USTADZ
di Staf
Pengajar
Pernah
belajar di HTI
( hizbut tahrir indonesia )
Pernah
belajar di: Madrasah
Hidayatul Mubtadiin Pondok Pesantren Lirboyo - Kediri dan MA
LIRBOYO KEDIRI
Tinggal
di Kota
Pasuruan
Dari
Indramayu,
Indramayu menulis:
Kalau
menurut sy kembali kpd depinisi Ardli dan apa saja yg terkatagori Ardli dan yg
tabi'/ pengikut ardli. Dan shalat di atas Ardli adalah kebalikan dari shalat
diatas tunggangan yg kalau zaman Nabi Saw adalah unta.
Komentarku
( Mahrus ali ):
Sebetulnya
para sahabat tidak mengenal apa devinisi ardhi itu, tapi mereka itu cukup ikut
kepada tindakan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam yang selalu menjalankan shalat wajib di tanah tanpa dikasih permadani atau
tikar. Merekapun berjamaah dengan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam tanpa alas. Tapi langsung ke tanah.
Rasulullah
Shallallahu alaihi wa sallam
Dalam
suau hadis dijelaskan:
حَيْثُمَا أَدْرَكَتْكَ الصَّلَاةُ
فَصَلِّ وَالْأَرْضُ لَكَ مَسْجِدٌ *
Dimana saja
kamu menjumpai waktu shalat telah
tiba , shalat lah dan bumi (( bukan sajadah, keramik atau karpet ) adalah tempat sujudmu Muttafaq alaih , Bukhori 811
وَإِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ عَنِ
السَّجْدَةِ الثَّانِيَةِ جَلَسَ وَاعْتَمَدَ عَلَى الْأَرْضِ ثُمَّ قَامَ
Bila bangun dari sujud kedua , Rasulullah SAW duduk
lalu bersandar ke tanah (( bukan sajadah, keramik atau karpet ) dan berdiri. Bukhori 781
Orang
sekarang di perintahkan untuk ikut Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam tentang shalat
langsung ke tanah, masih perlu mengutarakan devinisi ardhi itu apa? Nanti akan berlanjut bertanya devinisi shalat
, takbir, devinisi duduk tawarruk dan iftiras dll. Tujuannya untuk menanyakan
devinisi ardhi itu hanyalah untuk
mencari jalan di perkenankan menjalankan shalat
dengan karpet.
Pada
hal memperkenankan atau melarang
shalat di karpet bukan hak kita
tapi adalah hak utusan Allah. Beliaulah yang lebih paham tentang hal itu. Kita
ini sangat bodoh sekali. Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam sudah meninggal dunia , takkan hidup
lagi didunia untuk dimintai keterangan
tentang hal itu. Jangan berharap hal itu, tapi kajilah sunnahnya . Beliau
meninggalkan tuntunan banyak, diantaranya
tentang shalat wajib di tanah.
Beliau telah mencontohkan shalat wajib
dan sunah dengan jelas sekali, tiada kesamaran baginya. Malamnya bagaikan
siang.
Dalam surat Al-Ma'idah:3 Allah juga menegaskan:
الْيَوْمَ
أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ
الْإِسْلَامَ دِينًا
“Hari
ini Aku telah sempurnakan bagimu agamamu dan Aku telah cukupkan bagimu
nikmat-Ku dan aku telah meridlai Islam sebagai agamu untukmu.
تَرَكْتُ
فِيْكُمْ أَمْرَيْنِ مَا إِنْ تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا لَنْ تَضِلُّوا بَعْدِي
كِتَابَ اللهِ وَسُنَّتِي
“Aku tinggalkan 2 perkara jika kamu berpegang teguh kepada keduanya kamu tidak akan sesat setelah aku selamanya
ialah Kitab Allah (al-Quran) dan Sunnahku” (Membedah akar Bid ‘ah, Terjemah Asmuni
Solihan Zamakhsayi. Hal : 194. H.R. Malik).
Ketika shalat
wajib beliau menjalankan tanpa tikar tapi langsung ke tanah. Dan
ketika shalat sunat, beliau kadang menggunakan tikar atau
khumrah. Tirulah , jangan menyelisihinya untuk bikin tata cara shalat baru yaitu shalat wajib di karpet atau keramik.
. وَقَدْ رُوِيَ أَنَّ عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ مَهْدِيٍّ لَمَّا
قَدِمَ الْمَدِينَةَ بَسَطَ سَجَّادَةً فَأَمَرَ مَالِكٌ بِحَبْسِهِ فَقِيلَ لَهُ
: إنَّهُ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مَهْدِيٍّ فَقَالَ : أَمَا عَلِمْت أَنَّ بَسْطَ
السَّجَّادَةِ فِي مَسْجِدِنَا بِدْعَةٌ .
Sungguh
telah di kisahkan bahwa Abd rahman bin Mahdi ketika datang ke Medinah menggelar
sajadah , lalu Imam Malik memerintah agar di tahan ( dipenjara ) . Di katakan
kepadanya : “ Dia adalah Abd Rahman bin mahdi “
Imam
Malik menjawab :” Apakah kamu tidak mengerti bahwa menggelar
sajadah dimasjid kami adalah bid`ah “.
Ust.
Abulwafa Romli
menyatakan lagi:
Dan
shalat di atas Ardli adalah kebalikan dari shalat diatas tunggangan yg kalau
zaman Nabi Saw adalah unta.
Komentarku
( Mahrus ali ):
Itulah
olah orang yang ingin memperkenankan shalat wajib dikarpet dan tidak sami`na wa
atho`na mengikuti tuntunan yang ada- tapi ingin meng ada – ada tuntunan.
Mengapa tidak di katakan: Shalat di tanah
itu sebagai kebalikan shalat di
karpet. Dan siapa yang memperbolehkan
shalat wajib di tunggangan atau
kendaraan ?
Saya tidak berani memperkenankannya karena tidak
memiliki dalilnya.
فتح الباري لابن رجب - (ج 3 / ص 150)
الْمُرَادُ مِنْ هَذَا اْلحَدِيْثِ
هَاهُنَا : أَنَّ النَّبِيَّ - صلى الله عليه وسلم - لَمْ يَكُنْ يُصَلِّي
اْلمَكْتُوْبَةَ إِلاَّ عَلَى اْلأَرْضِ مُسْتَقْبِلَ اْلقِبْلَةِ ، فَأَمَّا
صَلاَةُ الْفَرِيْضَةِ عَلَى اْلأَرْضِ فَوَاجِبٌ لاَ يَسْقُطُ إِلاَّ فِي صَلاَةِ
شِدَّةِ اْلخَوْفِ ، كما قال تعالى: { فَإِنْ خِفْتُمْ فَرِجَالاً أَوْ رُكْبَاناً
} [البقرة :239] .
Ibnu
Rajab berkata dalam kitab Fathul bari
150/3 sbb:
Maksud
hadis tsb ( hadis Nabi turun dari kendaraan ketika menjalankan salat wajib )
adalah sesungguhnya Nabi SAW tidak akan menjalankan salat wajib kecuali di
tanah dengan menghadap kiblat. Untuk menjalankan salat fardhu di atas tanah (
langsung bukan di sajadah atau keramik ) adalah wajib kecuali dalam salat waktu
peperangan atau keadaan yang menakutkan sebagaimana firman Allah taala sbb:
Jika
kamu dalam keadaan takut (bahaya), maka shalatlah sambil berjalan atau
berkendaraan.
Ust.
Abulwafa Romli
menyatakan lagi:
Cuma persoalannya memang yg lebih utama adalah
sujud langsung di tanah. Sdg sujud di tikar atau sajadah adalah sah.
Komentarku
( Mahrus ali ):
Kemarin
sudah saya jawab sbb:
Anda menyatakan bahwa shalat di
tanah itu lebih afdhal ketimbang beralas,
seolah masih membolehkan shalat di sajadah tanpa dalil tapi akal – akalan. Bila benar boleh, maka anda
tidak akan menjumpai dalil yang membolehkannya. Dan Rasulullah
Shallallahu alaihi wa sallam selama
hidupnya tidak pernah menjalankan shalat
dengan tikar sekalipun sekali
saja bukan dua atau tiga.
Akhirnya mereka pilih
shalat di sajadah sekalipun menyelisihi
tuntunan shalat dan cocok dengan
tontonan shalat di masarakat. Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dan para sahabatnya tidak pernah menjalankan shalat wajib di sajadah, tapi terus di tanah tanpa
tikar. Umatnya di seluruh negri sekarang karena pendapat tersebut tidak pernah menjalankan shalat
jamaah di tanah dengan sandal. Bahkan masjid – masjidnya di karpet semua, tidak ada yang berlantai
tanah seperti masjid Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam . Silahkan
membangun masjid dengan baik, tapi tempat sujudnya jangan di karpet.
Ust. Abulwafa Romli
Cuma persoalannya memang yg
lebih utama adalah sujud langsung di tanah. Sdg sujud di tikar atau sajadah
adalah sah.
Komentarku ( Mahrus ali ):
Kemarin sudah di jawab
tentang hal itu :
Perlu
di ketahui, istilah sah shalat atau tidak sah itu bukan perkataan Nabi
Shallallahu alaihi wa sallam atau dari Allah. Itu istilah ahli fikih yang
modalnya hanya pendapat manusia bukan
utusan Allah atau Allah sendiri. Ia pendapat manusia untuk manusia. Pada hal masalah agama adalah ajaran dari Allah untuk manusia bukan
ajaran manusia untuk Allah.
Saya
ingat ayat:
أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهُمْ مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ
يَأْذَنْ بِهِ اللهُ وَلَوْلاَ كَلِمَةُ الْفَصْلِ لَقُضِيَ بَيْنَهُمْ وَإِنَّ
الظَّالِمِينَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيم
Apakah mereka mempunyai sekutu - sekutu selain Allah yang
mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah? Sekiranya tak ada
ketetapan yang menentukan (dari Allah) tentulah mereka telah dibinasakan. Dan
sesungguhnya orang-orang yang zalim itu akan memperoleh azab yang amat
pedih. Syura 21
فَاسْتَمْسِكْ بِالَّذِي
أُوحِيَ إِلَيْكَ إِنَّكَ عَلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ
Maka berpegang teguhlah kamu kepada agama yang telah diwahyukan
kepadamu. Sesungguhnya kamu berada di atas jalan yang lurus.
Istilah hadis bukan istilah fikih dalam hal
ini adalah shalat itu mengikuti tuntunan atau menyelisihinya,
bid`ah atau sunnah. Dalam hadis tidak ada istilah sah salatnya atau tidak.
Bukan sah atau tidak. Yang
terahir ini adalah budaya kalangan ulama fikih
Ust.
Abulwafa Romli menulis lagi:
Ketika
sy mengambil yg afdlal adalah utama bagi sy, tapi sy tdk menyalahkan yg tdk
afdlal seperti sujud di atas karpet. Seperti terkait lauk, yg utama (sayyidul
udum) adalh daging dan sy suka daging dgn tdk menyalahkan yg lauk tempe atau krupuk.
Komentarku
( Mahrus ali ):
Ust.
Abulwafa Romli
menyatakan tanpa dalil sedikitpun, seluruhnya adalah akal – akalan . Dan agama
bukan akal – akalan tapi dalil yang dikedepankan. Akal – akalan dalam hal ini taruhlah di belakang punggung. Jangan
hadis dan al Quran di taruh di belakang
punggung lantas akal – akalan di taruh di muka. Ini adalah kekeliruan yang
nyata bukan kebenaran yang samar. Ingatlah ayat :
وَإِذْ أَخَذَ
اللهُ مِيثَاقَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ لَتُبَيِّنُنَّهُ لِلنَّاسِ وَلاَ
تَكْتُمُونَهُ فَنَبَذُوهُ وَرَاءَ ظُهُورِهِمْ وَاشْتَرَوْا بِهِ ثَمَنًا
قَلِيلاً فَبِئْسَ مَا يَشْتَرُونَ
Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil janji dari
orang-orang yang telah diberi kitab (yaitu): "Hendaklah kamu menerangkan
isi kitab itu kepada manusia, dan jangan kamu menyembunyikannya." Lalu
mereka melemparkan janji itu ke belakang punggung mereka dan mereka menukarnya
dengan harga yang sedikit. Amatlah buruk tukaran yang mereka terima.[1]
Ust.
Abulwafa Romli menulis lagi:
Apalagi meskipun Nabi Saw dlm shalat wajib tdk
pernah sujud di atas tikar, seperti kata Kiai, tapi juga Nabi Saw tdk pernah
melarangnya. Inilah pendapat sy, dan kalau sekedar untk amal pribadi sy tdk
menyalahkan beliau KH Mahrus Ali.
Komentarku
( Mahrus ali ):
Bila
Nabi Shallallahu alaihi wa sallam tidak melarangnya , apakah Nabi Shallallahu
alaihi wa sallam memperbolehkan shalat wajib di sajadah? . Bila tidak ada hadis yang memperbolehkan , menga[a
anda berani memperbolehkan shalat wajib
di sajadah atau karpet.
Tiada
larangan itu bukan dalil untuk memperbolehkan shalat wajib di sajadah.
Tapi
bila orang pernah mengaji ushul fikih pasti ngerti bahwa ada larangan secara
simbolik . Yaitu hadis sbb:
حَيْثُمَا أَدْرَكَتْكَ الصَّلَاةُ
فَصَلِّ وَالْأَرْضُ لَكَ مَسْجِدٌ *
Dimana saja
kamu menjumpai waktu shalat telah
tiba , shalat lah dan bumi (( bukan sajadah, keramik atau karpet ) adalah tempat sujudmu Muttafaq alaih , Bukhori 811
Kalimat
fa sholli adalah fi`il amar – perintah, harus di taati , jangan sampai
menyelisihinya dengan melakukan shalat
di sajadah atau tikar.
اْلأَمْرُ
بِالشَّيْءِ نَهْيٌ عَنْ ضِدِّهِ
Perintah
sesuatu adalah larangan untuk mengerjakan lawannya . [5]
Bila
kita di perintahkan untuk melakukan salat di tanah langsung , maka sudah tentu
kita harus taat dan menjalankannnya dan kita tidak boleh melakukan salat
di atas karpet , koran , tegel atau marmer . Menurut kaidah itu adalah haram ,.
Karena itu ber hati- hatilah dlm melaksanakan salat agar sesuai dengan
tuntunan sekalipun akan menjadi tontonan . Biasanya orang yang
menjalankan salat di atas tanah langsung akan menjadi tontonan banyak orang.
Tapi bila menjalankan kebid`ahan yaitu salat wajib di karpet di
anggap baik bahkan lebih tepat . Ini karena kebodohan belaka dan tidak
mengerti hakikat perbuatan Rasul dlm masalah salat .
Ada
hadis lagi yang mengisaratkan agar melakukan salat di tanah sbb :
وَصَلُّوا
كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي
Dan
lakukanlah salat sebagaimana kamu melihat aku melakukannya
Shalat
wajib Rasulullah Shallallahu alaihi wa
sallam sudah tentu tanpa alas dan tidak
pernah mengenakan sajadah. Bila anda melakukan shalat dengan sajadah atau
karpet, jelas menyalahi hadis itu. Aneh sebagian orang berdalil dengan hadis itu untuk shalat di karpet. Ini penyesatan terselubung untuk menentang kebenaran yang
terang benderang – yaitu shalat di tanah
yang diketahui seluruh sahabat.
Ust.
Abulwafa Romli menulis lagi :
Karena
ketika pendapat beliau diterapkan untk umum, mk bagaimana dgn shalat kaum
muslim di seluruh dunia termasuk di masjid Alharam Mekkah dan masjid Annabawi
Medinah, apakah krn di atas permadani/ marmer shalatnya tdk shah? Jadi
kesimpulan sy pendapat beliau itu syarat afdlaliyah, bkn syarat in'iqad/ sahnya
sujud.
Komentarku
( Mahrus ali ):
Seluruh
orang – orang yang menjalankan shalat
wajib di karpet, sekarang atau dulu, di masjidil haram atau di Bali, di
masjid Medinah atau di masjid Qudus Jateng tetap menyalahi tuntunan shalat wajib Rasulullah Shallallahu alaihi wa
sallam dan para sahabatnya. Apakah saya katakan dengan dusta bukan
dengan kejujuran bahwa shalat mereka cocok, tepat dan pas dengan tuntunan
shalat wajib Rasulullah Shallallahu
alaihi wa sallam dan jamaahnya. Kalau
berkata demikian maka saya ini pendusta
yang berbahaya bukan orang jujur yang bermanfaat kepada umat mulai dulu hingga sekarang. Saya
ingat ayat:
] يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلاً
سَدِيداً، يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ
يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزاً عَظِيماً [
Artinya
: Hai orang-orang yang beriman,
bertaqwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya
Allah memperbaiki bagimu amal-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan
barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat
kemenangan yang besar. (Q.S
Kita
lihat realita shalat jamaah ahli id`ah
yang cepat – cepat, shafnya renggang, pakai qunut beda dengan shalat jamaah
Muhammadiyah dan salafy yang cukup lama, shafnya rapat dan tanpa kunut. Shalat jamaah Syi`ah yang pakai batu karbela,
kunutnya sebelum rukuk baik waktu subuh atau lainnya, salatnya di jamak sekaliun tidak berpergian beda
sekali dengan tata cara shalat ahli
sunnah baik ahli bid`ah atau ahlis sunnahnya. Seluruhnya pakai karpet.
Tata cara shalat yang beda – beda
menjadi beberapa macam, pada hal tuntunan Rasulullah Shallallahu alaihi wa
sallam dan saabatnya hanyalah satu bukan
dua atau tiga.
Masjid
ahli bid`ah dengan pakai beduk, kentong,
pakai syairan ketika selesai adzan dan sebelumnya, pakai tongkat khatib, mimbar
yang bagus . Biasanya dimuka
mihrabnya ada makam / kuburan. Dan sebelum
masjid ada kubangan air untuk cuci kaki. Untuk masjid di Saudia, Muhammadiyah atau
salafy tanpa tongkat khatib, tanpa beduk, kentongan. Mimbarnya tanpa tangga
tiga kecuali di masjidil haram atau Medinah, biasanya di dekat masjid tidak ada kuburannya. Pada hal masjid Rasulullah Shallallahu alaihi wa
sallam satu yang layak di contoh tanpa
tongkat, kubangan air, mimbarnya bertangga tiga, lantainya di biarkan tanah, tanpa beduk , kentongan .
Jadi masjid di Medinah, Mekkah, di Indonesia dan di seluruh dunia sudah
menyelisihi masjid Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam .
Saya tidak mempermasalahkan bangunan masjid yang
baik atau jelek, tapi lantainya hendaknya dibiarkan tanahkarena bumilah tempat
sujud bukan karpet. Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersada:
وَجُعِلَتْ
لِيَ الْأَرْضُ مَسْجِدًا وَطَهُورًا فَأَيُّمَا رَجُلٍ أَدْرَكَتْهُ الصَّلَاةُ فَلْيُصَلِّ
Bumi
di jadikan tempat sujud dan alat suci (
untuk tayammum )Setiap lelaki yang menjumpai waktu salat , salat lah ( di tempat itu ) ………( HR
Bukhori /Tayammum/ 335. Muslim / Masajid dan tempat salat /521 )
Ibnul
Qayyim Al Jauziyah ( 691-751H ) berkata:
وَلَمْ يُصَلِّ
عليه السلام عَلَى سَجَادَةٍ قَطُّ وَلَاكَانَتِ السَّجَادَةُ تُفْرَشُ
بَيْنَ يَدَيْهِ بَلْ كَانَ يُصَلِّي عَلَى اْلأَرْضِ وَرُبَّمَا سَجَدَ
فِي الطِّيْنِ
Rasulullah
saw tidak menjalankan salat dengan sajadah, juga tidak pernah sajadah di gelar
dimukanya, tapi beliau sujud di tanah, terkadang dilumpur
Imam
Suyuthi berkata:
وَرَوَى ابْنُ أَبِي شَيْبَةَ عَنْ
عُرْوَةَ وَغَيْرِهِ أَنْ كَانَ يَكْرَهُ الصَّلَاةَ عَلَى شَيْءٍ دُوْنَ
اْلأَرْضِ
Ibnu
Abi Syaibah dari Urwah dll tidak senang menjalankan salat kecuali diatas tanah
Muhammad
bin Hasan bin Farqad assyibani,lahir 132, wafat 189 berkata:
وَقَالَ جُعِلَتْ ليِ اْلأَرْضُ
مَسْجِداً وَطَهُوْراً ثُمَّ مَا سِوَى التُّرَابِ مِنَ اْلَأرْضِ أُسْوَةُ
التُّرَابِ فِي كَوْنِهِ مَكَانَ الصَّلَاةِ فَكَذَلِكَ فِي كَوْنِهِ طَهُوْراً
وَبَيَّنَ أَنَّ الله يَسَّرَ عَلَيْهِ وَعَلَى أُمَّتِهِ وَقَدْ تُدْرِكُهُ
الصَّلَاةُ فِي غَيْرِ مَوْضِعِ التُّرَابِ كَمَا تُدْرِكُهُ فِي مَوْضِعِ
التُّرَابِ فَيَجُوْزُ التَّيَمُّمُ بِاْلكُلِّ تَيْسِيْراً.
Bumi
di jadikan untukku sebagai tempat sujud dan suci ……….. selain debu yaitu bumi
ikut saja kepada debu boleh di buat tempat salat, dan bisa di buat tayammum.
Hadis tsb menerangkan bahwa Allah memberikan kemudahan kepada Rasulullah saw
dan umatnya bila menjumpai waktu salat di tempat yang tiada debunya sebagaimana
menjumpainya di tempat berdebu, boleh tayammum di keduanya untuk memudahkan
Muhammad
bin Ali bin Muhammad Assyaukani 1173, wafat 1250 berkata:
قَالَ الدَّاوُدِي وَاْبنُ التِّيْنِ:
وَالْمُرَادُ أَنَّ اْلَأرْضَ جُعِلَتْ لِلنَّبِي صلى الله عليه وآله وسلم
مَسْجِداً وَطَهُوْراً وَجُعِلَتْ لِغَيْرِهِ مَسْجِداً وَلَمْ تُجْعَلْ لَهُ
طَهُوْراً لِأَنَّ عِيْسَى كَانَ يَسِيْحُ فِي اْلأَرْضِ وَيُصَلِّي حَيْثُ
أَدْرَكَتْهُ الصَّلَاةُ، وَقِيْلَ: إِنَّمَا أُبِيْحَ لَهُمْ مَوْضِعٌ
يَتَيَقَّنُوْنَ طَهَارَتَهُ، بِخِلَافِ هَذِهِ اْلأُمَّةِ فَإِنَّهُ أُبِيْحَ لَهُمْ
التَّطَهُّرُ وَالصَّلَاةُ إِلَّا فِيْمَا تَيَقَّنُوا نَجَاسَتَهُ،
Dawudi
dan Ibnuttin berkata: Bumi dijadikan untuk Nabi saw sebagai tempat sujud dan
bisa di buat tayammum. Untuk lainnya dibuat masjid tapi tidak bisa untuk
tayammum, karena nabi Isa as berkeliling ke bumi dan melakukan salat di bumi
mana saja asal waktu salat telah tiba. Di katakan: Mereka boleh melakukan salat
di tempat yang mereka yakin kesuciannya. Berlainan dengan umat ini,
diperbolehkan bertayammum dan melakukan salat kecuali di tempat yang di yakini
najis.
مَا رُوِيَ عَنْ عُمَرَ بْنِ عَبْدِ
اْلعَزِيْزِ أَنَّهُ كَانَ يُؤْتىَ بِتُرَابٍ فَيُوْضَعُ عَلىَ الْخُمْرَةِ
فَيَسْجُدُ عَلَيْهِ
Diriwayatkan
dari Umar bin Abd Aziz bahwa debu di datangkan lalu di taruh diatas khumroh (
sajadah untuk wajah ), lalu beliau melakukan sujud padanya
Bersambung……………
Artikel Terkait
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan