AJawabanku ke 5 tentang bangkai ikan haram
u Ya'la Hizbul Majid tinggal Bontang, Kalimantan Timur, Indonesia dari Kebumen, Jawa Tengah, Indonesia menulis sbb:
Penjelasan
Hadits Tentang Dua Macam Bangkai dan Dua Macam Darah (Tulisan ini sebagai
sanggahan apa yg ditulis oleh saudara Mahrus Ali Ali)
Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
أُحِلَّتْ لَنَا مَيْتَتَانِ وَدَمَانِ، فَأَمَّا الْمَيْتَتَانِ فَالْحُوتُ وَالْجَرَادُ، وَأَمَّا الدَّمَانِ فَالْكَبِدُ وَالطِّحَالُ
“Telah dihalalkan bagi kami dua macam bangkai dan dua macam darah. Adapun dua macam bangkai adalah ikan dan belalang; dan dua macam darah adalah hati dan limpa”.
Hadits ini
diriwayatkan oleh Ibnu Maajah no. 3218 & 3314, Ahmad 2/97, Asy-Syaafi’iy
dalam Al-Musnad no. 1513 & dalam Al-Umm: 2/255, ‘Abd bin Humaid dalam
Al-Muntakhab no. 818, Ad-Daaruquthniy no. 4732, Al-Baihaqiy dalam Ash-Shughraa:
4/54 no. 3863 & dalam Al-Kubraa: 1/254 & 9/257 & 10/7, Ibnu
Tsartsaal dalam Juuz-nya no. 185, Abu ‘Abdillah Al-Mahaamiliy dalam Juuz-nya
no. 32, Al-Baghawiy dalam Syarhus-Sunnah no. 2803, Ibnul-Jauziy dalam
At-Tahqiiq no. 2331, Al-Waahidiy dalam Al-Wasiith fii
Tafsiiril-Qur’aanil-Majiid 2/332, Ibnu ‘Adiy dalam Al-Kaamil 2/80-81 &
5/444; dari beberapa jalan, dari ‘Abdurrahmaan bin Zaid bin Aslam, dari
ayahnya, dari Ibnu ‘Umar, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam : “.....(al-hadits)....”.
Hadits ini
lemah atau bahkan sangat lemah dikarenakan ‘Abdurrahmaan bin Zaid bin Aslam. Ia
seorang yang dla’iif menurut kesepakatan sebagaimana dikatakan Ibnul-Jauziy.
Komentarku
( Mahrus ali ):
Benar apa
yang anda tulis, bahwa hadis tsb lemah.
‘Abdurrahmaan
mempunyai mutaabi’ dari :
1. ‘Abdullah bin Zaid bin Aslam.
Sebagaimana diriwayatkan oleh Ad-Daaruquthniy no. 4732, Al-Baihaqiy dalam Ash-Shughraa 4/54 no. 3863 dan dalam Al-Kubraa1/254, dan Ibnu ‘Adiy dalam Al-Kaamil 2/80-81 & 5/308; dari jalan ‘Abdullah bin Zaid bin Aslam, dari ayahnya, dari Ibnu ‘Umar secara marfuu’.
‘Abdullah bin Zaid bin Aslam Al-Qurasyiy Al-‘Adawiy, Abu Muhammad Al-Madaniy; seorang yang shaduuq, namun padanya ada kelemahan (layyin). Termasuk thabaqah ke-7, dan wafat tahun 164 H di Madinah. Dipakai oleh Al-Bukhaariy dalam Al-Adabul-Mufrad, At-Tirmidziy, dan An-Nasaa’iy [Taqriibut-Tahdziib, hal. 508 no. 3350].
1. ‘Abdullah bin Zaid bin Aslam.
Sebagaimana diriwayatkan oleh Ad-Daaruquthniy no. 4732, Al-Baihaqiy dalam Ash-Shughraa 4/54 no. 3863 dan dalam Al-Kubraa1/254, dan Ibnu ‘Adiy dalam Al-Kaamil 2/80-81 & 5/308; dari jalan ‘Abdullah bin Zaid bin Aslam, dari ayahnya, dari Ibnu ‘Umar secara marfuu’.
‘Abdullah bin Zaid bin Aslam Al-Qurasyiy Al-‘Adawiy, Abu Muhammad Al-Madaniy; seorang yang shaduuq, namun padanya ada kelemahan (layyin). Termasuk thabaqah ke-7, dan wafat tahun 164 H di Madinah. Dipakai oleh Al-Bukhaariy dalam Al-Adabul-Mufrad, At-Tirmidziy, dan An-Nasaa’iy [Taqriibut-Tahdziib, hal. 508 no. 3350].
Komentarku
( Mahrus ali ):
Tentang
nama Abdullah bin Zaid bin Aslam
و قال أبو داود : أولاد زيد بن أسلم
كلهم ضعيف ، و أمثلهم عبد الله
Abu
Dawud berkata: Seluruh anak Zaid bin
Aslam adalah lemah. Dan paling baik adalah Abdullah.
Mausuah
ruwatil hadis 3865.
Komentarku
( Mahrus ali ):
Walaupun
begitu, Abdullah anak Zaid bin Aslam masih tergolong perawi lemah.
و قال عباس الدورى ، عن يحيى بن معين :
بنو زيد بن أسلم ، ثلاثتهم حديثهم ليس بشىء ، ضعفاء ثلاثتهم .
و قيل عن على ابن المدينى : ليس فى ولد
زيد بن أسلم ثقة
و قال إبراهيم بن يعقوب الجوزجانى : بنو
زيد بن أسلم ضعفاء فى الحديث
و قال النسائى : ليس بالقوى
Abbas
ad dauri berkata dari Yahya bin Ma`in :
Anak – anak Zaid bin Aslam . Tiga – tiganya , hadisnya bukan apa – apa ( bukan
hadis sahih atau hasan )
Di
katakan dari Ali bin Al Madini:
Tiada perawi yang terpercaya dari anak
Zaid bin Aslam.
Ibrahim
bin Ya`qub al Juzjani berkata: Anak – anak Zaid bin Aslam adalah lemah dlm hadis .
Nasai berkata: Dia bukan perawi yang kuat ( lemah
).
Lihat
mausuah ruwatil hadis :3330
مسند أحمد ط الرسالة (10/ 16)
وهذا إسناد حسن، عبد الله بن زيد:
وثَّقه أحمد وعلي ابن المديني، وضعفه ابن معين، وقال النسائي: ليس بالقوي.
Ini
adalah sanad yang hasan – Abdullah bin Zaid telah dinyatakan tsiqah
oleh Ahmad dan Ali bin Al Madini, tapi dilemahkan oleh Ibn Ma`in dan
Nasai sendiri berkata: Dia perawi tidak
kuat. Lihat musnad Ahmad – Al risalah
16/10
Komentarku
( Mahrus ali ):
Walaupun
Imam Ahmad telah menyatakan perawi Abdullah bin Zaid terpercaya , tapi ditempat
lain , ada pernyataan beliau yang dikutip sbb:
وقد
استنكر الإِمام أحمد المرفوع كما في "العلل
ومعرفة الرجال" (رقم 1795)
Sungguh Imam Ahmad ingkar hadis
" Bangkai ikan di halalkan sebagai
hadis yang marfu` sebagaimana di sebut dalam al ilal wa ma`rifatir rijal 1795.
Komentarku ( Mahrus ali ):
Jadi hadis " Bangkai ikan halal
" hadis mungkar kata Imam Ahmad.
Hal
yang tidak bisa diampun adalah redaksi hadis antara satu riwayat dengan yang
lain kacau, ada tambahan di satu riwayat dimana riwayat lain tambahan itu
dikurangi sebagaimana keterangan kami kemarin sbb:
حَدَّثَنَا أَبُو مُصْعَبٍ حَدَّثَنَا
عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ زَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ
بْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ
أُحِلَّتْ لَنَا مَيْتَتَانِ الْحُوتُ وَالْجَرَادُ
Telah
memberitakan kepada kami Abu Mush'ab telah memberitakan kepada kami Abdurrahman
bin Zaid bin Aslam dari Ayahnya dari Abdullah bin Umar, bahwa Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Telah di halalkan bagi kita dua
jenis bangkai; bangkai ikan paus dan belalang." HADIST NO – 3209 / KITAB
IBNUMAJAH
دَّثَنَا أَبُو مُصْعَبٍ حَدَّثَنَا
عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ زَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ
بْنِ عُمَرَأَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ
أُحِلَّتْ لَكُمْ مَيْتَتَانِ وَدَمَانِ فَأَمَّا الْمَيْتَتَانِ فَالْحُوتُ
وَالْجَرَادُ وَأَمَّا الدَّمَانِ فَالْكَبِدُ وَالطِّحَالُ
Telah
menceritakan kepada kami Abu Mush'ab telah menceritakan kepada kami Abdurrahman
bin Zaid bin Aslam dari Ayahnya dari Abdullah bin Umar, bahwa Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Telah dihalalkan buat kalian dua
jenis bangkai dan dua jenis darah, dua jenis bangkai adalah; bangkai ikan paus
dan bangkai belalang, sedangkan dua jenis darah adalah hati dan limpa." HADIST NO – 3305 /
KITAB IBNUMAJAH. Ia juga
diriwayatkan oleh Imam Ahmad HADIST NO – 5465
Komentarku
( Mahrus ali ):
Dalam
dua hadis di atas dari perawi yang sama namun ternyata redaksinya berbeda,
tidak sama. Pada nomer 3209 riwayat Ibnu
Majah tiada tambahan " darah " . Tambahan ini dari mana dari perawi , atau dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam. Lalu
di riwayat lain , redaksinya dikurangi, yaitu tidak menyebut dua darah. Kontradiksi sedemikian ini membikin
lemahnya hadis, bukan hadis hasan apalagi sahih. Di samping sanadnya dari Abd Rahman bin Zaid bin Aslam yang
lemah.
Hadis
tsb kata Imam Ahmad munkar.
و قال عبد الله بن أحمد بن حنبل : سمعت
أبى يضعف عبد الرحمن بن زيد بن أسلم ،و قال : روى حديثا منكرا : " أحلت لنا
ميتتان و دمان " .
Abdullah
bin Ahmad bin Hambal berkata: Aku mendengar ayahku melemahkan perawi Abd Rahman
bin Zaid bin Aslam
Beliau
meriwayatkan hadis munkar " Di halalkan dua bangkai dan dua darah "
Mausuah
ruwatil hadis 3865.
Hadis
" bangkai ikan halal " itu hanya dari seorang sahabat yaitu dari Ibnu
Umar lalu diriwayatkan oleh perawi lain
bernama Ziad bin Aslam, bukan perawi
lain, tiada perawi lain yang meriwayatkannya
Karena
itu, hadis " Bangkai ikan halal " itu tidak bisa di buat pegangan, lepaskan
saja. Bila di buat pegangan akan bertentangan dengan al Quran yang
mengharamkan bangkai secara mutlak . Ia hadis yang redaksinya munkar.
Abu
bakar al bardiji berkata:
وقال أيضا ( إذا روى الثقة من طريق صحيح عن رجل من أصحاب
النبي صلى الله
عليه وسلم حديثا لا يصاب إلا عند الرجل
الواحد ـ لم يضره أن لا يرويه غيره ،
إذا كان متن الحديث معروفا ، ولا يكون منكرا ، ولا معلولا )(3)
Bila
seorang perawi terpercaya meriwayatkan
dari jalur sahih dari seorang lelaki
dari sahabat – sahabat Nabi SAW suatu hadis yang hanya diriwayatkan oleh
seorang lelaki , maka boleh dia sendirian meriwayatkannya asal
redaksi hadis terkenal dan tidak munkar atau cacat.
شرح علل الترمذي (2/ 653ـ654) ، وانظر
التعديل والتجريح للباجي (1/302)
Anda
menyatakan lagi:
2. Usaamah
bin Zaid bin Aslam.
Diriwayatkan oleh Al-Baihaqiy dalam Ash-Shughraa 4/54 no. 3863 dan dalam Al-Kubraa1/254, dan Ibnu ‘Adiy dalam Al-Kaamil 2/80-81 & 5/308; dari jalan ‘Abdullah bin Zaid bin Aslam, dari ayahnya, dari Ibnu ‘Umar secara marfuu’.
Usaamah bin Zaid bin Aslam Al-Qurasyiy Al-‘Adawiy, Abu Zaid Al-Madaniy; seorang yang dla’iif dari sisi hapalannya. Termasuk thabaqah ke-7, dan wafat dalam masa kekhilafahan Manshuur. Dipakai oleh Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 123 no. 317].
Diriwayatkan oleh Al-Baihaqiy dalam Ash-Shughraa 4/54 no. 3863 dan dalam Al-Kubraa1/254, dan Ibnu ‘Adiy dalam Al-Kaamil 2/80-81 & 5/308; dari jalan ‘Abdullah bin Zaid bin Aslam, dari ayahnya, dari Ibnu ‘Umar secara marfuu’.
Usaamah bin Zaid bin Aslam Al-Qurasyiy Al-‘Adawiy, Abu Zaid Al-Madaniy; seorang yang dla’iif dari sisi hapalannya. Termasuk thabaqah ke-7, dan wafat dalam masa kekhilafahan Manshuur. Dipakai oleh Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 123 no. 317].
Komentarku
( Mahrus ali ):
Usamah termasuk anak
Zaid yang dikatakan lemah juga oleh Ulama sebagaimana di terangkan tadi.
Selain itu, hadis riwayatnya yang
menghalalkan bangkai ikan juga bertentangan dengan ayat yang mengharamkan
bangkai secara mutlak sbb:
قُلْ لَا أَجِدُ فِي
مَا أُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَى طَاعِمٍ يَطْعَمُهُ إِلَّا أَنْ يَكُونَ
مَيْتَةً أَوْ دَمًا مَسْفُوحًا أَوْ لَحْمَ خِنْزِيرٍ فَإِنَّهُ رِجْسٌ أَوْ
فِسْقًا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ
فَإِنَّ رَبَّكَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Katakanlah: "Tiadalah
aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi
orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah
yang mengalir atau daging babi --karena sesungguhnya semua itu kotor-- atau
binatang yang disembelih atas nama selain Allah. Barangsiapa yang dalam keadaan
terpaksa sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas,
maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."[1]
Nabi Musa ketika ingin
bertemu dengan Nabi Khidir juga membawa
ikan hidup bukan ikan mati untuk bekal makanannya. Mengapa Nabi Musa payah –
payah membawa ikan hidup bila ikan mati di perbolehkan. Kisahnya lihat du surat
Kahfi 61-63.
Anda
menyatakan:
Tiga jalan periwayatan marfuu’ dari anak-anak Zaid bin Aslam ini dhahirnya berderajat hasan.
Tiga jalan periwayatan marfuu’ dari anak-anak Zaid bin Aslam ini dhahirnya berderajat hasan.
Komentarku
( Mahrus ali ):
Bagaimana
hadis yang di riwayatkan oleh tiga anak Zaid bin Aslam yang lemah itu dikatakan
hasan, bukan lemah. Batin dan dhahirnya tetap lemah. Sudah cukup Imam Ahmad
menyatakan hadis itu munkar. Apalagi redaksinya menentang al quran yang
mengharamkan bangkai secara mutlak.Lihat kaidah hadis hasan sbb:
أما الحديث الحسن فهو الذي توفرت
فيه شروط الحديث الصحيح إلا شرطا واحدا وهو ضبط الرواة، فإن راويه أقل ضبطا من
رواي الحديث الصحيح.
وعلى ذلك، فإن الحديث الحسن هو: ما
اتصل سنده بنقل عدل لم يكن مستوى الضبط عنده
على نفس المستوى المشترط في الصحيح، وسلم من الشذوذ والعلة.
Hadis
hasan adalah hadis yang telah memiliki sarat – sarat hadis sahih dengan lengkap
kecuali satu sarat yaitu hapalan perawi
– perawi yang kuat. Sesungguhnya perawi hadis hasan sedikit kurang mantap hapalannya di banding dengan perawi hadis sahih.
Atasa
dasar itu, maka hadis hasan adalah hadis
yang sanadnya bersambung dengan kutipan dari
seorang perawi yang adil yang tidak memiliki tahap kekuatan hapalan yang disaratkan dalam hadis sahih. Juga selamat dari syadz dan illat. (
cacat ).
Fatwa nomer 58345
dari markaz fatwa.
Komentarku
( Mahrus ali ):
Pada
hal hadis " Bangkai ikan halal " diriwayatkan oleh perawi yang lemah
bukan adil yang kuat hapalannya sebagaimana dalam kaidah hadis hasan. Apalagi
redaksi hadis " Bangkai ikan halal " itu gharib – nyeleneh, tiada
hadis sahih yang mendukungnya. Apalagi tafarrud pada Zaid bin Aslam. Dia tingkat tiga dari pertengahan tabiin –
wafat 136.
ذهب الخليلي إلى أن الحديث الذي تفرد به
الثقة: "يتوقف فيه، ولا يحتج به".4
Al
khalili menyatakan bahwa hadis yang
hanya seorang perawi terpercaya yang
meriwayatkannya di tahan dulu ( di inventarisir atau masih bimbang ) dan tidak
boleh di buat hujjah .
- الخليلي؛ الإرشاد: 176-177
Anda menyatakan lagi:
Akan riwayat ketiga anak Zaid diselesihi
Sulaimaan bin Bilaal yang meriwayatkan secara mauquuf – sebagaimana
diriwayatkan oleh Al-Baihaqiy dalam Ash-Shughraa 4/55 no. 3894-3895 & dalam
Al-Kubraa1/254 : Telah mengkhabarkan kepada kami Abu ‘Abdillah Al-Haafidh dan
Abul-Hasan ‘Aliy bin Muhammad As-Sabii’iy, mereka berkata : Telah memberitakan
kepada kami Abul-‘Abbaas Muhammad bin ya’quub : Telah memberitakan kepada kami
Ar-Rabii’ bin Sulaimaan, dari Ibnu Wahb : Telah menceritakan kepada kami
Sulaimaan bin Bilaal, dari Zaid bin Aslam , dari ‘Abdullah bin ‘Umar,
bahwasannya ia pernah berkata : “.....(al-hadits)....”.
Sanad riwayatnya shahih, sebagaimana dikatakan oleh Al-Baihaqiy rahimahullah.
Sanad riwayatnya shahih, sebagaimana dikatakan oleh Al-Baihaqiy rahimahullah.
Komentarku
( Mahrus ali ):
Maukuf,
bukan marfu`. Apalagi tafarrud pada Zaid
bin Aslam, bukan perawi lain. Tiada yang meriwayatkan hadis itu kecuali dari Zaid bin Aslam.
Tafarrudnya disini pada dua tingkat
yaitu sahabat dan tabiin. Pakar – pakar
hadis yang lalu telah melemahkan riwayat hadis yang tafarrud itu .
،وقال الإمام أحمد :"لا تكتبوا هذه
الأحاديث الغرائب فإنها مناكير ، وعامتها عن الضعفاء
".
Imam
Ahmad berkata: Janganlah menulis hadis – hadis
yang gharib ( nyeleneh ) Sesungguhnya ia adalah hadis yang munkar . Dan kebanyakanya adalah lemah.
Mauquf itu
tidak bisa dibuat pegangan lepaskan saja.
سئل الشيخ ابن عثيمين ـ غفر الله له ـ:
من الأصول التييرجع إليها طالب العلم الشرعي أقوال الصحابة ـ رضي الله عنهم ـ فهل
هي حجة يُعمل بها؟
فأجاب بقوله: قول الصحابي أقرب إلى الصواب من غيره بلا ريب، وقوله حجة، بشرطين:
أحدهما: أن لا يخالف نص كتاب الله تعالى أو سنة رسوله صلى الله عليه وسلم،
والثاني: أن لا يخالفه صحابيآخر.
فإن خالف الكتاب أو السنة فالحجة في الكتاب أو السنة، ويكون قوله منالخطأ المغفور.
وإن خالف قول صحابي آخر طلب الترجيح بينهما، فمن كان قولهأرجح فهو أحق أن يتبع، وطرق الترجيح تعرف إما من حال الصحابي أو من قرب قوله إلىالقواعد العامة في الشريعة أو نحو ذلك.
فأجاب بقوله: قول الصحابي أقرب إلى الصواب من غيره بلا ريب، وقوله حجة، بشرطين:
أحدهما: أن لا يخالف نص كتاب الله تعالى أو سنة رسوله صلى الله عليه وسلم،
والثاني: أن لا يخالفه صحابيآخر.
فإن خالف الكتاب أو السنة فالحجة في الكتاب أو السنة، ويكون قوله منالخطأ المغفور.
وإن خالف قول صحابي آخر طلب الترجيح بينهما، فمن كان قولهأرجح فهو أحق أن يتبع، وطرق الترجيح تعرف إما من حال الصحابي أو من قرب قوله إلىالقواعد العامة في الشريعة أو نحو ذلك.
Syaikh
Ibn Utsaimin – semoga Allah mengampuni dosanya ditanya : Termasuk patokan yang
di jadikan rujukan oleh penuntut ilmu Syar`I adalah perkataan – perkataan sahabat ra . Apakah
ia hujjah yang bisa di amalkan.
Beliau
menjawab seraya berkata: Perkataan sahabat lebih dekat kepada kebenaran dari pada perkataan orang lain tanpa
diragukan lagi. Da perkataannya juga hujjah
dengan dua sarat.
1. Tidak bertentangan dengan nas kitabullah taala atau sunnah RasulNya Shallallahu alaihi wa sallam
2. Tidak menyelisihi dengan perkataan sahabat yang lain.
Bila
bertentangan dengan kitab al Quran dan sunnah
Rasul , maka yang dibuat hujjah adalah al quran atau sunnah . Dan
perkataannya termasuk kekeliruan yang di
ampun.
Bila
perkataan sahabat itu bertentangan dengan perkataan sahabat yang lain,
maka harus di cari jalan tarjih antara
keduanya. Barang siapa yang perkataannya lebih rajih , maka lebih berhak untuk
di ikuti . Jalan tarjih telah dikenal
kadang dari kondisi sahabat atau
orang yang perkataannya dekat dengan
kaidah - kaidah umum dalam sariat
atau sesamanya.
Komentarku
( Mahrus ali ):
Kesan
saya pendapat Syaikh Utsaimin itu hendaknya
seseorang berpegangan kepada al
quran atau hadis bila perkataan sahabat atau hadis mauquf itu bertentangan
dengan al quran. Sebagaimaa hadis
" Bangkai ikan halal " ini hendaknya
di buang saja dan ambillah al quran yang mengharamkan bangkai secara
mutlak.
Ada
orang yang berkata: Siapa ulama yang mengatakan bangkai ikan halal?
Saya
katakan: Pendapat ulama itu kadang benar
kadang keliru, bukan rujukan. Perkataan sahabat saja bila bertentangan
dengan dalil kata Syaikh Utsaimin harus
di tinggalkan .
Rujukan
kita adalah dalil. Ingat ayat:
فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ
فَرُدُّوهُ إِلَى اللهِ وَالرَّسُولِ إِنْ
كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ
ا ْلآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاً
Kemudian jika kamu berlainan
pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an)
dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman
kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan
lebih baik akibatnya. Nisa` 59
Ingat,
hadis mauquf yang di sebutkan oleh Abu Ya`la itu tidak bisa di buat pegangan untuk menghalalkan
bangkai ikan yang di haramkan al quran dalam ayat:
نَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ
وَالدَّمَ وَلَحْمَ الْخِنزِيرِ وَمَا أُهِلَّ بِهِ لِغَيْرِ اللَّهِ ۖ
فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ ۚ
إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
Sesungguhnya
Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang
(ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam
keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula)
melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang. 173 Baqarah
Kalimat
maitah – bangkai itu umum, jangan di
kecualikan kecuali ada dalil yang sahih
bukan pendapat atau kesepakatan ulama. Imam Syafii berkata:
Imam
Ahmad pernah menyatakan:
لاَ تُقَلِّدْنِي وَلاَ مَالِكًا وَلاَ الثَّوْرِيَّ وَلاَ الشَّافِعِيَّ
Jangan
ikut kepadaku,atau Imam Malik, Tsauri atau Syafii.
Ali ra berkata :
مَا كُنْتُ لِأَدَعَ سُنَّةَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّه
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِقَوْلِ أَحَدٍ *
Aku
tidak akan meninggalkan sunah Nabi
S.A.W. karena perkataan orang “. [2]
Imam Malik berkata :
إنَّمَا أَنَا بَشَرٌ
أُصِيبُ وَأُخْطِئُ فَاعْرِضُوا قَوْلِي عَلَى الْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ
Aku hanyalah
manusia , terkadang pendapatku benar , di lain waktu kadang salah . Karena itu
, cocokkan perkataanku ini dengan kitabullah dan hadis Rasulullah .
Imam Syafii yang menyatakan :
إذَا صَحَّ الْحَدِيثُ فَاضْرِبُوا
بِقَوْلِي الْحَائِطَ وَإِذَا رَأَيْت الْحُجَّةَ مَوْضُوعَةً عَلَى الطَّرِيقِ
فَهِيَ قَوْلِي
.
Bila ada hadis sahih , maka lemparkan perkataanku ke tembok . Bila kamu
lihat hujjah telah berada di jalan , maka
itulah perkataan ku
لاَ تُقَلِّدْ دِينَك الرِّجَالَ فَإِنَّهُمْ لَنْ
يَسْلَمُوا مِنْ أَنْ يَغْلَطُوا .
Dalam masalah agama,jangan ikut orang ,
sebab mereka mungkin juga salah .
Dalil lemah sudah tentu tidak bisa
menghalalkan bangkai yang di haramkan al
Quran. Bila bangkai ikan di makan, kita akan benturan lagi dengan ayat:
وَلَا تَأْكُلُوا مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ
اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ وَإِنَّهُ لَفِسْقٌ ۗ
وَإِنَّ الشَّيَاطِينَ لَيُوحُونَ إِلَىٰ أَوْلِيَائِهِمْ لِيُجَادِلُوكُمْ ۖ
وَإِنْ أَطَعْتُمُوهُمْ إِنَّكُمْ لَمُشْرِكُونَ
‘Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak
disebut nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam
itu adalah suatu kefasikan. Sesungguhnya syaitan itu membisikkan kepada
kawankawannya agar mereka membantah kamu dan jika kamu menuruti mereka,
sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-orang yang musyrik.’ (al-An’am: 121).”Bangkai ikan yang mati itu sudah tentu tidak disembelih dengan nama Allah, lalu kita makan. Sudah jelas dan tidak samar lagi, kita ini termasuk makan makanan yang tidak disembelih dengan nama Allah. Kita makan bangkai ikan tersebut termasuk larangan dalam ayat itu . Apakah anda katakan lagi : "Kecuali bangkai ikan ".
Perkataan tsb tanpa dalil yang sahih dan hanya mengikuti perasangka yang keliru bukan yang benar. Allah berfirman:
وَإِنْ تُطِعْ أَكْثَرَ مَنْ فِي
الأرْضِ يُضِلُّوكَ
عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلا الظَّنَّ وَإِنْ هُمْ إِلا
يَخْرُصُونَ
“Dan
jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka
akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti
persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah).”
[QS.al-An'am/6: 116]
Bersambung
………………
Artikel Terkait
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan