Ibnu
Ahmad
21
Oktober 2014
Mohon
ulasanya untuk masyayikh disini ,dimana akhir-akhir ini muncul fatwa-fatwa
kontraversi dari mbah yai Mahrus Ali Ali
Ulama
Salaf Atha` bin Abi Rabah mewajibkan salat di tanah dan mengharamkan salat di
sajadah
فَقَدْ نَقَلَ ابْنُ حَزْمٍ فِي
الْمُحَلَّى عَنْ عَطَاءِ بْنِ أَبِي
رَبَاحٍ : أَنَّهُ لاَ يَجُوزُ
الصَّلاَةُ فِي مَسْجِدٍ إلاَّ عَلَى اْلأَرْضِ
Sungguh
Ibnu Hazem ( lahir 353 , wafat 456 H ) dalam kitab Al Muhalla telah mengutip
pernyataan Atho` bin Abu Robah haram melakukan salat di masjid kecuali diatas
tanah
Menjelang
wafat , Rasulullah saw masih tetap melakukan salat di atas tanah sebagaimana
hadis sbb : Aisyah ra berkata :
لَمَّا ثَقُلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَاشْتَدَّ بِهِ وَجَعُهُ اسْتَأْذَنَ أَزْوَاجَهُ فِي أَنْ
يُمَرَّضَ فِي بَيْتِي فَأَذِنَّ لَهُ فَخَرَجَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ بَيْنَ رَجُلَيْنِ تَخُطُّ رِجْلاَهُ فِي اْلأَرْضِ بَيْنَ عَبَّاسٍ وَرَجُلٍ
آخَرَ
Ketika
sakit parah,Nabi saw, minta izin kepada istri-istri beliau agar di rawat di
rumah ku ,lalu mereka memberikan izin padanya . Beliau keluar bersandar
diantara dua orang ,kedua kakinya menyeret ditanah ( tanah masjid ) antara
Abbas dan lelaki lain ( Ali bin Abu Tholib )
Beliau
membid'ahkan sholat diatas sajadah bahkan sholatnya tidak sah.
Babanya
Shofia aktivis di Islamweb menulis:
Maaf
saya lama off dari FB, jadi baru nanggapi.
Kutipan
yag disebut Ibnu Taimiyyah di atas memang ada di Muhallanya Ibnu Hazm. Dan ini
cukup terkenal dari 'Atha'. Pengertian "ardh" di situ juga memang
"tanah".
Shalat
di atas tanah (tanpa sajadah) itu memang tradisi Rasulullah dan ulama Salaf.
Dan itu memang lebih afdhal ketimbang beralas. Sebagian Salaf bahkan tetap
menaruh tanah di atas tikar (walaupun lantainya beralas), atau menaruh tanah di
bagian muka (walaupun bagian tangannya beralas).
Mungkin
hal in kurang terkenal di zaman sekarang, karena budaya shalat di atas sajadah
dan karpet sudah sangat merata.
Sebagian
ulama (semisal 'Atha' RH) juga tidak membolehkan shalat dengan alas. Tetapi
sebatas yang saya tahu hanya sampai pada tingkat "melarang", tidak
sampai menyatakan shalatnya tidak sah seperti kata Pak Kyai Mahrus di atas.
Komentarku
( Mahrus ali ):
Saya
ucapkan terima kasih kepada Ustadz Babanya Shofia Ibnu Ahmad yang menyatakan
bahwa shalat di tanah itu lebih afdhal ketimbang beralas, seolah masih
membolehkan shalat di sajadah tanpa dalil tapi akal – akalan. Bila benar
boleh, maka anda tidak akan menjumpai dalil yang membolehkannya.
Dan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam selama hidupnya tidak pernah
menjalankan shalat dengan tikar sekalipun sekali saja bukan dua
atau tiga.
Namun
bila anda melarang shalat wajib di tikar, maka anda akan cocok dengan
prilaku Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dan para sahabatnya
pada tiap shalat berjamaah.
فَإِذَا قَالَ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ
حَمِدَهُ لَمْ يَحْنِ أَحَدٌ مِنَّا ظَهْرَهُ حَتَّى يَضَعَ النَّبِيُّ صَلَّى
الله عليه وَسَلَّمَ جَبْهَتَهُ عَلَى الْأَرْض
Bila
Rasulullah SAW membaca سَمِعَ
اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ
, maka seseorang diantara kami tidak akan menundukkan punggungnya hingga Nabi
SAW meletakkan dahinya di atas tanah ( bukan sajadah, keramik atau
karpet ) Bukhori 3172
وَإِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ عَنِ
السَّجْدَةِ الثَّانِيَةِ جَلَسَ وَاعْتَمَدَ عَلَى الْأَرْضِ ثُمَّ قَامَ
Bila
bangun dari sujud kedua , Rasulullah SAW duduk lalu bersandar
ke tanah (( bukan sajadah, keramik atau karpet ) dan berdiri.
Bukhori 781
حَيْثُمَا أَدْرَكَتْكَ الصَّلَاةُ
فَصَلِّ وَالْأَرْضُ لَكَ مَسْجِدٌ *
Dimana
saja kamu menjumpai waktu shalat telah tiba , shalat lah dan bumi
(( bukan sajadah, keramik atau karpet ) adalah tempat sujudmu Muttafaq
alaih , Bukhori 811
Terus
apakah boleh menjalankan ibadah tanpa dalil? Jelas tidak boleh, haram hukumnya
dan wajib ibadah dengan dalil. Allah berfirman:
وَلاَ تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ
عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ
مَسْئُولاً
Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mengetahui dalilnya .
Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta
pertanggungan jawabnya. Al isra` 36.
Di
saat tahlilan di bid`ahkan, tidak dikatakan nyunnah, dibenci, pelakunya
dikatakan ahli bid`ah bukan ahlis sunnah. Alasannya karena tiada dalilnya. Tapi
aneh ketika shalat bersajadah yang bid`ah membudaya di kalangan
mereka yang suka membid`ah - bid`ahkan, lalu mereka sekarang membela
shalat wajib dengan sajadah yang bid`ah itu. Tidak mau dikatakan bahwa
shalat wajib dengan sajadah itu bid`ah yang tertolak. Dan mereka
sendiri tidak mau dikatakan ahli bid`ah. Malah masih mengaku ahlis
sunnah. Sekalipun masalah salatnya saja sudah menyelisihi Rasulullah
Shallallahu alaihi wa sallam . Belum masalah lainnya.
. وَقَدْ رُوِيَ أَنَّ عَبْدَ الرَّحْمَنِ
بْنَ مَهْدِيٍّ لَمَّا قَدِمَ الْمَدِينَةَ بَسَطَ سَجَّادَةً فَأَمَرَ مَالِكٌ
بِحَبْسِهِ فَقِيلَ لَهُ : إنَّهُ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مَهْدِيٍّ فَقَالَ : أَمَا
عَلِمْت أَنَّ بَسْطَ السَّجَّادَةِ فِي مَسْجِدِنَا بِدْعَةٌ .
Sungguh
telah di kisahkan bahwa Abd rahman bin Mahdi ketika datang ke Medinah menggelar
sajadah , lalu Imam Malik memerintah agar di tahan ( dipenjara ) . Di katakan
kepadanya : “ Dia adalah Abd Rahman bin mahdi “
Imam
Malik menjawab :” Apakah kamu tidak mengerti bahwa menggelar
sajadah dimasjid kami adalah bid`ah “.
Aneh sekali, tahlilan bid`ah karena tiada dalilnya. Shalat
bersajadah di masjid juga bid`ah karena tiada dalilnya. tapi prilaku mereka
berbalik seratus delapan puluh derajat. Yaitu membela shalat bersajadah.
Inilah agama Islam yang di dasari nafsu bukan dalil. Nasionalisme saja kalau
landasannya nafsu di anggap buruk, apalagi agama. Agama itu harus
berdalil, haram membuang dalil untuk ikut nafsu masarakat. Allah berfirman:
قُلْ هَاتُوا بُرْهَانَكُمْ إِنْ
كُنْتُمْ صَادِقِينَ
Katakanlah:
"Unjukkanlah bukti kebenaranmu, jika kamu memang orang-orang yang
benar". Namel 64
Di
ayat lain, Allah menyatakan:
أَمْ لَكُمْ سُلْطَانٌ
مُبِينٌ(156)فَأْتُوا بِكِتَابِكُمْ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ
Atau
apakah kamu mempunyai bukti yang nyata? Maka bawalah kitabmu jika kamu memang
orang-orang yang benar. Shoffat.
Bila
anda menyatakan bahwa shalat di tanah afdhol saja, bukan kewajiban. Akhirnya
umat cari yang paling mudah dan enak, tidak akan mereka memilih shalat
yang cocok dengan tuntunan di tanah tanpa alas. Sebab mereka punya
anggapan bahwa shalat di sajadah boleh , untuk apa
shalat di tanah.
Akhirnya
mereka pilih shalat di sajadah sekalipun menyelisihi tuntunan
shalat dan cocok dengan tontonan shalat di masarakat.
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dan para sahabatnya
tidak pernah menjalankan shalat wajib di sajadah, tapi terus di tanah
tanpa tikar. Umatnya di seluruh negri sekarang karena pendapat tersebut
tidak pernah menjalankan shalat jamaah di tanah dengan
sandal. Bahkan masjid – masjidnya di karpet semua, tidak ada yang
berlantai tanah seperti masjid Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam .
Silahkan membangun masjid dengan baik, tapi tempat sujudnya jangan di karpet.
Mereka
yang ngaku ahlis sunnah paling benar anti bid`ah tahlilan, lalu terjerumus
sendiri dalam kebid`ahan yang lebih parah, bukan bid`ah ringan, tapi bid`ah –
menyelisihi Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dan para sahabat
dalam masalah shalat jamaah wajib. Mereka cocok dengan shalat para
tokoh – tokohnya yang hakikatnya ahli bid`ah, tapi ngaku ahlis sunnah.
Mereka
enggan, bahkan tidak pernah menjalankan shalat di tanah dengan mengenakan
sandal sebagaimana yang dilakukan oleh tokoh – tokohnya yang tidak pernah
mengikuti tuntunan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dalam
masalah shalat .
Akhirnya
tuntunan shalat yang asli dari Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam
yaitu shalat langsung di tanah ditinggalkan untuk menegakkan shalat tuntunan
guru – gurunya yang jelas beda dengan shalat Rasulullah Shallallahu
alaihi wa sallam.
Anda
menyatakan :
Sebagian
ulama (semisal 'Atha' RH) juga tidak membolehkan shalat dengan alas. Tetapi
sebatas yang saya tahu hanya sampai pada tingkat "melarang", tidak
sampai menyatakan shalatnya tidak sah seperti kata Pak Kyai Mahrus di atas.
Komentarku
( Mahrus ali ):
Shalat
yang diharamkan oleh Atha` masih dianggap sah menurut Imam Atha`. Mestinya
tidak sah karena diharamkan. Dan sah karena di perbolehkan. Ini logika orang
waras dan merdeka , bukan orang waras yang kena virus sektarian. Akhirnya
pendapatnya hanya terkendali dengan rantai – rantai sekte itu. Dan sulit
sekali untuk mematahkan rantai itu. Bahkan tambah hari, tambah bulan dan tahun,
belenggu itu semakin kuat kecuali orang yang mau lepas dari sektarian
lalu ingin mempelajari islam yang kaffah.
Perlu
di ketahui, istilah sah shalat atau tidak sah itu bukan perkataan
Nabi Shallallahu alaihi wa sallam atau dari Allah. Itu istilah ahli fikih yang
modalnya hanya pendapat manusia bukan utusan Allah atau Allah sendiri. Ia
pendapat manusia untuk manusia. Pada hal masalah agama adalah ajaran
dari Allah untuk manusia bukan ajaran manusia untuk Allah.
Saya
ingat ayat:
أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهُمْ
مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللهُ وَلَوْلاَ كَلِمَةُ الْفَصْلِ
لَقُضِيَ بَيْنَهُمْ وَإِنَّ الظَّالِمِينَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيم
Apakah
mereka mempunyai sekutu - sekutu selain Allah yang mensyariatkan untuk
mereka agama yang tidak diizinkan Allah? Sekiranya tak ada ketetapan yang
menentukan (dari Allah) tentulah mereka telah dibinasakan. Dan sesungguhnya
orang-orang yang zalim itu akan memperoleh azab yang amat pedih. Syura 21
فَاسْتَمْسِكْ بِالَّذِي أُوحِيَ
إِلَيْكَ إِنَّكَ عَلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ
Maka
berpegang teguhlah kamu kepada agama yang telah diwahyukan kepadamu.
Sesungguhnya kamu berada di atas jalan yang lurus.
Istilah hadis bukan istilah fikih dalam hal ini adalah shalat itu
mengikuti tuntunan atau menyelisihinya, bid`ah atau sunnah. Dalam
hadis tidak ada istilah sah salatnya atau tidak.
Bukan
sah atau tidak. Yang terahir ini adalah budaya kalangan ulama fikih
Babanya
Shofia Ibnu Ahmad menulis lagi : Bid'ah itu konteksnya agama (ibadah),
yaitu bila mengelar sajadah karena menganggap bahwa itu lebih mustahab, atau
karena menganggap bahwa tanah itu tidak suci. Ini pulalah konteks pembicaraan
Ibnu Taimiyyah dalam hal ini.
Komentarku
( Mahrus ali ):
Anda
menyatakan :
:
Bid'ah itu konteksnya agama (ibadah),
Saya
katakan: Apakah shalat itu bukan ibadah. Bila ia ibadah, maka harus
ada tuntunannya. Bila shalat dilakukan tanpa tuntunan dari
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam maka dikatakan menyalahi tuntunan
shalat. Dan ini bertentangan dengan hadis:
وَصَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي
أُصَلِّي
Dan
lakukanlah salat sebagaimana kamu melihat aku melakukannya . Muttafaq
alih , Bukhori 631
Anda
bilang :
yaitu
bila mengelar sajadah karena menganggap bahwa itu lebih mustahab,
Saya
( Mahrus ali ) menjawab
Bila
orang menganggap sajadah itu lebih mustahab baru dikatakan bid`ah. Bila
mengenakan sajadah tanpa anggapan seperti itu masih dikatakan sunnah
gitu?
Inilah
yang salah paham dengan pernyataan Imam Malik yang menyatakan bahwa
sajadah secara mutlak dalam shalat adalah bid`ah.
Anda
menyatakan lagi:
atau
karena menganggap bahwa tanah itu tidak suci. Ini pulalah konteks pembicaraan
Ibnu Taimiyyah dalam hal ini.
Saya
( Mahrus ali ) menjawab
Bila
dia menganggap tanah tidak suci, baru di annggap bid`ah, maka saya
katakan bukan bid`ah lagi tapi bertentangan dengan dalil dalam
hadis sbb:
وَجُعِلَتْ لِيَ الْأَرْضُ مَسْجِدًا
وَطَهُورًا فَأَيُّمَا رَجُلٍ أَدْرَكَتْهُ الصَّلَاةُ فَلْيُصَلِّ
Bumi
di jadikan tempat sujud dan alat suci ( untuk tayammum )Setiap
lelaki yang menjumpai waktu salat , salat lah (
di tempat itu ) ………( HR Bukhori /Tayammum/ 335. Muslim / Masajid dan tempat
salat /521 )
Mungkin
anda menganggap tanah sebagai tempat sujud itu tidak termasuk ibadah tapi
di masukkan ke sarana. Maka saya jawab: Dalam hal ini adalah tanah adalah
termasuk sarat sujud dalam shalat wajib karena ittiba` pada
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Bila sujud di kasur, dipan, meja atau
karpet, maka dikatakan bid`ah yang tertolak bukan sunnah yang diterima.
Kita ikut saja hadis dan kita jangan menyelisihinya, lihatlah hadis sbb:
"مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا
لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ" رَوَاهُ الْبُخَارِي وَمُسْلِمٌ،
Barang
siapa yang bikin perkara baru dalam urusan kami ini yang tidak termasuk di
dalamnya maka tertolak . HR Bukhari dan Muslim .
Sujud di karpet itu juga bertentangan dengan hadis :
وَصَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي
أُصَلِّي
Dan
lakukanlah salat sebagaimana kamu melihat aku melakukannya [6]
Kita
perlu merenungkan hadis ini:
قَالَ فِي الرَّجُلِ يُسَوِّي
التُّرَابَ حَيْثُ يَسْجُدُ قَالَ إنْ كُنْت فَاعِلاً فَوَاحِدَةً
Rasulullah saw, bersabda tentang
seorang lelaki yang meratakan debu di tempat sujudnya . Beliau bersabda :
“Bila kamu harus melakukannya cukup sekali “.
Abu
Said AlKhudri ra berkata :
جَاءَتْ سَحَابَةٌ فَمَطَرَتْ حَتَّى
سَالَ السَّقْفُ وَكَانَ مِنْ جَرِيدِ النَّخْلِ فَأُقِيمَتِ الصَّلَاةُ
فَرَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْجُدُ فِي
الْمَاءِ وَالطِّينِ حَتَّى رَأَيْتُ أَثَرَ الطِّينِ فِي جَبْهَتِهِ *
Ada awan lalu menurunkan hujan hingga air mengalir dari atap yang terdiri dari
pelepah kurma
.
Qamat di bacakan ,aku melihat Rasulullah SAW bersujud ditanah yang
berair,aku melihat tanahnya menempel ke dahinya .Muttafaq alaih
Babanya
Shofia menulis lagi: Ibnu Taimiyyah mengutipkan pembid'ahan itu dari Imam
Malik. Kalau tidak salah ingat, hal senada juga pernah saya baca dari seorang
ulama Salaf. Berikut kutipan selanjutnya dari kalangan senior madzhab maliki:
قال ابن حبيب: وأَحَبُّ إليَّ أَنْ
يتواضع المصلي بالسجود ووضع الكعبين على الأرض، أو ما تنبته الأرض من الحصر، ويدع
البسط والمصليات ونحوها في ذلك، ولولا أن ذلك أقرب إلى التقوى ما مضى الأمر على
تحصيب المسجدين وتحصير غيرهما بالحصر , ولو كان غير ذلك أحسن، لفرشها أهل الطول
بأفضل ذلك، وَلا بَأْسَ أَنْ يقف عليها ويجلس، ولو صَلَّى في بيت غيره، أو بموضع
لم يمكنه ذلك، فلا بأس إن سجد عليها، وليس الأمر في ذلك بضيق، وقد جاء فيه بعض
الرخصة، وأما لحرٍّ أو بر فلا بأس بذلك.
ومن الْعُتْبِيَّة قال أشهب عن مالك:
إنه كره الصَّلاَة على البسط، أو على كساء أو ساج، أو ثوب قطن، أو كتان، ولا شيء
على من صَلَّى على ذلك، والصَّلاَة على التراب والجمر والخشبة أَحَبُّ إليَّ.
..
قال ابن حبيب: وأرخص مالك في قيام رمضان
في فرش الطنافس في المسجد للقيام عليها والجلوس؛ لطول الصَّلاَة ولْيَلِ الأرض
والحصير بوجهه ويديه. وكره فرشها في المسجد لغير القيام، إلاَّ في المصلى في
العيدين يتقى فيها أذى الأرض.
ومن المَجْمُوعَة قال ابن القاسم: كره
مالك أَنْ يسجد على البسط إلاَّ أَنْ يجعل عليها خُمرة أو حصيرًا
Komentarku
( Mahrus ali ):
Itulah
komentar pengikut Imam Malik terhadap perkataan dan prilaku Imam Malik
seperti Imam Malik memperbolehkan menggelar permadani di masjid hanya
untuk berdiri dan duduk, karena shalat tarawih sangat panjang………..
Seluruhnya
itu di sebut dalam kitab :
النوادر والزيادات على ما في المدونة من
غيرها من الأمهات
فقد قال في المدونة عنه: "وكان
مالك يكره أن يسجد الرجل على الطنافس وبسط الشعر والثياب والأدم، وكان يقول: لا
بأس أن يقوم عليها، ويركع عليها، ويقعد عليها، ولا يسجد عليها، ولا يضع كفيه
عليها".
Dalam
kitab al mudawwanah ada keterangan :
Imam
Malik tidak suka seorang lelaki bersujud pada permadani , hamparan
dari bulu, pakaian atau kulit. Beliau berkata: Boleh barang – barang itu dibuat
pijakan berdiri, rukuk, duduk . Tapi jangan dibuat sujud atau meletakkan kedua
tapak tangannya.
Kalimat
" tidak suka / karohah " ber arti haram menurut ulama
dulu.
لفظ الكراهة يطلق على المحرم
Lafadh
karahah di ucapkan untuk perkara yang diharamkan.
وقال أبو القاسم الخرقي فيما نقله عن
أبي عبد الله : ويكره أن يتوضأ في آنية الذهب والفضة ، ومذهبه أنه لا يجوز ، وقال
في رواية أبي داود : ويستحب أن لا يدخل الحمام إلا بمئزر له ، وهذا استحباب وجوب ،
وقال في رواية إسحاق بن منصور : إذا كان أكثر مال الرجل حراما فلا يعجبني أن يؤكل
ماله ، وهذا على سبيل التحريم .
Abul
Qasim al kharqi berkata dari kutipannya dari Abu Abdillah :Di
makruhkan ( tidak disukai ) berwudhu dengan bejana emas dan perak. Pada
hal madzhabnya ( Imam Ahmad ) haram / tidak boleh.
Al
kharqi menyatakan lagi menurut riwayat Abu Dawud : Di sunatkan agar masuk
pemandian dengan sarung. Dan istilah disunatkan ini adalah wajib.
Beliau
berakata ,,,,,. Menurut riwayat Ishak bin Mansur : Bila kebanyakan
harta seorang lelaki haram, maka aku tidak tertarik untuk di makan
hartanya. Maksud " aku tidak tertarik " adalah haram.
Kesimpulan:
1.Sungguh
Ibnu Hazem ( lahir 353 , wafat 456 H ) dalam kitab Al Muhalla telah mengutip
pernyataan Atho` bin Abu Robah haram melakukan salat di masjid kecuali diatas
tanah
2.Dan
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam selama hidupnya tidak pernah
menjalankan shalat dengan tikar sekalipun sekali saja bukan dua
atau tiga.
3.
Imam Malik menjawab :” Apakah kamu tidak mengerti bahwa
menggelar sajadah dimasjid kami adalah bid`ah “.
4.
Masjid – masjidnya di karpet semua, tidak ada yang berlantai tanah
seperti masjid Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam . Silahkan membangun
masjid dengan baik, tapi tempat sujudnya jangan di karpet.
5.
Perlu di ketahui, istilah sah shalat atau tidak sah itu bukan
perkataan Nabi Shallallahu alaihi wa sallam atau dari Allah. Itu istilah ahli
fikih yang modalnya hanya pendapat manusia bukan utusan Allah atau Allah
sendiri. Ia pendapat manusia untuk manusia
6.
tanah adalah termasuk sarat sujud dalam shalat wajib karena ittiba`
pada Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Bila sujud di kasur, dipan, meja
atau karpet, maka dikatakan bid`ah yang tertolak bukan sunnah yang
diterima.
7.
aku melihat Rasulullah SAW bersujud ditanah yang berair,aku melihat
tanahnya menempel ke dahinya
8.
Imam Malik tidak suka seorang lelaki bersujud pada permadani ,
hamparan dari bulu, pakaian atau kulit. Beliau berkata: Boleh barang –
barang itu dibuat pijakan berdiri, rukuk, duduk . Tapi jangan dibuat sujud atau
meletakkan kedua tapak tangannya.
Artikel Terkait
salat tanpa alas
- Salat di tanah ke 9
- salat tidak sah karena wudhunya tidak sah
- Salat di tanah fase ke 8 tentang salat berjamaah di masjid di karpet.
- Audio ke empat tentang salat di tanah
- Audio ke tiga tentang salat di tanah
- Hukum salat di lantai 2
- audio salat ditanah ke 1
- Masjid haram belum dikeramik tapi masih berupa tanah
- 4 klip audio tentang salat di tanah
- sms via WA
- Galang dana untuk masjid berlantai tanah
- Ringkasan kesimpulan dialog salat wajib di tanah.
- salat di tanah dg sepatu
- Salat di kapal
- Jawabanku untuk member grup WA ku
- Bantahan untuk Ust Aqsith ke tiga
- Jawabanku untuk Ust Aqsith yg kedua
- Tidak ada larangan bukan dalil
- Bantahan untuk Ust Aqsith
- Salat tanpa sajadah
- Salat di kapal
- Salat di tanah tdk termasuk sarat rukun salat
- Beda salat sunat dan wajib
- Penemu Dajjal .
- Hadis tentang salat di kapal
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan