JAKARTA (voa-islam.com) - Jokowi dan Hary Tanoe tak mampu
mendongkrak perolehan suara PDIP dan Hanura. Malah PDIP dan Hanura menjadi
partai 'bangkrut'. Tanpa masa depan.
Padahal,
Jokowi mendapatkan dukungan media massa
katolik dan sekuler dan sangat luar biasa, seperti koran Kompas, Tempo, Detik
dan lain-lain.
Jokowi juga
didukung kelompok 'Jasmev' (Jokowi Ahok Sosial Media Volenteer), yang secara
konsisten mengkampanyekan Jokowi dengan luar biasa. Jauh sebelum pemilu dengan
membuat pencitraan yang sangat masive.
Sementara itu,
Hary Tanoe, menggunakan media MNC dan RCTI melakukan kampanye, tanpa jeda
terus-terus dengan berbagai penampilan yang sangat luar biasa. Iklan-iklan itu
menampakkan Hary Tanoe yang pengikut kristen sekte Jehova itu, memiliki
perhatian begitu sangat tinggi terhadap rakyat jelata.
Hary Tanoe
dalam episode iklan yang merupakan kampanye itu, diantaranya bagaimana Hary
Tanoe mengangkat dan menggendong orang yang lumpuh, kurus, dan dalam kondisi
sakit. Seakan-akan sosok Hary Tanoe begitu mulianya. Tetapi, semuanya hanyalah
iklan, dan penuh dengan 'tipuan dan kepalsuan' dan tidak ada dalam dunia nyata.
Maka, ketika
berlangsung pemilu, rakyat tetap bisa melihat dengan akalnya, bagaimana Jokowi
yang sudah 'melarikan diri' dari tanggungjawabnya, sebagai walikota Solo, lari
ke Jakarta mengejar jabatan gubernur, kemudian jabatan gubernur ditinggalkan,
lari mengejar jabatan presiden.
Inilah
karakter Jokowi yang sudah dieluk-elukan oleh koran katolik dan sekuler,
seperti Kompas dan Tempo. Jokowi yang setahun menjadi gubernur DKI itu, hanya
bisa membasmi 'topeng' monyet dan pedagang kaki lima pasar Tanah Abang, yang
menjadi sumber penghidupan rakyat jelata.
Dibawah ini,
sebuah analisa dan pandangan mantan Menteri Keuangan, di era
Soeharto, Fuad Bawazir tentang hasil pemilu 2014 yang penuh dengan
kejutan. Ternyata partai-partai sekuler menampakan kebangkrutan. Menurut Fuad :
- Nampaknya
ada 10 partai politik yang lolos parlemen threshold. Kelihatan perolehan suara
Partai Hanura paling buncit. Sesuai nomor urat partainya yaitu nomor 10.
Kehadiran Harty Tanoe di Hanura tidak mampu menambah suara Hanura. Hanura tidak
mendapatkan apa-apa dari Hary Tanoe. Sebaliknya, Hary Tanoe mendapatkan status
cakon wakil presiden. Ini merupakan pengalaman yang sangat tragis bagi Hanura.
- Berbagai
survei selama ini menunjukkan PDIP mendapatkan suara 15-20 persen. Kemudian
datanglah bujukan dan tekanan kepada Mega untuk mendeklarasikan Jokowi sebagai
calon presiden (Capres) dengan “Janji atau jaminan analisis” suara PDIP akan
meningkat menjadi 30-50 persen. Ternyata suara PDIP tetap saja. Stagnan tidak
berubah hanya sekitar 20 persen.
- Artinya
pencapresan Jokowi tidak membawa apapun bagi perolehan suara PDIP di pemilu
legislatif, tetapi Mega telah kehilangan 'tiket' capres. Bisa jadi PDIP akan
meninjau ulang pencapresan Jokowi?
- Kemudian,
Partai Demoikrat dan PKS tidak seburuk yang banyak diperkirakan lembaga-lembaga
survei. Peroleh Partai Demokrat dan PKS masih lumayan bagus. Padahal, harian
katolik Kompas, di awal Januari 2014, sudah menjadikan pemilu 2014, sebagai
ladang 'pembantaian' dengan mengeluarkan hasil surveinya, di mana tidak ada
satupun Partai Islam yang lolos parlemen threshold, kecuali PKB.
- Suara Nasdem
(Nasional Demokrat) yang lebih tinggi dari Hanura pasti menyenangkan Surya
Paloh yang ditinggalkan oleh Hary Tanoe pindah ke Hanura. Nasdem yang merupakan
sempalan dari 'Golkar' berhasil mengkapitalisasi suara.
- Suara PBB dan
PKPI yang sudah diduga tidak lolos parlemen threshold sudah sesuai dengan
analisis yang berkembang selama ini. Jadi Yusril dan Sutiyoso harus mengubur
mimpinya menjad calon presiden.
- Perolehan
suara partai-partai Islam tidak seburuk yang diramalkan oleh lembaga survei
yang memang sengaja ingin menghancurkan partai-partai Islam, dan menjadikan
pemilu 23014 sebagai kuburan bagi partai-partai Islam ternyata gagal.
Tentu, diatas
semua itu, pemenang pemilu 2014 ini, adalah 'GOLPUT', dan suaranya lebih dari 37
persen. Ini sebuah pemberontakan yang nyata terhadap pemerintah dan partai
politik yang sudah sangat buruk kinerjanya. Korup. (afgh).
Artikel Terkait
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan