Ilustrasi Densus 88 (foto: antara)
Yogyakarta, Aktual.com –
Oknum Anggota Densus 88 semakin kuat diduga melakukan tindakan
penganiayaan yang menyebabkan kematian Siyono. Pendapat itu disampaikan
Guru Besar Hukum Pidana UII Yogyakarta, Prof Mudzakkir menanggapi dua
catatan penting pasca pengumuman hasil otopsi jenazah Siyono.
Yakni
ditemukan adanya trauma di bagian dada dengan beberapa tulang rusuk
patah. Serta tidak ditemukannya luka atau memar di tangan, hingga
disimpulkan tidak ada perlawanan dari korban terhadap pelaku
penganiayaan.
“Kalau melihat sebegitu
parahnya kondisi jenazah, saya kira justru ngga mungkin pelakunya satu
orang. Mesti ada beberapa orang,” tutur dia, kepada Aktual.com, di
Yogyakarta, Selasa (12/4) .
Menurut
dia, sudah seharusnya kasus ini dibawa ke ranah hukum. Apapun alasan
kepolisian, penyalahgunaan wewenang yang mengakibatkan kematian
seseorang oleh aparat, harus diganjar sanksi setimpal atau harusnya
lebih berat. Karena aparat semestinya memberi jaminan perlindungan
hukum.
“Ini namanya ‘faktor pemberat
pidana’, karena dia (Densus 88) adalah aparat penegak hukum. Terlepas
rakyat itu disangka melakukan tindak pidana atau tidak, tetap mereka
harus dilindungi,” imbuhnya.
Jika
mengacu Pasal 354 KUHP Ayat 1, pelaku bisa dipidana hingga 8 tahun. Di
Ayat 2, disebutkan jika perbuatan mengakibatkan mati, yang bersalah
dikenakan pidana penjara maksimal 10 tahun. Kemudian, dapat disertakan
‘delik penyertaan’ yang diatur dalam pasal 55 ayat 1 KUHP, jika pelaku
penganiayaan terbukti lebih dari satu orang.
“Lihat saja, kalau dia bertindak atas perintah atasannya maka dia dan atasannya juga harus bertanggung jawab,” ujar Mudzakkir.
Mudzakkir
mencontohkan kasus penganiyaan yang dilakukan anggota polisi di
Polsekta Bukittinggi, Polda Sumbar. Yang menganiaya seorang terduga
pencuri motor. Pada tingkat kasasi, MA melalui Putusan No. 2638
K/Pdt/2014 juga tidak membenarkan alasan permohonan kasasi yang diajukan
(Polri). MA menilai judex facti PN Bukittinggi sudah tepat dan benar
dalam menerapkan hukum.
Kasus
tersebut, ujar dia, mengartikan bahwa siapapun yang melakukan tindakan
kekerasan harus ditindak, dan jika mematikan orang harus dipidanakan.
“Polisi harusnya malu lah, ga usah move macem-macem dengan
pernyataan-pernyataan yang kontraproduktif, biar ga dianggap sengaja
menyebarkan berita bohong,” ucap dia. (M Vidia Wirawan)
Sumber: aktual.com/ Nelson Nafis/13 April 2016
***
Sidang Etik Densus 88 Akan Digelar Terbuka, Kadiv Propam Polri: Doakan agar Segera Disidang
JAKARTA (Panjimas.com) – Kadiv
Propam Mabes Polri, Irjen M Iriawan mengatakan hingga akhir minggu ini
pihaknya masih memeriksa beberapa saksi terkait kasus tewasnya Siyono.
Saksi-saksi
yang diperiksa itu diantaranya anggota Densus 88, para pimpinan atau
komandan hingga para kasatwil di daerah seperti Kapolres maupun
Kapolsek.
“Pemeriksaan saksi-saksi terus berlanjut, doakan agar segera disidang,” terang Iriawan, Kamis (14/4/2016) di Mabes Polri.
Jenderal
bintang dua ini melanjutkan kemungkinan dalam minggu depan pihaknya
segera menggelar sidang baik disiplin ataupun etik pada anggotanya yang
melakukan kesalahan prosedur.
“Nanti kalau semuanya selesai, baru sidangnya digelar secara terbuka,” ujarnya.
Dimana
kesalahan prosedur yang dimaksud yaitu Siyono tidak diborgol dan
pengawalan yang sangat minim terhadap Siyono. Hal itu semua menyalahi
SOP yang ada. (Baca: Beda dengan Kadiv Humas, Propam Polri Justru Beberkan Kesalahan Densus 88)
“Insya Allah beberapa hari kedepan berkas jadi untuk disidangkan,” tegasnya.
Untuk
diketahui, Siyono (39) warga Brengkungan Cawas Klaten ditangkap Densus
88 pada Selasa (9/3/2016) karena diduga terlibat dalam jaringan teroris,
namun dia kemudian meninggal di perjalanan. (Baca: Polri Kemarin Sebut Siyono Mati Lemas, Sekarang Karena Pendarahan di Kepala)
Polri
mengklaim yang bersangkutan meninggal usai kelelahan dan lemas akibat
melawan dan berkelahi dengan anggota Densus 88 yang mengawal selama
perjalanan. Pasalnya saat itu, Siyono berupaya kabur.(Baca: Hasil Autopsi: Siyono Meninggal Karena Banyak Patah Tulang di Bagian Dada)
Untuk
mengungkap penyebab pasti kematian Siyono, Minggu (3/4/2016) kemarin
tim dokter Muhammadiyah dibantu satu dokter forensik Polri melakukan
autopsi pada jenazah Siyono. [AW/tribun]/
***
Terbukti Bantai Siyono, Anggota Densus 88 Diperiksa
Demonstrasi
masyarakat memprotes aksi brutal Densus 88 terhadap warga terduga
teroris. Sebagian masyarakat saat ini menganggap bahwa Densus 88 sengaja
mengincar umat Islam dan membantainya tanpa didasari fakta hukum yang
jelas. (ilustrasi)
“Banyak patah
tulang dan segala macam yang berujung kepada jantung itu penyebab
kematiannya. Patah tulang di bagian tubuh ditemukan banyak,”
Gerhana85.com – Jakarta – Meski
berkali-kali sempat membantah adanya kesalahan prosedur dan pelanggaran
hukum dalam penangkapan Siyono salah satu terduga teroris yang tewas
oleh Densus 88, Mabes Polri akhirnya mengakui bahwa ada beberapa
anggota Densus 88 yang melakukan tindakan yang melampaui tugas dan
kewenangannya.
Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam)
Mabes Polri, Irjen M Iriawan mengatakan sudah memeriksa tujuh orang
saksi yang merupakan anggota Densus 88 Antiteror terkait kasus kematian
terduga teroris asal Klaten Siyono.
Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Mabes Polri, Irjen M Iriawan
“Ada
banyak saksi-saksi yang sudah saya periksa. Pokoknya saksi yang melihat
dan mendengar, ya diperiksa. Khusus yang dari Densus ada tujuh orang
yang saya periksa, termasuk dua anggota yakni yang mengawal dan
menyupir,”
kata Iriawan di Komplek Mabes Polri, Jumat (8/4/2016).
Selain
itu anggota Kepala Satuan Wilayah di Jateng juga menjadi bagian dari
tujuh orang yang diperiksa dari Densus 88. Bahkan akan ada sidang kode
etik untuk anggota Densus yang mengawal dan menyupir tersebut.“Intinya memang ada kesalahan prosedur, enggak diborgol (Siyono). Mereka tidak memborgol karena merasa sudah dekat (dengan lokasi tempat penitipan senjata di Prambanan). Nanti ada sidang kode etik dan profesi, mereka tidak profesional,” pungkasnya.
Kesimpulan Hasil Autopsi
Ketua
Umun PP Pemuda Muhammadiyah Dahnil Azhar Simajuntak memaparkan empat
poin kesimpulan dari hasil autopsi jenazah terduga teroris asal Klaten,
Siyono.
“Pertama tidak benar sudah
dilakukan autopsi terhadap jenazah Siyono sebelumnya. Autopsi yang
dilakukan oleh tim dokter forensik yang diketuai oleh Dokter Gatot (tim
PP Muhammadiyah) adalah autopsi yang pertama,”
tegas Dahnil di Kantor Komnas HAM Menteng Jakarta Pusat, Senin (11/4/2016).
Proses pemakaman Siyono (ilustrasi)
Kedua lanjut Dahnil tidak benar ada indikasi kematian Siyono karena pendarahan di kepala.
“Ternyata
hasil autopsi dokter tim forensik kita justru di kepala itu kalau
istilah dokter otaknya tidak dalam bentuk bubur merah tetapi bubur
putih. Berati tidak ada pendarahan di kepala. Agak aneh kalau kemudian
polisi bisa tahu penyebab kematiannya adalah pendarahan di kepala karena
polisi sendiri tidak pernah melakukan autopsi kecuali CT Scan,”
tegasnya.Ketiga, dokter forensik telah membuat kesimpulan di mana dari hasil autopsi yakni uji mikroskopis dan lab ditemukan pendaraan hebat. “Banyak patah tulang dan segala macam yang berujung kepada jantung itu penyebab kematiannya. Patah tulang di bagian tubuh ditemukan banyak,” katanya.
Yang terakhir lanjut Dahnil dari hasil autopsi jenazah Siyono tidak ditemukan adanya indikasi perlawanan dari Siyono. “Empat poin itu penting menjawab apa yang disampaikan Densus 88 dan pihak kepolisian,” pungkasnya.
Sebuah meme yang dibuat netizen dalam menyikapi aksi Densus 88, yang dianggap tidak adil terhadap umat Islam (ilustrasi)
Sedangkan
aktivis PP Muhammadiyah, Makmun Murod al Barbasy, mengatakan bahwa
autopsi terhadap jenazah terduga teroris Siyono dilakukan untuk
menemukan jawaban dari sisi ilmiah terkait kematiannya yang dianggap
tidak wajar.
Menurutnya, autopsi jenazah merupakan langkah yang tepat sehingga tidak menimbulkan prasangka.
“Itu
langkah luar biasa, jadi tidak ada timbul sangka suudzon, tapi ini
fakta (hasil autopsi) seperti ini. Jadi yang menjawab siapa pun tidak
ada yang bisa membantah. Polisi tidak bisa membantah dan masyarakat juga
tidak bisa seenaknya menuduh. Jadi, proporsional,”
kata Makmun Murod di Gedung Divisi Humas Mabes Polri, Kamis (7/4/2016).
Hasil Autopsi Tampar Densus 88
Sementara
itu, Wakil Ketua DPR RI, Fadli Zon mengatakan, tindakan Muhammadiyah
harus dihargai untuk mengungkap kesalahan polisi, khususnya Densus 88
Antiteror Mabes Polri, dalam menangani kasus ini.
“Apa yang
dilakukan Muhammadiyah harus dihargai dan menjadi tamparan bagi
kepolisian, Densus 88 bagaimana terjadi pelanggaran, karena apa pun
ceritanya kalau ditahan kemudian meninggal itu pelanggaran. Polisi benar
lakukan sidang etik terhadap perkara Siyono,” kata Fadli di Gedung DPR
RI, Senayan, Jakarta, Selasa (12/4/2016).Menurut Fadli, penanganan kasus ini tak cukup dengan sekadar sidang etik, namun harus diberikan sanksi berat. Pelanggaran hak asasi manusia (HAM) harus ditanggapi serius.
“Harus ada pembenahan dan sanksi berat. Satu orang saja kita permasalahkan bertahun-tahun, ini sebegitu banyak. Era Reformasi tekankan HAM,” tegasnya.
Salah
satu aksi Densus 88 saat melakukan tugasnya. Densus 88 selama ini
sering bertindak sewenang-wenang dan sering melecehkan simbol-simbol
Islam, rumah ibadah dan bahkan pemuka agama dalam setiap melaksanakan
tugasnya (ilustrasi)
Berdasarkan
agenda DPR sendiri, komisi III hari ini, pukul 13.00 WIB, akan
menggelar rapat dengar pendapat (RDP) dengan PP Muhammadiyah, Komnas
HAM, dan KontraS. Jadwal ini sesuai rencana komisi hukum itu sejam
minggu lalu.
Seperti diketahui Almarhum Siyono meninggal dunia
usai berkelahi dengan anggota Densus 88 saat mengawalnya menunjukkan
lokasi tempat penitipan senjata. Propam menemukan memang ada kesalahan
prosedur dalam pengawalan itu.Autopsi jenazah Siyono dilakukan pada Minggu 3 April 2016 di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Dukuh Brengkungan Desa Pogung Kecamatan Cawas Klaten Jawa Tengah.
Siyono tewas setelah Tim Detasemen Khusus (Densus) 88 menangkapnya dan menyiksanya dengan membabi buta. Siyono dikembalikan kepada keluarganya dalam kondisi tubuh yang sudah rusak dan hancur.
Baca juga: Serang Pesantren, MUI: Bubarkan Densus 88 Sekarang Juga!
Sumber: Gerhana85/Antara/Okezone
(nahimunkar.com)
Artikel Terkait
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan