah” [At-Taariikh Al-Kabiir, 3/68
& 5/198].
Ta’lil ini dijawab sebagai berikut :
Perkataan Al-Bukhariy di atas tidak
secara sharih (jelas) meniadakan samaa’ ‘Abdullah bin Ma’bad dari Abu Qatadah.
Hanya saja Al-Bukhariy mengatakan bahwa ia tidak mengetahui penyimakannya dari
Abu Qatadah. Jika ia memastikan tidak adanya penyimakan, maka ia akan
menggunakan lafadh : “Ia tidak mendengar darinya” atau “mursal” sebagaimana
kebiasaan beliau dalam permasalahan ini.
Komentarku ( Mahrus ali ):
قَالَ اْلحَافِظُ فِى "تَهْذِيْبِ
التَّهْذِيْبِ" 6/40 :
وَ قَالَ اْلبُخَارِى : لاَ يُعْرَفُ
سَمَاعُهُ مِنْ أَبِى قَتَادَةَ
Imam al hafidh ( Ibnu hajar ) dalam kitab Tahdzibut
tahdzib 40/6 berkata :
Imam Bukhari berkata : Abdullah bin Ma`bad azzamani tidak
di kenal mendengar hadis dari Abu qatadah.
Jadi hadis tsb menurut BUkhari lemah sekali .
Perkataan Bukhari seperti itu
menurut saya jelas sekali, bukan samar, hingga
mungkin menurut Bukhari mensahihkan. Yang jelas beliau tidak berani
memasukkan hadis tsb dalam kitab sahihnya. Dan beliau juga tidak berani menggunakan Abdullah bin Ma`bad
sebagai perawinya . Sarat perawi beliau memang sangat ketat, bukan mudah sekali
untuk dimasukkan ke dalam perawinya.
Kalimat tidak dikenal bahwa Abdullah bin
Ma`bad mendengar hadis tsb dari Abu
Qatadah, maksudnya hal itu sudah mashur
sekali dikalangan ulama ahli hadis, bukan saja Bukhari. Bahkan ada hadis yang di katakan munkar oleh al bani karena
perawinya tidak dikenal untuk mengutip hadis
lihat sbb:
السلسلة
الضعيفة - مختصرة - (ج 4 / ص 286)
إِنَّ
اللهَ يَبْغَضُ الْمُؤْمِنَ لاَ زَبْرَ لَهُ . ( مُنْكَرٌ ) قَالَ اْلعُقَيْلِي :
مِسْمَعٌ بْنُ مُحَمَّدٍ لاَ يُعْرَفُ بِالنَّقْلِ وَلاَ يُتَابَعُ عَلَيْهِ بِهَذَا
اْلاِسْنَادِ
Sesungguhnya Allah benci kepada
Mukmin yang tidak punya akal.
Hadis tsb munkar . Al Uqaili berkata: Misma` bin Muhammad – perawinya
tidak dikenal dengan mengutip hadis, dan tiada
hadis lain yang mendukung dengan
sanad ini.
Komentarku ( Mahrus ali ):
Komentar al Uqaili hadis itu munkar
karena perawinya tidak dikenal untuk
menukil hadis. Mirip dengan perkataan Bukhari hadis puasa arafah itu cacat
karena perawi Abdullah bin Ma`bad tidak dikenal mendengar hadis dari Abu
Qatadah.
Di katakan lagi dalam pertanyaan
tsb:
Hanya saja Al-Bukhari mengatakan
bahwa ia tidak mengetahui penyimakannya dari Abu Qatadah. Jika ia memastikan
tidak adanya penyimakan, maka ia akan menggunakan lafadh : “Ia tidak mendengar
darinya” atau “mursal” sebagaimana kebiasaan beliau dalam permasalahan ini.
Komentarku ( Mahrus ali ):
Sayang sekali tidak di tunjukkan
refrensinya. Dan saya belum tahu refrensinya. Pemahaman seperti itu baru bagi
saya, bukan ilmu yang telah lama ku ketahui.Barang kali itu kebodohan baru yang mnggelapkan bukan ilmu yang mencerahkan. Setahu saya
perkataan Bukhari tadi adalah menunjukkan hadis tsb cacat sanadnya. Alias lemah.
Daroquthni saja melemahkan dan menyatakan tiada yang sahih.
Saya ( Al barqani ) bertanya kepada Imam Daroquthni
tentang hadis Mujahid dari Abu Qatadah dan dari Abul khalil tentang hadis
Tsauri temtang keutamaan puasa Arofah .
فَقَالَ : لاَ يَصِحُّ ، وَهُوَ
كَثِيْرُ الاِضْطِرَابِ ، مَرَّةً يَقُوْلُ ذَا ، وَمَرَّةً يَقُوْلُ ذَا ، لا
َيَثْبُتُ.
Lalu Imam Daroquthni menjawab : Lemah , dia kacau
redaksinya . Kadang berkata begini , kadang begini ……………. Tidak tetap , tidak
mantap hapalannya.
قال ابن حجر في الفتح (4/237):
«أي: ما حكمه، وكأنه لم تثبت الأحاديث الواردة في الترغيب في صومه على شرطه، وأصحها
حديث أبي قتادة أنه يكفر سنة آتية وسنة ماضية، أخرجه مسلم وغيره»، وجزم
العيني في العمدة (11/107) بأن أحاديث الترغيب في صوم يوم عرفة لم تثبت عند
البخاري على شرطه.
وكأنَّ كلَّ ذلك إشارةٌ من البخاري إلى تضعيف إسناد هذا الحديث بالانقطاع، وإقرارٌ بذلك ممن نقل كلامه من الأئمة.
وكأنَّ كلَّ ذلك إشارةٌ من البخاري إلى تضعيف إسناد هذا الحديث بالانقطاع، وإقرارٌ بذلك ممن نقل كلامه من الأئمة.
Intinya:
Ibnu
Hajar dalam kitab al fath 237/4 menyatakan seolah Imam Bukhari menyatakan hadis
– hadis tentang motivasi puasa arofah
tidak sahih menurut sarat Bukhari.
Bahkan
al aini dalam kitab al Umdah 107/11 telah memastikan bahwa hadis – hadis
tsb tida sahih menurut Bukhari .
Seluruhnya seolah sebagai isarat bahwa Imam Bukhari melemahkan hadis puasa Arofah karena sanadnya terputus.
Dan pernyataan seperti itu
juga dari kalangan imam – imam yang mengutip perkataan Bukhari.
Komentarku
( Mahrus ali ):
Lalu bagaimana
anda menyatakan bahwa pernyataan Bukhari itu masih samar, tidak jelas.
Lalu jelasnya bagaimana, apakah Bukhari mensahihkan hadis
puasa araofah itu? Sudah tentu tidak. Beliau melemahkannya.
Doktor
Ahmad al Ghomidi pada tahun 2011 sudah
menyatakan :
قلت: إسناده منقطع، فيه عبد
الله بن معبد وهو الزماني البصري، قال البخاري: (لا نعرف سماعه من أبي قتادة
Saya ( Doktor Ahmad al
Ghomidi ) berkata: Sanad hadis
keutamaan puasa Arofah adalah terputus karena Abdullah bin Ma`bad - al zamani al basri dikatakan oleh Imam
Bukhari : Kami tidak tahu dia mendengar
hadis tsb dari Abu Qatadah.
Komentarku ( Mahrus ali ):
Sang doktor itu menulis bab kelemahan
hadis keutamaan puasa
Arofah dengan pengkajian yang
mendetil sekali, dengan di paparkan seluruh sanadnya ternyata
beliau katakan bermasalah alias
lemah. Dan redaksinya dari satu hadis ke hadis yang lain berbeda , kacau
sekali. Boleh dilihat di sini
degan bahasa arab:
)Dikatakan lagi:
‘Abdullah bin Ma’baad dalam hadits tersebut mempunyai
mutaba’ah dari Iyaas bin Harmalah.
Diriwayatkan oleh ‘Abd bin Humaid
no. 194, Ahmad 5/296 & 304, An-Nasa’iy dalam Al-Kubraa 3/220-321,
Al-Baihaqiy dalam Al-Kubraa 4/283, serta Ibnu ‘Abdil-Barr dalam At-Tamhiid
21/162 dari beberapa jalan dari Iyaas bin Harmalah, dari Abu Qataadah, dari
Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam
Komentarku
( Mahrus ali ):
Lihat
komentar Doktor Ahmad al Ghomidi dalam
situs tadi sbb:
وتابع
عبد الله بن معبد الزماني في روايته عن أبي قتادة : حرملة بن إياس، واختلف عنه
Intinya, mutabaah Iyas bin
Harmalah itu adalah masih hilap, atau
tidak sahih.
Komentarku ( Mahrus ali ):
Sanadnya sbb:
أخرجه أبو يعلى في المسند [برقم 7548] والطبراني في
المعجم الكبير [6/179 برقم 5923] من رواية أبي بكر بن أبي شيبة وهو عنده في المصنف
[3/97]، و الطبراني في المعجم الكبير [6/179 برقم 5923] من رواية عثمان بن أبي
شيبة، كلاهما عن معاوية بن هشام عن أبي حفص الطائي عن أبي حازم عن سهل بن سعد به.
Ini jawaban dari Doktor Ahmad al Baghdadi :
قلت: هذا الإسناد
ضعيف، فيه معاوية بن هشام
Saya ( doktor Ahmad ) sanad ini lemah karena ada
perawi Muawiyah bin Hisyam ( yang lemah
).
وقال الألباني:
(فيه ضعف
Al bani mengatakan: Terdapat kelemahan di dalamnya.
Di katakan lagi:
Al-Haitsamiy berkata : “Diriwayatkan oleh Abu Ya’laa dan
Ath-Thabaraniy dalam Al-Kabiir. Rijaal Abu Ya’laa adalah rijaal shahiih”
[Majma’uz-Zawaaid, 3/189].
Komentarku ( Mahrus ali ):
Doktor Ahmad berkata:
قال الهيثمي في "مجمع الزوائد" [3/189] :
( رواه أبو يعلى والطبراني في الكبير ورجال أبى يعلى رجال الصحيح).
قلت : وعبد السلام بن حفص ليس من رجال الصحيح.
Intinya apa yang
dikatakan oleh Al Haitsami itu adalah
keliru karena Abd Salam bin Hafs bukan perawi sahih Bukhari.
Dikatakan lagi:
2. Ibnu ‘Umar radliyallaahu ‘anhuma.
Diriwayatkan oleh Ath-Thabaraniy dalam Al-Ausath (Majma’ul-Bahrain no. 1573)
dari Sa’iid bin Jubair, ia berkata :
سأل رجل عبد الله بن عمر عن صوم يوم
عرفة فقال:" كنا ونحن مع رسول الله صلى الله عليه وسلم يعدله بصوم سنتين"
“Ada
seorang laki-laki bertanya kepada ‘Abdullah bin ‘Umar tentang puasa hari
‘Arafah. Maka ia berkata : ‘Kami dulu pernah bersama Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam dimana beliau menyamakannya dengan puasa selama dua tahun”.
Al-Haitsaimiy berkata : “Hadits tersebut hasan”
[Majma’uz-Zawaaid, 3/190].
Komentarku ( Mahrus ali ):
Sanadnya di kitab aslinya
Thabrani sbb:
المعجم الكبير للطبراني - (ج 11 / ص
370)
6- حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بن بُشَيْرٍ ،
قَالَ : نا يَحْيَى بن مَعِينٍ ، قَالَ : نا مُعْتَمِرُ بن سُلَيْمَانَ ، قَالَ :
قَرَأْتُ عَلَى الْفَضْلِ بن مَيْسَرَةَ ، قَالَ : حَدَّثَنِي أَبُو حَرِيزٍ ،
أَنَّهُ سَمِعَ سَعِيدَ بن جُبَيْرٍ ، يَقُولُ : سَأَلَ رَجُلٌ عَبْدَ اللَّهِ بن
عُمَرَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَرَفَةَ ؟ فَقَالَ : كُنَّا وَنَحْنُ مَعَ رَسُولِ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَعْدِلُهُ بِصَوْمِ سَنَتَيْنِ
. لَمْ يَرْوِ هَذَا الْحَدِيثَ عَنْ
سَعِيدِ بن جُبَيْرٍ ، إِلا أَبُو حَرِيزٍ عَبْدَ اللَّهِ بن عُمَ
Intinya:
Hadis Hadis tsb
hanya di riwayatkan oleh Abu Hariz bin
Abdillah dari Said bin Jubair.
Abu Hariz menurut Ibnu Hajar adalah perawi yang tidak
dikenal identitasnya. Imam Dzahabi tidak
mencantumkan dia dlam kitab tahdzibnya. Lihat mausuat ruwatil
hadis.
الكامل لابن عدي - (ج 4 / ص 159)
أبو حريز قاضي سجستان ضعيف
Menurut Imam Nasai : Abu Hariz hakim di Sijistan adalah lemah. Lihat al kamil 159/4.
Jadi hadis tsb lemah sekali.
Di katakan lagi:
Secara keseluruhan, hadits tersebut adalah shahih.
Komentarku ( Mahrus ali ):
Loh dari mana , kok bisa memberikan kesimpulan sahih itu?
Mestinya kesimpulannya hadis tsb lemah , lebih cocok.
Jadi dari
segi sanad jelas lemah, redaksi
hadis kacau.Keterangannya sbb:
خرجه
مسلم في (الصحيح ج2/ص819) قال:
"يكفر
السنة الماضية والباقية"
Menurut riwayat
Muslim : Puasa arofah bisa menghapus dosa tahun lalu dan mendatang.
وأخرجه الحاكم في (المستدرك على
الصحيحين ج2/ص658) قال
صوم يوم عرفة يكفر السنة وما قبلها"
Menurut riwayat al Hakim , puasa Arofah bisa menghapus doa tahun ini dan tahun sebelumnya.
وأخرجه
البيهقي في (السنن الكبرى ج4/ص286) قال
إني لأحتسب على الله أن يكفر السنة التي
قبلها والسنة التي بعدها".
Sesungguhnya aku berharap kepada Allah agar puasa Arofah
bisa menghapus dosa tahun sebelumnya dan tahun mendatang.
Karena redaksi hadis kacau seperti ini, maka menurut ilmu musthalahul hadis, hadis
tsb jelas lemahnya. Jadi redaksinya lemah , begitu juga sanadnya.
Dan sudah menjadi ketetapan para ulama bila
hadis kacau redaksinya maka
dikatakan lemah.
البيقونية - (ج 1 / ص 1)
وَذُو اخْتِلاَفِ سَنَدٍ أَوْ مَتْنٍ *
مُضْطَرِبٌ عِنْدَ أُهَيْلِ الْفَنِّ
Sanad atau redaksi hadis
yang masih hilaf, bisa di katakan
kacau ( mudhtharib ) menurut orang
yang baru ahli dalam fak mustholah hadis.
( Al baiquniyah yang di syarahi oleh
Ibnu Utsaimin ).
Jadi hadis tentang
larangan memotong kuku atau rambut sepuluh hari mines idul adha adalah lemah karena kacau redaksinya, bukan
hadis yang redaksinya sama atau mirip
dengan redaksi riwayat lain.
Dalam kitab al fiyatus suyuthi juga di terangkan:
ألفية السيوطي - (ج 1 / ص 15)
مَا اخْتَلَفَتْ وُجُوهُهُ حَيْثُ
وَرَدْ ... ... مِنْ وَاحِدٍ أَوْ فَوْقُ:مَتْنًا أَوْ سَنَدْ
... وَلا مُرَجِّحَ : هُوَ الْمُضْطَرِبُ ... ...
وَهْوَ لِتَضْعِيفِ الْحَدِيثِ مُوجِبُ
Hadis yang berbeda baik sanad atau redaksinya dari seorang perawi atau lebih dan tidak
bisa di tarjih. Maka di katakan mudhtharib ( kacau belau ) dan wajib di lemahkan. Lihat
alfiyatus suyuthi 15/1
Artikel Terkait
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan