Ulil: 90 Persen Alquran itu Pendapat Para Pengarang
dakwatuna.com – Jakarta. �Dedengkot Jaringan Islam Liberal (JIL) Ulil Abshar Abdalla kembali mengeluarkan pendapat yang memancing perdebatan. Kali ini ia menafsirkan ajaran Alquran dengan sesukanya.
Lewat dialog dengan salah satu followernya di akun twitter, ketika dinilai sesukanya dalam menafsirkan ajaran Alquran, dengan enteng ia menjawab bahwa Alquran itu isinya hasil pendapat para pengarang.
“90% Quran yg ada dlm sejarah Islam memamakai pendapatnya pengarang. Kalau ngga pake pendapat, ya ndak bisa.” Jawabnya.
Dialog ini terkait dengan pendapat ulil ketika membandingkan Islam Nusantara dengan salah satu ajaran didalam agama kristen, yaitu ajaran Katolik.
“Jadi perbandingannya: Islam Nusantara paralel dg Katolik. Islam liberal dg Protestan liberal. Islam “Jonru” dg Protestan fundamentalis,” ujarnya melalui akun�Twitter, @ulil.
Ulil bahkan menggunakan istilah islam �Jonru� yang ditujukan kepada Jonru Ginting, pemilik akun @jonru yang kerap menjadi sasaran kritik Ulil.
Sumber: http://www.dakwatuna.com/2015/08/25/73682/ulil-90-persen-alquran-itu-pendapat-para-pengarang/#ixzz45uxezi5h
Follow us: @dakwatuna on Twitter | dakwatunacom on Facebook
Komentarku ( Mahrus ali ):
Bila maksud ulil abshar ini isi al quran dari pendapat
para pengarang, maka sangat
membahayakan akidah. Ulil menyatakan
bahwa 90 % al quran itu dari pendapat pengarang bukan dari Allah. Ini kekufuran
yang nyata dan menentang dalil :
وَإِن كُنتُمْ فِي رَيْبٍ مِّمَّا
نَزَّلْنَا عَلَىٰ عَبْدِنَا فَأْتُوا بِسُورَةٍ مِّن مِّثْلِهِ وَادْعُوا
شُهَدَاءَكُم مِّن دُونِ اللَّهِ إِن كُنتُمْ صَادِقِينَ
Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al Quran
yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal Al Quran itu dan
ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar. Baqarah
23.
Orang yang menyatakan spt itu bisa kafir sekalipun rajin
salat, ber ahlak baik dan berjuang
dengan sungguh.
Tapi bila maksud Ulil abshar ini tafsir al quran yang
beredar di dunia ini, maka masih bisa di toleransi. Walaupun mentafsiri ayat al
Quran dengan retorika, pendapat adalah
dilarang.
Khalifah Umar bin Al Khatthab pernah berkata:
اِتَّقُوا الرَّأْيَ فِي دِيْنِكُمْ
Berhati – hatilah terhadap pendapat dlm masalah agama mu
( Madkhol ils sunnan al kubra karya al baihaqi 190, 192 .
Atsar no 217.
Komentarku ( Mahrus ali ):
Maksudnya dlm beragama
carilah dalil yang sahih, valid buat pegangan, bukan pendapat manusia , kadang
benar dan kadang keliru.
Bila anda menggunakan pendapat orang bukan dalil, maka
pendapat orang itu banyak, kadang bertentangan , lalu anda akan kesulitan sendiri
dlm memilih mana yang benar yang harus di pegangi dan mana yang salah
yang harus dilepaskan.
Sahabat Umar juga pernah berkata:
إِيَّاكُم وَأَصْحَابَ الرَّأْيِ؛
فَإِنَّهُمْ أَعْدَاءُ السُّنَنِ. أَعْيَتْهُمُ اْلأَحَادِيْثُ أَنْ
يَحْفَظُوْهَا، فَقَالُوا بِرَأْيِهِمْ، فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا
Berhati – hatilah kalian
terhadap orang – orang yang suka berpendapat ( dlm masalah agama ) . Sesungguhnya
mereka anti sunnah. Mereka sulit
menghapalkan hadis - hadis , lalu berkata
dengan pendapat mereka. Mereka sesat dan menyesatkan.
( Al madkhal ilas sunan kubra 191. Masruq juga berkata spt itu dlm kitab Jami` bayanil ilmi 168/2.
Kita berusaha mentafsiri ayat al Quran dengan ayat lain .
Ayat satu kadang maksudnya di jelaskan dalam ayat lain, kadang juga di jelaskan dalam hadis sahih. Kadang
juga dijelaskan dengan perbuatan Rasulullah shallahu alaihi wasallam.
Kita berusaha menghindari
tafsir ayat al quran dengan pendapat kita tanpa dalil, kadang
bertentangan dengan dalil kadang tidak.
Berbicara tentang
tafsir ayat dengan pendapat kita sama dengan mengarahkan maksud ayat sesuai dengan kehendak kita bukan kehendak
Allah . Pegangilah ayat sbb:
وَلاَ
تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ
كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولاً
Dan
janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mengetahui dalilnya . Sesungguhnya
pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan
jawabnya.
Bila maksud ayat al quran ini di arahkan kepada pendapat
pengarang tafsir dan jumlah pengarang tafsir sangat banyak, maka akan terjadi
berbagai macam pentafsiran yang bertentangan atau mungkin sama
tapi tdk cocok dengan maksud ayat.
Bila cocok maka boleh kita buat pegangan . Bila tidak, maka
kita lemparkan saja.
Dan kemurnian
ajaran agama ini akan ternoda bila ayat
al quran di tafsiri menurut kehendak pengarang tafsir tanpa dalil.
Imam Malik ra berkata:
مَا مِنَّا إِلاَّ رَادٌّ وَمَرْدُوْدٌ
عَلَيْهِ إِلاَّ صَاحِبُ هَذَا الْقَبْرِ
Pendapat kita ini ada yang ditolak juga ada yang diterima
kecuali penghuni kuburan ini .
Lantas Imam Malik berisarat kepada kuburan Rasulullah SAW.
Imam Syafii juga berkata:
إِذَا قُلْتُ قَوْلاً وَجَاءَ
الْحَدِيْثُ عَنْ رَسُوْلِ الله صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِخِلَافِهِ،
فَاضْرِبُوا بِقَوْلِي الْحَائِطَ
Bila aku berkata suatu perkataan lalu ada hadis dari
Rasulullah SAW yang bertentangan
dengannya, maka lemparkan perkataanku ini ke dinding.
Artikel Terkait
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan