JAKARTA (voa-islam.com) - Megawati
yang menjadi ‘trah’ Soekarno yang sangat ‘inspiring’ itu, bagi bangkitnya
kembali nasionalisme kerakyatan, ternyata ketika Megawati menjabat
sebagai Presiden banyak dikritik karena menjual aset negara sampai lepasnya
pulau Sipadan dan Ligitan. Megawati bukan Soekarno.
Ketika Megawati berkuasa, bukan hanya
Pulau Sipadan dan Ligitan yang lepas, tetapi juga Indosat, penjualan Gas
Tangguh kepad Cina dengan harga murah, memberikan pengampunan kepada obligor
kepada konglomerat Cina yang ngemplang dana BLBI Rp 650 triliun. Mega saat
menjadi presiden mengangkat Laksamana Sukardi menjadi Menteri BUMN, dan
Laksamana asset BUMN dengan harga murah, termasuk asset yang strategis milik
negara.
Sekarang Mega dan PDIP, yang
sebelumnya sudah menandatangani kesepakatan mencalonkan Prabowo sebagai calon
presiden tahun 2014, kemudian dipindah-tangankan kepada Jokowi, yang konon
‘satrio piningit’ dari Solo. Mega kesengsem Jokowi, dan harus mencalonkan
gubernur DKI Jakarta, yang sudah berhasil membebaskan DKI Jakarta dari ‘topeng
monyet’, dan para pedagang kaki lima dari Pasar Tanah Abang. Inilah karya yang
palihng monumental PDIP sebagai partainya ‘wong cilik’.
Selanjutnya, Direktur Eksekutif
Lingkar Madani Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti mengingatkan track record
merupakan satu diantara cara untuk menentukan pilihan jelang hari pemungutan
suara pemilu legislatif (pileg) 2014. Menurutnya saat ini track record sebuah
partai atau caleg, belum menjadi pertimbangan utama pemilih.
Maka, rakyat harus benar-benar sadar,
terhadap perilaku para pemimpin partai politik, terutama partai besar. Termasuk
seperti Golkar, yang sudah membuat luluh-lantak, rakyat Sidoardjo, akibat
proyek Lapindo, di mana sebuah wilayah yang sangat luas, terendam lumpur
Lapindo. Itu tanggung-jawab Aburizal Bakri. Rakyat jangan ‘egp’, tetapi harus
mikir, partai-partai politik besar sudah bikin bangkrut negara, sejak zaman
Orde Baru, sampai hari ini.
"Secara umum, track record belum
menjadi semacam tradisi atau cara untuk menentukan pilihan bagi pemilih. Ini
yang kita diskusikan agar membuat tradisi baru," kata Ray usai acara
Gerakan Dekrit Rakyat di kawasan Tebet, Selasa (8/4/2014).
"Rekam jejak itu bicara
integritas dan kapabilitas. Ketua partai bermasalah, itu soal integritas.
Kelihatan dari track recordnya," lanjutnya.
Ray menambahkan, track record atau
rekam jejak merupakan data konkret karena berupa fakta. Menurutnya dalam track
record, data itu berbicara sebenarnya kecuali dimanipulasi.
"Kalau mau memberikan suara,
perhatikan rekam jejak caleg atau partainya. Dengan rekam jejak, bisa menjawab
beberapa pertanyaan, terutama soal integritas dan kapabilitas. Itu pentingnya
rekam jejak," imbuhnya. Ini sangat penting bagi masa depan bangsa Indonesia, agar
tidak selalu terjerumus ke dalam kubangan korupsi. (afgh/dbs/vos-islam.com)
Artikel Terkait
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan