Berdasarkan penelitian historis, Yesus berbicara dalam bahasa Aramiyyah
di Palestina, begitu juga dengan sebahagian besar orang Yahudi. Ini
wajar sebab bahasa Aramiyyah ialah lingua franca (bahasa percakapan
sehari-hari masyarakat Yahudi di Palestina) pada zaman Yesus. Akan
tetapi dalam hal tulis-menulis, bahasa Yunani lah yang dominan
digunakan. Gereja di kemudian hari mengkanon dan menggunakan kitab
Injil (Perjanjian Baru) berbahasa Yunani yang lebih dominan dan lebih
banyak dipakai dari pada Injil-Injil berbahasa Aramiyyah. Adaptasi
bahasa yang digunakan oleh Yesus (Aramiyyah) ke bahasa Yunani telah
berdampak buruk terhadap tafsir gereja atas ucapan Yesus, terutama
masalah teologia. Gereja seharusnya memilih kitab berbahasa Aramiyyah
sesuai dengan bahasa yang digunakan Yesus dan murid-muridnya agar tepat
dalam menafsirkan ucapan-ucapan Yesus. Dibawah ini adalah contoh
kesesatan teologi Kristen yang dibangun dari tafsir kitab Injil
berbahasa Yunani;
1. Yesus adalah Allah
Aku dan Bapa adalah satu (Yohanes 10: 30)
Ayat di atas sebenaranya adalah kata kiasan yang diucapkan Yesus, ini
dapat dengan mudah kita ketahui apabila kita membaca bukan hanya
potongan ayat Yohanes 10: 30 di atas, melainkan membaca konteks cerita
mulai dari ayat 23 sampai dengan ayat 30. Bukan hanya Kristen saja yang
salah paham dengan kata kias yang diucapkan Yesus, tapi juga orang-orang
Yahudi yang saat itu mendengar ucapan Yesus. Yahudi menyangka Yesus
menghujad Allah dengan cara menyamakan dirinya dengan-Nya (Yohanes 10:
33). Kristen kemudian mengikuti kesesatan Yahudi tersebut dengan
beranggapan tidak mungkin Yesus dilempari batu oleh orang-orang Yahudi
jika Yesus tidak menyamakan dirinya dengan Allah, padahal orang-orang
Yahudi terdorong untuk melempari Yesus dengan batu karena
kesalah-pahaman mereka terhadap ucapan Yesus.
Berbeda cara tafsir kita dengan cara tafsir Kristen, Kristen memberikan
penjelasan; Bahasa Yunani Perjanjian Baru menggunakan tiga kata yang
diterjemahkan dengan satu yaitu εις - HEIS (maskulin), μια - MIA
(feminin), dan εν - HEN (netral). Kata bilangan satu, dua, tiga, dan
seterusnya menggunakan bentuk maskulin, HEIS, DUO, TREIS, TETTARES,
PENTE, dan seterusnya. Jika ada nomina yang feminin, maka akan digunakan
MIA, DUO, TRIA, TETTARA, tetapi tidak digunakan untuk menghitung secara
berurutan, melainkan menerangkan kuantitas nomina yang feminin. Baik
bentuk maskulin maupun feminin dapat diadakan operasi penambahan dan
pengurangan. Kata εις - HEIS yang maskulin dan μια - MIA yang feminin
ini dapat dibandingkan dengan kata Ibrani יחיד
- YAKHID atau kata Arab WAHID. Sebaliknya εν - HEN yang netral
senantiasa berhubungan dengan hakekat, natura, tidak pernah merujuk
kepada satu oknum atau satu pribadi. Kata ini dapat pula dibandingkan
dengan kata Ibrani אחד - 'EKHAD atau kata Arab 'AHAD (Esa).
Yohanes 10:30 dari segi kaidah bahasa Yunani, menyatakan bahwa Yesus dan
Bapa memiliki satu Dzat, satu Hakekat yaitu Allah. Konteks kata satu εν
- HEN untuk ayat diatas menunjukkan pernyataan Yesus adalah Allah, yang
"satu" sama hakekat dengan Bapa yang dipertegas dengan pernyataan "εν
εσμεν - hen esmen". Kata Yunani εσμεν - esmen dalam Yohanes 10:30 adalah
"to be" dalam modus indikatif, pernyataan fakta.
Yesus berkata-kata menggunakan bahasa Aramiyyah kepada orang-orang
Yahudi, sangat mustahil orang-orang Yahudi memahami ucapan Yesus
sebagaimana Kristen memahami ucapan Yesus dari Injil berbahasa Yunani,
sehingga orang-orang Yahudi melempari Yesus dengan batu. Kesesatan
Kristen seperti di atas tidaklah mungkin terjadi apabila Gereja
menggunakan Injil bahasa Aramiyyah dalam membangun teologi mereka.
2. Trinitas
Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah
mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, (Matius 28: 19)
Bagi kita yang awam pasti akan bingung dengan penafsiran Kristen pada
ayat Matius 28: 19 di atas. Ayat tersebut sangat jelas menyebutkan
adanya tiga oknum, yaitu Bapa, Anak dan Roh Kudus, akan tetapi sama
sekali tidak menyebutkan kesatuan ketiganya. Lalu bagaimana mungkin ayat
tersebut dapat dijadikan dalil dogtrin Trinitas?
Cara Kristen menafsirkan Matius 28: 19 bukan dengan cara menafsirkannya
dari terjemahan bahasa indonesia, melainkan menafsirkannya dari bahasa
Yunani. ...baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus
(Matius 28: 19), kata ‘nama’ dalam kitab yunani adalah ONOMA (bentuk
tunggal), bukan ONOMATA (bentuk jamak).
Teks kitab bahasa yunani demikian:
Teks kitab bahasa yunani demikian:
Textus Receptus (TR) : πορευθεντες ουν μαθητευσατε παντα τα εθνη
βαπτιζοντες αυτους εις το ονομα του πατρος και του υιου και του αγιου
πνευματος
Translit interlinear, poreuthentes {pergilah} oun {karena itu}
mathêteusate {jadikanlah murid (-Ku)} panta {semua} ta ethnê
{bangsa-bangsa} baptizontes {kalian baptiskanlah} autous {mereka} eis
{di dalam} to onoma {nama, noun - accusative singular neuter} tou patros
{Bapa} kai {dan} tou huiou {Putera} kai {dan} tou hagiou {Kudus}
pneumatos {Roh}
Yang ditafsirkan oleh Kristen dari kedua ayat di atas sesungguhnya bukanlah menafsirkan perkataan Yesus, melainkan menafsirkan perkataan, ide dan tulisan penulis Injil.
Selain itu, Matius 28:19 ternyata ayat palsu, karena Sebab sesungguhnya Kitab Matius fasal 28 selesai hanya sampai ayat 15, yang ditutup dengan kalimat sebagai berikut: "Mereka menerima uang itu dan berbuat seperti yang dipesankan kepada mereka. Dan cerita ini tersiar di antara orang Yahudi sampai sekarang ini."
Pusatkanlah perhatian anda pada kata-kata dengan garis bawah di atas: cerita ini tersiar di antara orang Yahudi sampai sekarang ini. Ini adalah rangkaian kata penutup yang lazim digunakan untuk mengakhiri sebuah cerita!
Yang ditafsirkan oleh Kristen dari kedua ayat di atas sesungguhnya bukanlah menafsirkan perkataan Yesus, melainkan menafsirkan perkataan, ide dan tulisan penulis Injil.
Selain itu, Matius 28:19 ternyata ayat palsu, karena Sebab sesungguhnya Kitab Matius fasal 28 selesai hanya sampai ayat 15, yang ditutup dengan kalimat sebagai berikut: "Mereka menerima uang itu dan berbuat seperti yang dipesankan kepada mereka. Dan cerita ini tersiar di antara orang Yahudi sampai sekarang ini."
Pusatkanlah perhatian anda pada kata-kata dengan garis bawah di atas: cerita ini tersiar di antara orang Yahudi sampai sekarang ini. Ini adalah rangkaian kata penutup yang lazim digunakan untuk mengakhiri sebuah cerita!
Ide Trinitas rupanya berasal dari seorang pemimpin gereja yang bernama
Quintus Septimius Florens Tertullianus, atau Tertulianus (155–230).
Tertulianus lahir dan dibesarkan dari keluarga pagan yang
sedikit-banyak pasti mempengaruhi ide-idenya.
Artikel Terkait
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan