Hadits al-Ghadir Bukti Kepemimpinan Imam Ali as
Berikut
ini adalah kajian Hadits al-Ghadir, yaitu hadis yang membuktikan
keshahihan kepemimpinan atau wilayah Imam Ali as. Merupakan bukti
kebenaran yang nyata bahwa Imam Ali Mengakui Kepemimpinannya, yang sudah
pasti menjadi Hujjah keshahihan Hadis Ghadir Khum.
Hadis Ghadir
Khum yang menunjukkan kepemimpinan Imam Ali adalah salah satu hadis
shahih yang sering dijadikan hujjah oleh kaum Syiah dan ditolak oleh
kaum Sunni. Kebanyakan mereka yang mengingkari hadis ini membuat
takwilan-takwilan agar bisa disesuaikan dengan keyakinan mahzabnya.
Padahal
Imam Ali sendiri mengakui kalau hadis ini adalah hujjah bagi
kepemimpinan Beliau. Hal ini terbukti dalam riwayat-riwayat yang shahih
dimana Imam Ali ketika menjadi khalifah mengumpulkan orang-orang di
tanah lapang dan berbicara meminta kesaksian soal hadis Ghadir Khum.
عن سعيد بن وهب وعن زيد بن يثيع قالا نشد
على الناس في الرحبة من سمع رسول الله صلى الله عليه و سلم يقول يوم غدير
خم الا قام قال فقام من قبل سعيد ستة ومن قبل زيد ستة فشهدوا انهم سمعوا
رسول الله صلى الله عليه و سلم يقول لعلي رضي الله عنه يوم غدير خم أليس
الله أولى بالمؤمنين قالوا بلى قال اللهم من كنت مولاه فعلي مولاه اللهم
وال من والاه وعاد من عاداه
Dari Sa’id
bin Wahb dan Zaid bin Yutsai’ keduanya berkata “Ali pernah meminta
kesaksian orang-orang di tanah lapang “Siapa yang telah mendengar
Rasulullah SAW bersabda pada hari Ghadir Khum maka berdirilah?. Enam
orang dari arah Sa’id pun berdiri dan enam orang lainnya dari arah Za’id
juga berdiri. Mereka bersaksi bahwa sesungguhnya mereka pernah
mendengar Rasulullah SAW bersabda kepada Ali di Ghadir Khum “Bukankah
Allah lebih berhak terhadap kaum mukminin”. Mereka menjawab “benar”.
Beliau bersabda “Ya Allah barangsiapa yang aku menjadi pemimpinnya maka
Ali pun menjadi pemimpinnya, dukunglah orang yang mendukung Ali dan
musuhilah orang yang memusuhinya”. [Musnad Ahmad 1/118 no 950 dinyatakan
shahih oleh Syaikh Ahmad Syakir]
Sebagian
orang membuat takwilan batil bahwa kata mawla dalam hadis Ghadir Khum
bukan menunjukkan kepemimpinan tetapi menunjukkan persahabatan atau yang
dicintai, takwilan ini hanyalah dibuat-buat. Jika memang menunjukkan
persahabatan atau yang dicintai maka mengapa ada sahabat Nabi yang
merasa ada sesuatu yang mengganjal di hatinya ketika mendengar kata-kata
Imam Ali di atas. Adanya keraguan di hati seorang sahabat Nabi
menyiratkan bahwa Imam Ali mengakui hadis ini sebagai hujjah
kepemimpinan. Maka dari itu sahabat tersebut merasakan sesuatu yang
mengganjal di hatinya karena hujjah hadis tersebut memberatkan
kepemimpinan ketiga khalifah sebelumnya. Sungguh tidak mungkin ada
keraguan di hati sahabat Nabi kalau hadis tersebut menunjukkan
persahabatan atau yang dicintai.
عن أبي الطفيل
قال جمع علي رضي الله تعالى عنه الناس في الرحبة ثم قال لهم أنشد الله كل
امرئ مسلم سمع رسول الله صلى الله عليه و سلم يقول يوم غدير خم ما سمع لما
قام فقام ثلاثون من الناس وقال أبو نعيم فقام ناس كثير فشهدوا حين أخذه
بيده فقال للناس أتعلمون انى أولى بالمؤمنين من أنفسهم قالوا نعم يا رسول
الله قال من كنت مولاه فهذا مولاه اللهم وال من والاه وعاد من عاداه قال
فخرجت وكأن في نفسي شيئا فلقيت زيد بن أرقم فقلت له انى سمعت عليا رضي الله
تعالى عنه يقول كذا وكذا قال فما تنكر قد سمعت رسول الله صلى الله عليه و
سلم يقول ذلك له
Dari Abu
Thufail yang berkata “Ali mengumpulkan orang-orang di tanah lapang dan
berkata “Aku meminta dengan nama Allah agar setiap muslim yang mendengar
Rasulullah SAW bersabda di Ghadir khum terhadap apa yang telah
didengarnya. Ketika ia berdiri maka berdirilah tigapuluh orang dari
mereka. Abu Nu’aim berkata “kemudian berdirilah banyak orang dan memberi
kesaksian yaitu ketika Rasulullah SAW memegang tangannya (Ali) dan
bersabda kepada manusia “Bukankah kalian mengetahui bahwa saya lebih
berhak atas kaum mu’min lebih dari diri mereka sendiri”. Para sahabat
menjawab “benar ya Rasulullah”. Beliau bersabda “barang siapa yang
menjadikan Aku sebagai pemimpinnya maka Ali pun adalah pemimpinnya
dukunglah orang yang mendukungnya dan musuhilah orang yang memusuhinya.
Abu Thufail berkata “ketika itu muncul sesuatu yang mengganjal dalam
hatiku maka aku pun menemui Zaid bin Arqam dan berkata kepadanya
“sesungguhnya aku mendengar Ali RA berkata begini begitu, Zaid berkata
“Apa yang patut diingkari, aku mendengar Rasulullah SAW berkata seperti
itu tentangnya”.[Musnad Ahmad 4/370 no 19321 dengan sanad yang shahih
seperti yang dikatakan Syaikh Syu’aib Al Arnauth dan Tahdzib Khasa’is An
Nasa’i no 88 dishahihkan oleh Syaikh Abu Ishaq Al Huwaini]
Kata mawla
dalam hadis ini sama halnya dengan kata waliy yang berarti pemimpin,
kata waly biasa dipakai oleh sahabat untuk menunjukkan kepemimpinan
seperti yang dikatakan Abu Bakar dalam khutbahnya. Inilah salah satu
hadis Ghadir Khum dengan lafaz Waly.
عن سعيد بن وهب
قال قال علي في الرحبة أنشد بالله من سمع رسول الله يوم غدير خم يقول إن
الله ورسوله ولي المؤمنين ومن كنت وليه فهذا وليه اللهم وال من والاه وعاد
من عاداه وأنصر من نصره
Dari Sa’id
bin Wahb yang berkata “Ali berkata di tanah lapang aku meminta dengan
nama Allah siapa yang mendengar Rasulullah SAW pada hari Ghadir Khum
berkata “Allah dan RasulNya adalah pemimpin bagi kaum mukminin dan siapa
yang menganggap aku sebagai pemimpinnya maka ini (Ali) menjadi
pemimpinnya dukunglah orang yang mendukungnya dan musuhilah orang yang
memusuhinya dan jayakanlah orang yang menjayakannya. [Tahdzib Khasa’is
An Nasa’i no 93 dishahihkan oleh Syaikh Abu Ishaq Al Huwaini].
Dan
perhatikan khutbah Abu Bakar ketika ia selesai dibaiat, ia menggunakan
kata Waly untuk menunjukkan kepemimpinannya. Inilah khutbah Abu Bakar
قال أما بعد
أيها الناس فأني قد وليت عليكم ولست بخيركم فان أحسنت فأعينوني وإن أسأت
فقوموني الصدق أمانة والكذب خيانة والضعيف فيكم قوي عندي حتى أرجع عليه حقه
إن شاء الله والقوي فيكم ضعيف حتى آخذ الحق منه إن شاء الله لا يدع قوم
الجهاد في سبيل الله إلا خذلهم الله بالذل ولا تشيع الفاحشة في قوم إلا
عمهم الله بالبلاء أطيعوني ما أطعت الله ورسوله فاذا عصيت الله ورسوله فلا
طاعة لي عليكم قوموا الى صلاتكم يرحمكم الله
Ia berkata
“Amma ba’du, wahai manusia sekalian sesungguhnya aku telah dipilih
sebagai pimpinan atas kalian dan bukanlah aku yang terbaik diantara
kalian maka jika berbuat kebaikan bantulah aku. Jika aku bertindak
keliru maka luruskanlah aku, kejujuran adalah amanah dan kedustaan
adalah khianat. Orang yang lemah diantara kalian ia kuanggap kuat hingga
aku mengembalikan haknya kepadanya jika Allah menghendaki. Sebaliknya
yang kuat diantara kalian aku anggap lemah hingga aku mengambil darinya
hak milik orang lain yang diambilnya jika Allah mengehendaki. Tidaklah
suatu kaum meninggalkan jihad di jalan Allah kecuali Allah timpakan
kehinaan dan tidaklah kekejian tersebar di suatu kaum kecuali adzab
Allah ditimpakan kepada kaum tersebut. Taatilah aku selama aku taat
kepada Allah dan RasulNya. Tetapi jika aku tidak mentaati Allah dan
RasulNya maka tiada kewajiban untuk taat kepadaku. Sekarang berdirilah
untuk melaksanakan shalat semoga Allah merahmati kalian. [Sirah Ibnu
Hisyam 4/413-414 tahqiq Hammam Sa’id dan Muhammad Abu Suailik, dinukil
Ibnu Katsir dalam Al Bidayah 5/269 dan 6/333 dimana beliau
menshahihkannya].
Terakhir
kami akan menanggapi syubhat paling lemah soal hadis Ghadir Khum yaitu
takwilan kalau hadis ini diucapkan untuk meredakan orang-orang yang
merendahkan atau tidak suka kepada Imam Ali perihal pembagian rampasan
di Yaman. Silakan perhatikan hadis Ghadir Khum yang disampaikan oleh
Rasulullah SAW kepada banyak orang, tidak ada di sana disebutkan perihal
orang-orang yang merendahkan atau mencaci Imam Ali. Kalau memang hadis
ghadir khum diucapkan Rasulullah SAW untuk menepis cacian orang-orang
terhadap Imam Ali maka Rasulullah SAW pasti akan menjelaskan duduk
perkara rampasan di Yaman itu, atau menunjukkan kecaman Beliau kepada
mereka yang mencaci Ali. Tetapi kenyataannya dalam lafaz hadis Ghadir
Khum tidak ada yang seperti itu, yang ada malah Rasulullah meninggalkan
wasiat bahwa seolah Beliau SAW akan dipanggil ke rahmatullah, wasiat
tersebut berkaitan dengan kepemimpinan Imam Ali dan berpegang teguh pada
Al Qur’an dan ithrati Ahlul Bait. Sungguh betapa jauhnya lafaz hadis
tersebut dari syubhat para pengingkar.
Hadis yang
dijadikan hujjah oleh penyebar syubhat ini adalah hadis Buraidah ketika
ia menceritakan soal para sahabat yang merendahkan Imam Ali. Hadis
tersebut bukan diucapkan di Ghadir Khum dan tentu saja Rasulullah SAW
akan marah kepada sahabat yang menjelekkan Imam Ali karena Imam Ali
adalah pemimpin setiap mukmin (semua sahabat Nabi) sepeninggal Nabi SAW .
Disini Rasulullah SAW mengingatkan Buraidah dan sahabat lain yang ikut
di Yaman agar berhenti dari sikap mereka karena Imam Ali adalah pemimpin
bagi setiap mukmin sepeninggal Nabi SAW.
عن عبد الله بن
بريدة عن أبيه بريدة قال بعث رسول الله صلى الله عليه و سلم بعثين إلى
اليمن على أحدهما علي بن أبي طالب وعلى الآخر خالد بن الوليد فقال إذا
التقيتم فعلي على الناس وان افترقتما فكل واحد منكما على جنده قال فلقينا
بنى زيد من أهل اليمن فاقتتلنا فظهر المسلمون على المشركين فقتلنا المقاتلة
وسبينا الذرية فاصطفى علي امرأة من السبي لنفسه قال بريدة فكتب معي خالد
بن الوليد إلى رسول الله صلى الله عليه و سلم يخبره بذلك فلما أتيت النبي
صلى الله عليه و سلم دفعت الكتاب فقرئ عليه فرأيت الغضب في وجه رسول الله
صلى الله عليه و سلم فقلت يا رسول الله هذا مكان العائذ بعثتني مع رجل
وأمرتني ان أطيعه ففعلت ما أرسلت به فقال رسول الله صلى الله عليه و سلم لا
تقع في علي فإنه منى وأنا منه وهو وليكم بعدي وانه منى وأنا منه وهو وليكم
بعدي
Dari
Abdullah bin Buraidah dari ayahnya Buraidah yang berkata “Rasulullah SAW
mengirim dua utusan ke Yaman, salah satunya dipimpin Ali bin Abi Thalib
dan yang lainnya dipimpin Khalid bin Walid. Beliau SAW bersabda “bila
kalian bertemu maka yang jadi pemimpin adalah Ali dan bila kalian
berpisah maka masing-masing dari kalian memimpin pasukannya. Buraidah
berkata “kami bertemu dengan bani Zaid dari penduduk Yaman kami
berperang dan kaum muslimin menang dari kaum musyrikin. Kami membunuh
banyak orang dan menawan banyak orang kemudian Ali memilih seorang
wanita diantara para tawanan untuk dirinya. Buraidah berkata “Khalid bin
Walid mengirim surat kepada Rasulullah SAW memberitahukan hal itu.
Ketika aku datang kepada Rasulullah SAW, aku serahkan surat itu, surat
itu dibacakan lalu aku melihat wajah Rasulullah SAW yang marah kemudian
aku berkata “Wahai Rasulullah SAW, aku meminta perlindungan kepadamu
sebab Engkau sendiri yang mengutusku bersama seorang laki-laki dan
memerintahkan untuk mentaatinya dan aku hanya melaksanakan tugasku
karena diutus. Rasulullah SAW bersabda “Jangan membenci Ali, karena ia
bagian dariKu dan Aku bagian darinya dan Ia adalah pemimpin kalian
sepeninggalKu, ia bagian dariKu dan Aku bagian darinya dan Ia adalah
pemimpin kalian sepeninggalKu. [Musnad Ahmad tahqiq Syaikh Ahmad Syakir
dan Hamzah Zain hadis no 22908 dan dinyatakan shahih].
Syaikh Al Albani berkata dalam Zhilal Al Jannah Fi Takhrij As Sunnah no 1187 menyatakan bahwa sanad hadis ini jayyid, ia berkata
أخرجه أحمد من
طريق أجلح الكندي عن عبد الله بن بريدة عن أبيه بريدة وإسناده جيد رجاله
ثقات رجال الشيخين غير أجلح وهو ابن عبد الله بن جحيفة الكندي وهو شيعي
صدوق
Dikeluarkan
Ahmad dengan jalan Ajlah Al Kindi dari Abdullah bin Buraidah dari
ayahnya Buraidah dengan sanad yang jayyid (baik) para perawinya
terpercaya, perawi Bukhari dan Muslim kecuali Ajlah dan dia adalah Ibnu
Abdullah bin Hujayyah Al Kindi dan dia seorang syiah yang (shaduq)
jujur.
Justru hadis
Buraidah di atas menjadi penguat bahwa Imam Ali adalah pemimpin bagi
setiap mukmin (semua sahabat Nabi) sepeninggal Nabi SAW dan sungguh
tidak berguna syubhat dari para pengingkar.
Salam Damai
Dialog mengenai Hadis kepemimpinan Imam Ali as:
Alim Suni:
“Orang-orang Syiah sering kali menjadikan hadits Ghadir sebagai dalil
wilayah dan kepemimpinan Ali bin Abi Thalib. Padahal meskipun memang
hadits itu shahih, belum tentu yang dimaksud hadits tersebut adalah
diangkatnya Ali bin Abi Thalib sebagai imam.”
Penulis Syiah: “Apakah anda siap kita berdebat tentang masalah ini?”
Alim Suni: “Ya, aku siap. Silahkan anda jelaskan hadits Ghadir yang akan kita bahas ini.”
Penulis
Syiah: “Hadits Ghadir adalah hadits mutawatir yang ditukil oleh 110
sahabat, 84 tabi’in, dan juga ulama serta ahli hadits di abad-abad
setelahnya hingga saat ini.
Secara
singkat, hadits itu begini: Rasulullah saw memberi izin umat Islam untuk
melaksanakan haji pada tahun ke-10 Hijriah, dan paling tidak 90 ribu
orang menunaikan ibadah itu bersamanya. Seusai ibadah tersebut, saat
mereka kembali dari Makkah menuju Madinah, tibalah rombongan di suatu
lembah yang bernama Ghadir Khum. Hari itu kamis, tanggal 8 Dzul Hijjah.
Malaikat Jibril turun dari sisi Tuhan kepada nabi dan menyampaikan ayat
suci:
“Wahai utusan Allah, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu oleh Tuhanmu.” (QS. Al Ma’idah: 67)
Dengan
segera Rasulullah saw memerintahkan para rombongan yang berjalan di
depan beliau untuk kembali dan menanti para rombongan yang di belakang
agar berkumpul. Tak lama kemudian beliau memimpin shalat dhuhur
berjama’ah.
Setelah itu
beliau berdiri untuk berkhutbah, di atas mimbar yang dibuat dari
tumpukan pelana-pelana onta. Seusai membaca pujian kepada Tuhan, beliau
mengingatkan kembali para hadirin akan tauhid, kenabian, hari kiamat,
lalu berwasiat tentang “Tsaqalain” (dua peninggalan berharga, Al Qur’an
dan Ahlul Bait), menjelaskan bahwa Rasulullah saw lebih utama dari pada
diri orang-orang yang beriman, lalu beliau mengangkat tangan Imam Ali as
hingga diriwayatkan sampai ketiak mereka berdua terlihat. Lalu beliau
berkata: “Barang siapa menjadikanku wali, maka Ali-lah walinya.” Beliau
mengulang perkataan itu sebanyak tiga kali. Kemudian beliau mendoakan
para pecintanya (pecinta Ali bin Abi Thalib) dan melaknat para
pembencinya. Lalu beliau meminta agar yang hadir menyampaikan kabar ini
kepada yang tidak hadir. Setelah itu Jibril turun kembali dan membawakan
ayat suci:
“Hari ini
Aku telah menyempurnakan agama kalian bagi kalian dan Aku sempurnakan
nikmat-Ku atas kalian dan Aku ridha akan Islam sebagai agama.” (QS. Al
Ma’idah: 3)
Seusai
membacakan ayat tersebut Rasulullah saw bersabda: “Allahu Akbar (maha
besar Allah) atas disempurnakannya agama, disempurnakannya nikmat, dan
ridhanya Allah atas risalahku dan wilayah Ali bin Abi Thalib setelahku.”
Lalu semua
orang saling mengucapkan selamat kepada Imam Ali as yang di antara
mereka adalah Abu Bakar dan Umar. Mereka menjabat tangan Imam Ali as
sambil berkata: “Selamat bagimu wahai Ali bin Abi Thalib. Engkau telah
menjadi maula (pemimpin) bagiku dan bagi semua orang yang beriman.”
Demikianlah hadits Ghadir.”
Alim Suni tersenyum sambil berkata: “Bagus sekali. Namun ini hanya permulaian dan kita belum membahas apapun.”
Penulis Syiah: “Silahkan utarakan kritikan anda lalu kita bahas bersama.”
Alim Suni: “Bagaimanakah kalian mengartikan kata “maula” dalam hadits Ghadir itu?”
Penulis Syiah: “Artinya adalah orang yang memiliki wewenang dalam perkara umat, penganyom dan orang yang menghakimi.”
Alim Suni:
“Kalau begitu jelas kamu tidak tahu arti kata-kata dalam bahasa Arab.
Lebih baik kamu merujuk kepada kitab-kitab bahasa agar kamu tahu apa
arti kata “maula” itu. Setelah itu baru kita lanjutkan pembahasan ini.”
Penulis Syiah: “Kalau begitu kamu saja yang jelaskan arti kata “maula” agar aku bisa belajar darimu.”
Alim Suni: “Bagus. Sekarang kamu telah datang ke jalan yang benar.
Ketahuilah,
bahwa “maula” memiliki banyak arti, seperti: Tuhan, paman, anak, anak
saudari, orang yang membebaskan budak, hamba, raja, orang yang diberi
nikmat, kawan, pengganti, sahabat yang menyertai, tetangga, tamu, orang
dekat, penolong, pecinta dan masih banyak lagi.”
Penulis
Syiah: “Jika kita melihat kondisi dan suasana yang ada saat nabi
mengucapkan hadits itu, kita pasti bisa menyimpulkan sendiri bahwa
maksud nabi berkata “maula” bukanlah “maula” yang memiliki arti
bermacam-macam dan tidak jelas seperti yang anda katakan.
Misalnya,
tidak mungkin yang dimaksud “maula” adalah arti “Tuhan”, karena itu
pasti syirik, dan tidak mungkin nabi menyebut Ali bin Abi Thalib as
sebagai Tuhan. Kata “maula” juga tidak mungkin berarti paman, anak, anak
saudari, orang yang membebaskan budak, budak, raja, yang diberi nikmat,
kawan, dan seterusnya, karena jelas Ali bin Abi Thalib bukan itu. Yakni
Ali bukan paman nabi, bukan anak nabi, bukan anak saudari nabi, dan
seterusnya.
Adapun jika
kamu menganggap “maula” berarti kawan, tetangga, orang dekat, atau tamu,
itu juga tidak benar; karena tidak mungkin nabi dengan begitu heboh dan
seriusnya mengumpulkan sekian banyak jamaah haji di gurun tandus yang
panas hanya untuk menjelaskan kepada mereka bahwa Ali bin Abi Thalib
adalah sahabat beliau, itu saja; jelas tidak mungkin. Atau hanya karena
beliau ingin menjelaskan bahwa Ali bin Abi Thalib adalah tetangganya;
jelas mustahil dan tidak masuk akal. Mana mungkin dalam keadaan seperti
itu beliau hanya menjelaskan sesuatu yang tidak penting dan tak berarti?
Dengan
melihat kondisi dan suasana saat beliau menyampaikan hadits tersebut
tidak mungkin kata “maula” diartikan selain sebagai “orang yang berhak
dan berwewenang dalam memimpin umat Islam”.
Dengan
melihat urutan kata-kata nabi dalam pembicaraannya juga masalah ini
dapat menjadi jelas. Sebelumnya nabi mengatakan “Apakah aku lebih utama
dari pada diri kalian?”, yang mana kata utama itu beliau jelaskan dengan
kata “auwla” yang masih satu akar dengan “maula”. Dengan demikian
ketika nabi berkata “Ali adalah maula” yang dapat kita artikan adalah
“Ali lebih mulia dari diri kalian bagaikan aku (nabi) lebih mulia dari
kalian semua”. Yakni nabi ingin meninggikan kedudukan nabi di hadapan
umat Islam setinggi kedudukan beliau, yang artinya tak lain adalah Ali
bin Abi Thalib as merupakan orang yang berkedudukan sama seperti nabi
sepeninggal beliau (pengganti bagi beliau).
Jibril
menurunkan ayat tersempurnakannya agama setelah nabi mengumumkan
pengumuman itu. Apakah masuk akal kesempurnaan agama tersebut hanya
dikarenakan nabi mengumumkan bahwa Ali bin Abi Thalib adalah tetangga
atau sahabat biasa bagi beliau? Jelas tidak. Kesempurnaan agama, suatu
hal yang sangat penting, pasti dikarenakan hal yang sangat penting pula,
yaitu wilayah Ali bin Abi Thalib as sebagai seorang Imam dan pengganti
nabi.”
Alim Suni: “Aku tetap masih punya pertanyaan yang terus membuatku tidak tenang.”
Penulis Syiah: “Maka tanyakanlah.”
Alim Suni:
“Jika memang hadits tersebut adalah hadits yang sangat penting dan dasar
kekhalifahan setelah nabi, lalu mengapa para sahabat dan sekian banyak
umat nabi sepeninggal beliau tidak menjalankan hadits itu?”
Penulis
Syiah: “Bukan hal yang anek, silahkan anda merujuk sejarah para sahabat,
anda akan banyak menemukan betapa sering para sahabat berbuat
bertentangan dengan perintah-perintah nabi, dan kebanyakan
masalah-masalah politik. Mengabaikan hadits Ghadir adalah salah satu
contohnya. Selain itu ada fakta sejarah lainnya yang serupa seperti para
sahabat tak mau bergabung dengan pasukan Usamah, pertentangan sebagian
sahabat terhadap nabi mengenai perdamaian Hudaibiah, dan lain
sebagainya. Allamah Syarfuddin Musawi dalam kitabnya An Nash wal Ijtihad
telah menyebutkan lebih dari 70 pertentangan para sahabat terhadap
nabi.
Justru yang
kami tidak habis pikir adalah mengapa kalian, orang-orang Ahlu Sunah
begitu menganggap para sahabat suci dari kesalahan? Seakan mereka sama
sekali tidak pernah sedikit pun bertentangan dengan Al Qur’an dan sunah
nabi.”[1]
=====
referensi:
[1] Dialog Ilmiah, Sayid Ali Husaini Qumi, jilid 2, halaman 156.
KOmentarku ( Mahrus ali ) :
Nuwair Juman berkata:
حديث الغدير هو قوله صلى الله عليه وسلم:
" من كنت مولاه فعلي مولاه ".
قال ابن حزم : " لا يصح من طريق الثقات أصلا " ووافقه شيخ الإسلام ابن تيمية رحمه الله (منهاج السنة ج7 ص 321) .
اما الذهبي فقال: " متنه متواتر " ووافقه الشيخ الألباني رحمه الله (سلسلة الاحاديث الصحيحة رقم 1761).
أما زيادة " ألستم تعلمون أني أولى بكل مؤمن من نفسه " فصححها الذهبي وابن حجر العسقلاني والشيخ الألباني. أما زيادة " اللهم والِ من والاه و عادِ من عاداه " فقال شيخ الاسلام ابن تيمية هو موضوع وصححها الشيخ الألباني والذهبي.
وفي بعض طرقه قبل ذكر حديث الغدير " إني قد تركت فيكم الثقلين ..." فصححه الذهبي وابن حجر العسقلاني والشيخ الالباني.
وللذهبي رسالة في جمع طرقه توجد في مواقع الروافض.
والله اعلم
قال ابن حزم : " لا يصح من طريق الثقات أصلا " ووافقه شيخ الإسلام ابن تيمية رحمه الله (منهاج السنة ج7 ص 321) .
اما الذهبي فقال: " متنه متواتر " ووافقه الشيخ الألباني رحمه الله (سلسلة الاحاديث الصحيحة رقم 1761).
أما زيادة " ألستم تعلمون أني أولى بكل مؤمن من نفسه " فصححها الذهبي وابن حجر العسقلاني والشيخ الألباني. أما زيادة " اللهم والِ من والاه و عادِ من عاداه " فقال شيخ الاسلام ابن تيمية هو موضوع وصححها الشيخ الألباني والذهبي.
وفي بعض طرقه قبل ذكر حديث الغدير " إني قد تركت فيكم الثقلين ..." فصححه الذهبي وابن حجر العسقلاني والشيخ الالباني.
وللذهبي رسالة في جمع طرقه توجد في مواقع الروافض.
والله اعلم
Hadis Ghadeer
khum: " Barang siapa yang aku menjadi tuannya maka Alilah tuannya "
Ibnu Hazm berkata: "Tidak sahih dari jalur – jalur perawi – perawi yang dipercaya sama sekali " Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menyetujuinya ( Minhaj sunnah 7, hal 321).
Dzahabi mengatakan: " Redaksinya mutawatir " Sheikh Albani menyetujuinya ( silsilah ahadis sahihah Nomor 1761).
Ibnu Hazm berkata: "Tidak sahih dari jalur – jalur perawi – perawi yang dipercaya sama sekali " Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menyetujuinya ( Minhaj sunnah 7, hal 321).
Dzahabi mengatakan: " Redaksinya mutawatir " Sheikh Albani menyetujuinya ( silsilah ahadis sahihah Nomor 1761).
Adapun tambahan redaksi : Tidakkah
kamu tahu , aku lebih berhak pada setiap mukmin dari pada dirinya.
" Dzahabi , Ibnu Hajar dan Syekh dan Albani.menyatakan sahih.
" Dzahabi , Ibnu Hajar dan Syekh dan Albani.menyatakan sahih.
Untuk tambahan kalimat : Ya Allah
senangilah kepada orang yang senang kepada Ali dan musuhilah orang yang bermusuhan dengan Ali .
Ibn Taimiyah menyatakan: Palsu.
Al bani dan Dzahabi menyatakan
sahih.
Dalam sebagian jalur periwayatan ,
sebelum hadis Ghadir ada kalimat:
Sesungguhnya aku meninggalkan untuk
mu dua pusaka.
Dzahabi, Ibn Hajar dan Al bani
menyatakan sahih.
Dzahabi punya risalah untuk
mengumpulkan seluruh jalur periwayatannya.
Wallahu a`lam.
Wisam al Baghdadi berkata:
وأما ما يذكره الشيعة في هذا الحديث وغيره أن
النبي صلى الله عليه وسلم قال في
علي رضي اله عنه إنه خليفتي من بعدي . فلا يصح بوجه من الوجوه . بل هو من
أباطيلهم الكثيرة . تابع الموضوع في الكتاب .
Apa yang disebut oleh Syiah dalam
hadis ini dan lainnya bahwa Nabi SAW
bersabda tentang Ali ra: Sesungguhnya dia adalah khalifah setelahku ……………………
dari segala jalur periwayatan tidak sahih. Ia termasuk kebatilan syi`ah .
Ikutilah masalah ini dalam kitab al bani nomer 1750
Komentarku ( Mahrus ali):
Mengapa ketika Abu bakar , Umar dan
Usman menjadi khalifah, Ali tidak minta kesaksian para sahabat atas hadis itu.
Uwaisِ Ayyub
menyatakan:
ل ليس حتى في الأمّهات ، إلا الترمذي .. كذا
قال شيخ الاسلام " الفتاوى 4/418 "
Hadis ghodir khum tidak terdapat dalam kitab –
kitab hadis yang pokok, kecuali dlm
sunan Tirmidzi sebagaimana dikatakan
oleh Syaikhul Islam , al fatawa 418/4 .
Komentarku ( Mahrus ali):
Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Imam Malik tidak kenal hadis tsb.
Dan Tirmidzi sendiri menyatakan
hadis tsb nyeleneh.Dan bila benar, mengapa para sahabat tidak menunjuk Ali sebagai khalifah. Dan tiada keterangan dari Nabi bahwa Ali yang akan menggantinkan Nabi setelah wafatnya.
Mau nanya hubungi kami:
088803080803.( Smart freand) 081935056529 ( XL )
088803080803.( Smart freand) 081935056529 ( XL )
Alamat rumah: Tambak sumur 36 RT 1 RW1
Waru Sidoarjo. Jatim.
Artikel Terkait
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan