Peringatan Isra` dan Mi`raj
(Fatwa Syekh Abd Aziz bin Abdillah bin Baz Dana banyak terbuang sia – sia, kemungkaran
tak terjaga )
Setiap tanggal 27 di bulan Rajab kaum muslimin biasa menyelenggarakan acara
keagamaan yaitu Isra dan Miraj. Benarkah Isra dan Miraj tersebut terjadi pada saat tersebut ?
Bolehkah kita memperingatinya ?
Ibnu Hajj berkata, “Termasuk perkara bid’ah yang
diada-adakan oleh orang-orang pada malam 27 Rojab adalah bid`ah" Kemudian beliau menyebutkan beberapa contoh
bid’ah pada malam tersebut seperti kumpul-kumpul di masjid, ikhthilath (campur
baur antara laki-laki dengan perempuan), menyalakan lilin dan pelita. Beliau
juga menyebutkan perayaan malam Isro’ Mi’roj termasuk perayaan yang dikaitkan kepada agama, padahal bukan darinya.
Al-Imam Ibnu
Katsir menyebutkan dari Zuhri dan ‘Urwah bahwa Isro’ Mi’roj terjadi setahun
sebelum keluarnya Nabi ke kota
Madinah yaitu bulan Robi’ul Awal, adapun pendapat Suddi, waktunya adalah enam
belas bulan sebelum hijroh, yaitu bulan Dzulqo’dah.
Al-Hafidz Abdul
Ghoni bin Surur Al-Maqdisi membawakan dalam sirohnya hadits yang tidak shohih
sanadnya tentang waktu isro’ mi’roj pada tanggal 27 Rojab. Dan sebagian manusia
menyangka bahwa isro’ mi’roj terjadi pada hari Jum’at pertama bulan Rojab,
yaitu malam Roghoib yang ditunaikan pada waktu tersebut sebuah sholat masyhur,
tetapi tidak ada asalnya.
Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyah berkata, -sebagaimana dinukil oleh muridnya, Ibnul Qayyim
Al-Jauziyah-,
Tidak ada dalil
shohih yang menetapkan bulan maupun tanggalnya, seluruh nukilan tersebut
munqothi’ (terputus) dan berbeda-beda.
Bahkan Imam Abu
Syamah menegaskan,
Sebagian tukang
cerita menyebutkan bahwa Isro’ Mi’roj terjadi pada bulan Rojab. Hal itu menurut
ahli hadits merupakan kedustaan yang nyata.
Ibnu Nuhas
berkata,
Sesungguhnya
perayaan malam ini (Isro’ Mi’roj) merupakan kebid’ahan besar dalam agama yang
diada-adakan oleh saudara-saudara syetan.
Penulis kitab
As-Sunan wal Mubtada’at, Muhammad bin Ahmad As Syafi’i (murid Syaikh Rosyid
Ridho) hal 127 menegaskan,
Pembacaan kisah
Mi’roj dan perayaan malam 27 Rojab merupakan perkara bid’ah… Dan kisah Mi’roj
yang disandarkan kepada Ibnu Abbas, seluruhnya adalah kebatilan dan kesesatan.
Tidak ada yang shohih kecuali beberapa huruf saja.
Demikian pula
dengan kisah Ibnu Shulthon, seorang penghambur yang tidak pernah sholat kecuali
di bulan Rojab saja, namun tatkala hendak meninggal dunia, terlihat padanya
tanda-tanda kebaikan sehingga ketika Rasulullah ditanya perihalnya, beliau
menjawab,
Sesungguhnya dia
telah bersungguh-sungguh dan berdo’a pada bulan Rojab.
Semua ini
merupakan kedustaan dan kebohongan. Haram hukumnya membacakan dan melestarikannya
riwayatnya kecuali untuk menjelaskan kedustaannya. Sungguh sangat mengherankan
kami, tatkala para jebolan Azhar membacakan kisah-kisah palsu seperti ini
kepada manusia.
Mari kita simak fatwa seorang Ulama Ahlus Sunnah, Syaikh Abdul Aziz bin
Abdullah bin Bazz -rahimahullah-
seputar masalah ini.
(Fatwa Syaikh Abdul ‘Aziz bin Abdullah bin Bazz –rahimahullah)
Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga tetap terlimpahkan kepada
Rasullah SAW, keluarga dan para shahabatnya.
Amma Ba’du,
Tidak diragukan lagi, bahwa Isra’ & Mi’raj merupakan tanda dari Allah
yang menunjukkan atas kebenaran Rasul-Nya Muhammad SAW dan keagungan kedudukannya di sisi
Tuhannya, selain juga membuktikan atas kehebatan Allah dan kebesaran kekuasaan-Nya atas semua makhluk.
Firman Allah:
“Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan
hamba-Nya pada suatu malam dari Al-Masjidil Haram ke Al-Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya, agar
kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi
Maha Mengetahui.” (Q.S. 17:1)
Diriwayatkan dari Rasulullah SAW bahwasanya Allah telah menaikkannya ke
langit, dan pintu-pintu langit itu terbuka untuknya, hingga beliau sampai ke langit yang ke
tujuh.
Kemudian beliau diajak bicara oleh Tuhan serta diwajibkan shalat lima waktu, yang semula diwajibkan lima
puluh waktu, tetapi Muhammad kembali kepadaNya minta keringanan, sehingga dijadikannya lima waktu. Namun demikian,
walau yang diwajibkan lima waktu saja tetapi pahalanya tetap seperti yang lima puluh waktu, karena perbuatan
baik itu (al-hasanah) akan dibalas dengan sepuluh kali lipat. Kepada Allah-lah kita ucapkan puji dan syukur atas segala nikmat-Nya.
Tentang malam saat diselenggarakannya Isra’ & Mi’raj itu belum pernah
diterangkan ketentuannya (kapan kejadiannya-pen) oleh Rasulullah SAW, jikalau ada
ketentuannya maka itupun bukan dari Rasulullah SAW, menurut para ahli ilmu. Hanya Allah yang mengetahui akan
hikmah kelalaian manusia.
Seandainya ada (hadits) yang menetapkan kapan kejadian malam Isra’ &
Mi’raj, tetaplah tidak boleh bagi kaum muslimin untuk mengkhususkannya dengan
ibadah-ibadah tertentu. Selain juga tidak boleh mengadakan upacara perkumpulan apapun. Karena Rasulullah SAW dan para
sahabatnya tidak pernah mengadakan upacara-upacara seperti itu dan tidak pula mengkhususkan suatu ibadah
apapun pada malam tersebut. Juka peringatan malam tersebut disyari’atkan, pasti Rasulullah SAW menjelaskannya kepada ummat baik
melalui ucapan maupun perbuatan. Jika pernah dilakukan oleh beliau, pasti diketahui dan
masyhur, dan tentunya akan disampaikan oleh para sahabat kepada kita, karena mereka telah menyampaikan apa-apa
yang dibutuhkan ummat manusia dari Nabinya.
Mereka (para sahabat) belum pernah berlebih-lebihan sedikitpun dalam masalah agama,
bahkan merekalah orang-orang pertama kali melakukan kebaikan setelah Rasulullah SAW, Maka
jikalau upacara peringatan malam Isra’ & Mi’raj ada tuntunannya, niscaya para sahabat akan lebih
dahulu menjalankannya.
Nabi Muhammad adalah orang yang paling banyak memberi nasehat kepada
manusia, beliau telah menyampaikan risalah kerasulannya sebaik-baik penyampaian dan menjalankan amanat
Tuhan-nya dengan sempurna. Oleh karena itu jika peringatan malam Isra’ & Mi’raj dan
pengagungannya itu dari Agama Allah, tentu tidak akan dilupakan dan disembunyikan oleh Rasulullah SAW, tetapi karena
hal itu tidak ada jelaslah bahwa upacara dan pengagungan malam tersebut bukan dari ajaran Islam sama sekali.
Allah telah menyempurnakan agama-Nya bagi ummat ini, mencukupkan nikmat-Nya kepada mereka dan mengingkari siapa
saja yang berani mengada-adakan sesuatu hal dalam agama, karena cara tersebut tidak dibenarkan oleh Allah.
Allah berfirman:
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ
نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ اْلإِسْلاَمَ دِينًا
“Pada hari ini telah Aku
sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku dan Aku ridho Islam sebagai agama
bagimu.” (Q.S. Al-Maidah:3)
Allah berfirman pula:
أَمْ
لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهُمْ مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللهُ
وَلَوْلاَ كَلِمَةُ الْفَصْلِ لَقُضِيَ بَيْنَهُمْ وَإِنَّ الظَّالِمِينَ لَهُمْ
عَذَابٌ أَلِيم
“Apakah mereka
mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyari’atkan untuk mereka agama
yang tidak diridhoi Allah? Sekiranya
tidak ada ketetapan yang menentukan (dari Allah) tentulah mereka telah
dibinasakan. Dan sesungguhnya
orang-orang zhalim itu akan memperoleh adzab yang pedih.” (Q.S. 42:21)
Dalam hadits-hadits shahih
Rasulullah SAW telah memperingatkan kita agar kita waspada dan menjauhkan diri
dari perbuatan bid’ah, dan
dijelaskan bahwa bid’ah itu sesat, sebagai suatu peringatan bagi ummatnya
sehingga mereka menjauhinya dan
tidak mengerjakannya, karena bid’ah itu mengandung bahaya yang sangat
besar.
Dari A’isyah ra. dari Nabi SAW bahwasanya beliau bersabda:
مَنْ أَحْدَثَ فِي
أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
”Barangsiapa mengada-adakan
suatu perbuatan (dalam agama) setelahku, yang belum
pernah ada, maka tidak akan diterima.” (H.R. Bukhari)
Dalam riwayat Muslim:
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ
عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa mengerjakan suatu perbuatan yang
belum kami perintahkan, maka ia tertolak.”
Dari Jabir ra. berkata:
Bahwasanya Rasulullah SAW pernah bersabda dalam khutbah Jum’at:
أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ وَخَيْرَ
الْهَدْىِ هَدْىُ مُحَمَّدٍ وَشَرَّ اْلأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ بِدْعَةٍ
ضَلاَلَةٌ
“Amma Ba’du, Sesungguhnya sebaik-baik
perkataan adalah Kitab Allah (Al-Qur’an), dan sebaik-baik petunjuk adalah
petunjuk Muhammad SAW dan sejahat-jahatnya perbuatan (dalam agama)
ialah yang diada-adakan, dan setiap bid’ah (yang diada-adakan) itu adalah
sesat.” (H.R. Muslim)
Dalam
kitab-kitab Sunan, diriwayatkan dari Irbadh bin Saariyah ra. bahwasanya ia
pernah berkata:
وَعَظَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا بَعْدَ صَلاَةِ الْغَدَاةِ مَوْعِظَةً
بَلِيغَةً ذَرَفَتْ مِنْهَا الْعُيُونُ وَوَجِلَتْ مِنْهَا الْقُلُوبُ فَقَالَ
رَجُلٌ إِنَّ هَذِهِ مَوْعِظَةُ مُوَدِّعٍ فَمَاذَا تَعْهَدُ إِلَيْنَا يَا
رَسُولَ اللَّهِ قَالَ أُوصِيكُمْ بِتَقْوَى اللَّهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ
وَإِنْ عَبْدٌ حَبَشِيٌّ فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ يَرَى اخْتِلاَفًا
كَثِيرًا وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ اْلأُمُورِ فَإِنَّهَا ضَلاَلَةٌ فَمَنْ
أَدْرَكَ ذَلِكَ مِنْكُمْ فَعَلَيْهِ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ
الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّينَ عَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ
“Rasulullah SAW pernah menasehati kami
dengan nasehat yang mantap, (jika kita mendengarnya) hati kita akan bergetar
dan air mata akan berlinang. Maka kami berkata kepadanya,”Wahai
Pesuruh Allah, seakan-akan nasehat ini seperti nasehat orang yang akan berpisah, maka berilah
kami wasiat.” Selanjutnya Rasulullah SAW bersabda: “Aku wasiatkan kepada kamu sekalian agar selalu
bertaqwa kepada Allah, mendengarkan dan menta’ati (perintah-Nya), walaupun yang
memerintahkan kamu itu (berasal dari) seorang hamba.
Sesungguhnya barangsiapa diantara kamu yang berumur panjang (sampai pada suatu
masa), maka akan menjumpai banyak perselisihan, maka (ketika itu) kamu wajib berpegang teguh dengan
sunnahku dan sunnah khulafaarrasyidin yang telah mendapat petunjuk sesudahku,
pegang dan gigitlah dengan gigi gerahamu sekuat-kuatnya. Dan
sekali-kali jangan mengada-ada hal-hal baru (dalam agama), karena setiap hal baru itu
adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat.”
Dan masih banyak lagi
hadits-hadits lain yang semakna dengan hadits ini. Para sahabat dan ulama
shalih telah memperingatkan kita agar waspada terhadap perbuatan
bid’ah serta menjauhinya.
Bukankah hal ini merupakan
tambahan dalam agama dan syari’at? Allah tidak memperkenankan penambahan-penambahan dalam agama
berupa perbuatan bid’ah, karena hal itu menyerupai perbuatan musuh-musuh Allah
yaitu bangsa Yahudi dan Nasrani (seperti mereka
memperingati hari kenaikan Isa AS, muslimin memperingati Isra’ & Mi’raj / kenaikan
Rasululullah SAW ke langit ketujuh, begitu pula mereka memperingati hari
kelahiran Nabi Isa AS, muslimin pun ikut-ikutan
memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad AS, yang padahal semua perbuatan ini
tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah dan para
sahabatnya dan tidak pernah disyari’atkan, pen)
Adanya penambahan-penambahan
dalam agam itu (berarti) menuduh agama Islam kurang dan tidak sempurna, dengan jelas ini tergolong
kerusakan besar, kemungkinan yang sesat dan bertentangan dengan firman Allah:
“Pada hari ini telah Aku
sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku dan Aku ridho Islam sebagai agama
bagimu.” (Q.S. Al-Maidah:3)
Selain itu juga bertentangan
dengan hadits-hadits Rasulullah SAW yang memperingatkan kita dari perbuatan
bid’ah dan agar menjauhinya.
Kami berharap, semoga
dalil-dalil yang telah kami sebutkan tadi cukup memuaskan bagi mereka yang
menginginkan kebenaran, dan mau mengingkari perbuatan bid’ah,
yakni bid’ah mengadakan upacara peringatan malam Isra’ & Mi’raj, dan supaya kita
sekalian waspada terhadapnya, karena sesungguhnya hal itu bukan dari ajaran
Islam sama sekali. Tatkala Allah mewajibkan orang-orang muslim
itu agar saling nasehat-menasehati dan saling menerangkan apa-apa yang telah disyariatkan
Allah dalam agama serta mengharamkan penyembunyian ilmu, maka kami memandang perlu untuk mengingatkan
saudara-saudara kami dari perbuatan bid’ah ini yang telah menyebar diberbagai
belahan bumi, sehingga dikira sebagian orang berasal dari
agama.
Maha Suci Engkau Ya Allah,
Engkaulah yang kami minta untuk memperbaiki keadaan kaum muslimin ini, dan memberi kepada mereka
kemudahan dalam memahami agama Islam. Semoga Allah melimpahkan taufiq kepada
kita semua untuk berpegang teguh dengan agama yang haq
ini, tetap konsisten menjalaninya dan meninggalkan apa-apa yang bertentangan dengannya.
Allahlah Penguasa segala-galanya. Semoga shalawat dan salam selalu terlimpahkan
kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW. Amiin. [1]
Komentarku ( Mahrus ali ) ;
Saya cocok sekali dengan komentar Syekh Abd
Aziz bin Abdillah bin Baz tadi, sebab memang begitulah ajaran agama. Segala peringatan, perayaan yang tidak ada dalilnya, maka di anggap bid`ah. Ada peringatan
Isra` yang menghabiskan dana sekitar
15 juta dengan mendatangkan qari`
nasional, muballigh kondang, ziarah kubur ke sesepuh desa, semaan mulai pagi
hingga sore.
Saya pikir, dana tersebut di belanjakan untuk peringatan isra` mi`raj yang
bid`ah ini termasuk israf, tabdzir, dan kasihan kepada kaum fakir yang membayar
urunan. Bagi orang kaya dan fakir harus sama – sama membayar urunan peringatan Isra` dan Mi`raj dan dimintai
bungkusan nasi dengan ikan dan lauk pauknya untuk sepuluh orang. Jadi
jumlah 15 juta masih kurang, masih harus
mengambil dana lagi kepada masarakat yang kebanyakan fakir dan miskin.
Waktu semaan, orang – orang yang
hadir, mayoritas dari kalangan kaum perempuan yang auratnya tidak terjaga. Jarang dari kaum lelaki yang
datang. Dan memang mereka malas
mendatangi semaan. Untuk kaum hawa malah lebih senang datang dari pada dirumah.
Pada hal, mereka
dirumah lebih baik. Allah berfirman:
وَقَرْنَ
فِي بُيُوتِكُنَّ وَلاَ تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ اْلأُولَى
dan hendaklah kamu tetap di
rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang
Jahiliyah yang dahulu.[2]
Aisyah berkata:
لَوْ
أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَأَى مَا أَحْدَثَ النِّسَاءُ لَمَنَعَهُنَّ الْمَسْجِدَ
كَمَا مُنِعَتْ نِسَاءُ بَنِي إِسْرَائِيلَ
Seandainya Rasulullah SAW
melihat bid`ah yang dilakukan kaum
perempuan, maka mereka dilarang
ke masjid sebagaimana kaum perempuan banu Israil yang pernah di
larang [3]
Imam Ahmad berkata: “ Tidak di perkenankan melihat
wajah dan kedua tapak tangan perempuan.
Sebab seluruh tubuh perempuan adalah
aurat hingga kukunya dan inilah pendapat
Imam Malik
Fadhilatus syekh Athiyah Shoqer, Mei 1997 menyatakan:
وَلمَ ْيَرِدْ نَصٌّ يِمَنْعِ الْفَرَحِ
وَالسُّرُوْرِ فِى غَيْرِ هَذَيْنِ اْلعِيْدَيْنِ ،
Tiada hadis atau al Quran yang melarang
kegembiraan selain di dua hari raya ( Id
dan adha ). [4]
Saya katakan: Menurut beliau seluruh
peringatan, sedekah bumi, sedekah laut, peringatan hari aid, hari wanita , ibu kartini, hari
pahlawan dll diperkenankan karena
tiada dalil yang melarang.
Lantas apakah ada dalil yang memerintah. Bila tiada dalil yang memerintah
mengapa di jalankan ? Apakah peringatan yang
mengundang banyak kemungkaran dan kemaksiatan itu di perkenankan ? Siapa bilang
tiada kemungkaran ketika peringatan jantung sehat sedunia, peringatan
hari olahraga, hari buruh, hari pendidikan, nanti akan ada hari musik dan hari
happy – happy sedunia. Seluruhnya menurut saya adalah tertolak dan tidak boleh
di lakukan. Para ulama
yang anti perayaan dan peringatan
menggunakan hadis di bawah ini:
عَنْ
أَنَسٍ قَالَ: قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
الْمَدِينَةَ, وَلَهُمْ يَوْمَانِ يَلْعَبُونَ فِيهِمَا. فَقَالَ: مَا هَذَانِ
الْيَوْمَانِ؟ قَالُوا: كُنَّا نَلْعَبُ فِيهِمَا فِي الْجَاهِلِيَّةِ,فَقَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: (( إِنَّ اللَّهَ قَدْ
أَبْدَلَكُمْ بِهِمَا خَيْرًا مِنْهُمَا يَوْمَ الْأَضْحَى وَيَوْمَ الْفِطْرِ ))
“ Rasulullah SAW datang ke Medinah dan mereka mempunyai dua
hari untuk bermain. Rasul bersabda ; “ Dua hari apakah ini ? “. Mereka menjawab:
“ Kita bermain – main dalam dua hari tersebut di masa jahiliyah “. Rasul
bersabda: “Sesungguhnya Allah telah menggantinya dengan yang lebih baik yaitu hari Idul adha dan Idul fitri”.kata
Anas bin Malik[5]
Tidak ada larangan dan tidak ada perintah, ber arti bid`ah dan harus di
hindari. Rasulullah SAW bersabda:
أُوصِيكُمْ
بِتَقْوَى اللَّهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ عَبْدًا حَبَشِيًّا فَإِنَّهُ
مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِي فَسَيَرَى اخْتِلاَفًا كَثِيرًا فَعَلَيْكُمْ
بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ تَمَسَّكُوا
بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ اْلأُمُورِ
فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ *
Aku berwasiat kepadamu agar
bertakwa kepada Allah, mendengarkan dan taat seklipun kepada budak Habasyah.
Sesungguhnya orang diantaramu yang hidup setelah aku akan melihat pertentangan
pendapat yang banyak. Karena itu peganglah sunnahku dan khulafaur rasyidin yang
mendapat petunjuk. Pegangilah dan gigitlah dengan gigi geraham. berhatilah terhadap perkara baru[6]
Komentarku
( Mahrus ali ):
Penulis kitab
As-Sunan wal Mubtada’at, Muhammad bin Ahmad As Syafi’i (murid Syaikh Rosyid
Ridho) hal 127 menegaskan,
Pembacaan kisah
Mi’roj dan perayaan malam 27 Rojab merupakan perkara bid’ah… Dan kisah Mi’roj
yang disandarkan kepada Ibnu Abbas, seluruhnya adalah kebatilan dan kesesatan.
Tidak ada yang shohih kecuali beberapa huruf saja.
Komentarku
( Mahrus ali ):
Ternyata hadis tentang mi`raj bukan Isra`. Kalau
Isra ` sudah di jelaskan dalam al Quran sbb:
سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ
الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ
لِنُرِيَهُ مِنْ ءَايَاتِنَا إِنَّه هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada
suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah komi anugerahkan
barokah pada negeri/tempat sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya
sebagian dari landa-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. Al-Isro' ayat 1)
Kalau
masalah Mi`raj ke langit tujuh, dialog dengan nabi Musa dan nabi – nai lain
yang sudah meninggal dunia, maka tidak diterangkan dalam al Quran dan
hadisnya juga tidak dikenal di kalangan kebanyakan
sahabat. Kisah MI`raj di kalangan sahabat sangat nyeleneh. Di kalangan kebanyakan
tabiin hadis MI`raj itu tidak dikenal. Khulafaur rasyidin dan Istri – istri Rasulullah
SAW tidak kenal dengan hadis MI`raj itu atau kisah – kisah di dalamnya. Dan suatu
saat akan saya bahas dalam judul tersendiri.
Bacalah
lagi diblog ke dua : www.mantankyainu2.blogspot.com
[1]
Kontributor : Abu Abdirrahman Uli, 10
Desember 2001 www.perpustakaan-islam.com
[3] Muttafaq alaih
[4] Fatawa lajnatil fatwa al azhar
68
[5]
HR Abu dawud /Salat/1134. Nasai /Shalat Id /1556. Ahmad / Baqi musnad
muksirin/11595,12416.Al Hakim dalam kitab Al mustadrak 294/1,434/1.Beliau menyatakan sahih
menggunakan perawi Bukhori Muslim tapi mereka berdua tidak meriwayatkan dalam
kitab sahihnya. Lihat pula Al Bahrur
ra`iq 170/2 , Hasyiyatut thohthowi ala maraqil falah 343/1
[6] HR Abu dawud / Assunnah /4607. Darimi
/Muqaddimah /95
Artikel Terkait
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan