“Maaf mau selingi
dengan posting penuangan rasa jengkel dan marah pada KPK. Saya bukan ahli
hukum. Tapi perasaan saya mengatakan bahwa penegakan hukum di negeri kita ini
tidak adil! Operasi tangkap tangan (OTT) yang jadi pola dan kebanggaan
KPK dalam satu sisi kita setuju setuju saja tapi apakah adil dalam konteks
penegakan hukum di negeri ini? Ini persoalan yang mengganggu pikiran dan
perasaan saya selama ini terhadap KPK,” kata M Hatta Taliwang, kemarin
(1/04/2016) malam dalam siaran persnya yang didapat voa-islam.com.
Ia pun mengaku hal
ini banyak disesalkan oleh para pemerhati di negeri ini. Penegak hukum pun
diminta untuk lebih memperhatikan hal-hal besar, dan jangan melupakannya.
Berikut data
orang-orang yang bermasalah menurut Hatta Taliwang:
1. Eddi Tansil
alias Tan Tjoe Hong atau Tan Tju Fuan. Awal 1990an membobol Bank Pembangunan Indonesia
(Bapindo) sebesar Rp 1,5 trilyun ketika nilai tukar rupiah terhadap dolar
Amerika sekitar Rp 1.500,- per dollar. Kini, ketika nilai tukar rupiah
mengalami depresiasi sekitar 700 persen, berarti uang yang digondol Eddi Tanzil
setara dengan Rp 9 triliun, lebih besar dari nilai skandal Bank Century yang Rp
6,7 triliun. Penegak hukum kita sdh lupa mungkin.
2. Di penghujung
tumbangnya orde baru, sejumlah pengusaha dan bankir Cina panen BLBI (Bantuan
Likuiditas Bank Indonesia ).
Banyak di antara mereka yang kemudian melarikan diri ke luar negeri dengan
meninggalkan aset rongsokan sebagai jaminan dana talangan.
Menurut catatan
Kompas 2 Januari 2003, jumlah utang dan dana BLBI yang diterima Sudono Salim
alias Liem Sioe Liong sekitar Rp 79 triliun, Sjamsul Nursalim alias Liem Tek
Siong Rp 65,4 trilyun, Bob Hasan alias The Kian Seng Rp 17,5 trilyun, Usman
Admadjaja Rp 35,6 trilyun, Modern Group Rp 4,8 trilyun dan Ongko Rp 20,2
trilyun. Dan masih banyak lagi:
3. Andrian Kiki
Ariawan, terlibat dalam korupsi BLBI Bank Surya. Perkiraan kerugian negara mencapai Rp 1,5
triliun. Proses hukum berjalan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Andrian
kabur ke Singapura dan Australia .
Pengadilan kemudian memutuskan melakukan vonis in absentia.
4. Eko Adi
Putranto, anak Hendra Rahardja ini terlibat dalam korupsi BLBI Bank BHS. Kasus
korupsi Eko ini diduga merugikan negara mencapai Rp 2,659 triliun. Ia melarikan
diri ke Singapura dan Australia .
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjatuhkan vonis in abenstia 20 tahun penjara.
5. Sherny
Konjongiang, terlibat dalam korupsi BLBI Bank BHS bersama Eko Adi Putranto dan
diduga merugikan negara sebesar Rp 2,659 triliun. Ia melarikan diri ke
Singapura dan Amerika Serikat. Pengadilan menjatuhkan vonis 20 tahun penjara, in absentia.
6. David Nusa
Wijaya, terlibat dalam korupsi BLBI Bank Servitia. Ia diduga merugikan negara
sebesar Rp 1,29 triliun. Sedang dalam proses kasasi. David melarikan diri ke
Singapura dan Amerika Serikat. Namun, ia tertangkap oleh Tim Pemburu Koruptor
di Amerika.
7. Samadikun
Hartono, terlibat dalam korupsi BLBI Bank Modern. Dalam kasus ini ia diperkirakan
merugikan negara sebesar Rp169 miliar. Kasus Samadikun dalam proses kasasi. Ia
melarikan diri ke Singapura.
Total jendral,
duit rakyat yang dikemplang tujuh konglomerat hitam Aseng (meminjam istilah
Kwik Kian Gie) dalam kasus ini sekitar Rp 225 trilyun.
8. Pasca Orde
Baru, muncul lagi pengusaha Cina yg membawa kabur uang dalam jumlah yg luar
biasa besarnya. Misalnya Hendra Rahardja alias Tan Tjoe Hing, bekas pemilik
Bank Harapan Santosa, yang kabur ke Australia setelah menggondol duit dari Bank
Indonesia lebih dari Rp 1 trilyun. Hendra Rahardja tepatnya merugikan negara
sebesar Rp 2,659 triliun. Ia divonis in
absentia seumur hidup di
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Hendra meninggal di Australia pada 2003, dengan
demikian kasus pidananya gugur.
9. Kemudian ada
Sanyoto Tanuwidjaja pemilik PT Great River, produsen bermerek papan atas.
Sanyoto meninggalkan Indonesia
setelah menerima penambahan kredit dari bank pemerintah.
10. Lalu Djoko
Chandra alias Tjan Kok Hui, yang terlibat
dalam skandal cessie Bank Bali, meraup tidak kurang dari Rp 450 miliar. Ketika
hendak ditahan Djoko kabur ke luar negeri dan kini dikabarkan menjadi warga
negara Papua Nugini.
11. Maria Pauline,
kasus pembobolan BNI. Diperkirakan kerugian negara mencapai Rp 1,7 triliun.
Proses hukumnya masih dalam penyidikan dan ditangani Mabes Polri. Maria kabur
ke Singapura dan Belanda.
12. Anggoro
Widjojo, kasus SKRT Dephut. Merugikan negara sebesar Rp 180 miliar. Dalam
proses penyidikan ke KPK. Anggoro lari ke Singapura dan masuk dalam DPO.
13. Lesmana
Basuki, diduga terlibat dalam kasus korupsi Sejahtera Bank Umum (SBU). Dalam
kasus ini diduga merugikan negara sebesar Rp 209 miliar dan 105 juta dollar
Amerika. Lesmana divonis di Mahkamah Agung 14 tahun penjara. Ia melarikan diri
ke Singapura dan menjadi DPO.
14. Tony Suherman,
diduga terlibat dalam kasus korupsi Sejahtera Bank Umum (SBU). Dalam kasus ini
diduga merugikan negara sebesar Rp 209 miliar dan 105 juta dollar Amerika. Tony
divonis 2 tahun penjara. Ia melarikan
diri ke Singapura dan menjadi DPO.
15. Dewi Tantular,
terlibat kasus Bank Century. Kasus ini merugikan negara Rp 3,11 triliun. Kasus
tersebut dalam penyidikan di Mabes Polri, Namun, menurut ICW perkembangan kasus
tersebut tak jelas. Ia dikabarkan lari ke Singapura.
16. Alnton Tantular,
terlibat kasus Bank Century. Kasus ini merugikan negara Rp 3,11 triliun. Kasus
tersebut dalam penyidikan di Mabes Polri, Namun, menurut ICW perkembangan kasus
tersebut tak jelas. Ia dikabarkan lari ke Singapura.
17. Sukanto
Tanoto, terlibat dalam dugaan korupsi wesel
ekspor Unibank. Ia diduga merugikan negara sebesar 230 juta dollar Amerika. Ia
lari ke Singapura. Menurut ICW, Sukanto masih terduga namun diberitakan menjadi
tersangka. Proses hukum tidak jelas. (Nama Sukanto Tanoto dicabut dalam daftar
ini)
16. Pada 2010,
mantan kepala ekonom konsultan McKinsey, James Henry, menerbitkan hasil
studinya soal penyelewengan pajak di luar negeri (tax havens). Menurut
laporan tersebut, terdapat USD 21 trilyun (Rp 198.113 trilyun) pajak pengusaha
di seluruh dunia yang seharusnya masuk kantong pemerintah, namun diselewengkan.
Sembilan di antara
para pengusaha pengemplang pajak itu berasal dari Indonesia, seperti James
Riady, Eka Tjipta Widjaja, Keluarga Salim, Sukanto Tanoto, dan Prajogo
Pangestu.
Dari belasan
skandal skandal di atas yang melibatkan puluhan Aseng dan menggergoti kekayaan
negara penegak hukum khususnya KPK tutup mata untuk menyelesaikan dengan
tuntas. Maka tak heran muncul prasangka negatif terhadap penegakan hukum di Indonesia
sangat tidak adil dan diskriminatif.
Terhadap kaum
pribumi yang maling ayam, curi sandal jepit atau birokrat atau politisi yg
mencuri recehan dipermalukan dengan melampaui batas hingga dihukum belasan
tahun. Hakim gila yang menghukum dengan bangga menepuk dadanya telah menghukum
warga pribumi dengan sadis.
Namun mereka tutup
mata atau menghukum ringan maling-maling raksasa keluarga keturunan Aseng
bahkan membiarkan mereka hidup mewah di luar negeri.
Tukang bakar hutan
atau penyuap penyuap yang merusak mental pejabat bebas berkeliaran. Keadilan
macam apa yang kamu mau tegakkan, wahai KPK? Keadilan ala penjajah?” (Robi/voa-islam.com)
Artikel Terkait
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan