Idrus
Ramli menyatakan lagi :
Pernyataan Mahrus Ali di atas sangat ekstrim. Menurutnya,
orang yang membagi bid’ah menjadi bid’ah hasanah dan sayyi’ah berdasarkan
pernyataan Sayyidina Umar adalah orang yang tidak mengerti agama, bahasa, dan
tidak menggunakan akal sehat. Mahrus Ali tahu bahwa yang membagi bid’ah menjadi
dua adalah para ulama besar, seperti al Imam Syafi’i, Ahmad bin Hanbal, Ibnu
Taimiyyah, dan lain-lain.[1]
Komentar
(Mahrus Ali):
Lihatlah,
Imam Ahmad disebut sebagai figur yang membagi bid’ah menjadi dua. Entah di manakah Imam Ahmad menyatakan bid’ah dibagi menjadi dua. Saya sendiri
belum menjumpai pernyataan tersebut di kitab-kitab karya beliau, tetapi kita
sekarang melihat sendiri bagaimana kebencian Imam Ahmad kepada ahi bid’ah, sebagai berikut:
وَقَالَ أَحْمَدُ : إِذَا سَلَّمَ
الرَّجُلُ عَلَى الْمُبْتَدِعِ فَهُوَ يُحِبُّهُ.
Imam Ahmad berkata, ”Bila seorang lelaki mengucapkan
salam kepada ahli bid’ah, itu berarti senang kepadanya.”
طَبَقَاتُ الْحَنَابِلَة (1 / 196)]
وَقَالَ أَبُو داوُدَ السِّجِسْتَانِيُّ
: قُلْتُ لِأَبِي عَبْدِ اللَّهِ أَحْمَدَ بْنِ حَنْبَلٍ : أَرَى رَجُلًا مِنْ
أهْلِ الْبَيْتِ مَعَ رَجُلٍ مِنْ أهْلِ الْبِدَعِ ، أَتُرِكَ كَلاَمُهُ ؟ قَالَ :
لَا ، أَوْ تُعْلِمُهُ أَنَّ الَّذِي رَأَيْتَهُ مَعَه صَاحِبُ بِدْعَةٍ ، فَإِنْ
تُرِكَ كَلاَمُهُ وَإلّا فَأَلْحَقْهُ بِهِ ، قَالَ اِبْنُ مَسْعُودٍ : الْمَرْءُ
بِخِدْنِهِ “.
Dalam
kitab Thabaqatul Hanabila/ 196/1.
Abu
Dawud As Sijistani berkata, Aku berkata kepada Abu Abdillah Ahmad bin Hanbal,
Aku melihat seorang lelaki dari ahlul bait bersama lelaki ahli bid’ah, ’Apakah
perkataannya ditinggalkan?”’ Beliau menjawab,”Tidak.”
Apakah
diberitahukan bahwa lelaki yang kamu lihat bersama dia adalah ahli bid’ah, jika sudah diberitahu tetapi
masih tetap saja dikerjakan, maka perkataannya bisa ditinggalkan. Namun,
apabila tidak ditinggalkan maka samakan dia dengan ahli bid’ah.
Ibnu
Mas’ud berkata, ”Seseorang itu sebagaimana temannya.”
])[ طَبَقَاتُ الْحَنَابِلَةِ (1 / 160)]
قَالَ الْإمَامُ أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلِ
– رَحِمَهُ اللهَ -: إِذَا رَأَيْتَ الشَّابَّ أَوَّلَ مَا يَنْشَأُ مَعَ أهْلِ
السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ فَارْجُهُ ، وَإِذَا رَأَيْتَهُ مَعَ أَصْحَابِ
الْبِدَعِ فَاْيئَسْ مِنْه ؛ فَإِنَّ الشَّابَّ عَلَى أَوَّلِ نُشُوئِهِ.
Dalam
kitab Thabaqat Hanabilah 160/1
disebutkan;
Imam
Ahmad bin Hanbal –rahimahullah-
berkata, ”Apabila kamu melihat pemuda berkumpul dengan Ahlu sunnah wal Jamaah
pada permulaan pertumbuhannya, maka berharaplah kebaikan padanya, tetapi bila
kamu melihat dia berkumpul dengan ahli bid’ah,
maka jangan diharapkan lagi. Sesungguhnya seorang pemuda itu bergantung pada
permulaan pertumbuhannya.
الْآدابُ الشَّرْعِيَّةُ (3 / 77)]
قَالَ اِبْنُ الْجَوْزِيِّ عَنِ
الْإمَامِ أَحْمَدَ : وَقَدْ كَانَ الْإمَامُ أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلِ لِشِدَّةِ
تَمَسُّكِهِ بِالسُّنَّةِ وَنَهْيِهِ عَنْ الْبِدْعَةِ يَتَكَلَّمُ فِي جَمَاعَةٍ
مِنْ الْأَخْيَارِ إِذَا صَدَرَ مِنْهُمْ مَا يُخَالِفُ السُّنَّةَ ، وَكَلاَمُهُ
ذَلِكَ مَحْمُولٌ عَلَى النَّصِيحَةِ لِلْدِينِ
Dalam
Adab Syar’iyah 77/3;
Ibnul
Jauzi berkata tentang Imam Ahmad, ”Sungguh Imam Ahmad bin Hanbal karena
konsisten kepada sunnah dan melarang ke-bid’ah-an,
selalu berbicara dengan baik di hadapan orang-orang yang menyelisihi sunnah,
pembicaraan ini dimaksudkan untuk memberi nasihat pada agama.
مَنَاقِبُ الْإمَامِ أَحْمَدَ : 253 ]
$ قَالَ الْإمَامُ أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ :
إِذَا رَأَّيْتَ الرَّجُلَ يَغْمِزُ حَمَّادَ بْنَ سلمةَ فَاِتَّهِمْهُ عَلَى
الْإِسْلامِ ؛ فَإِنَّه كَانَ شَدِيدَا عَلَى الْمُبْتَدِعَةِ.
Dalam
Manaqib Imam Ahmad/ 253:
Imam
Ahmad bin Hanbal berkata, ”Jika kamu melihat seorang lelaki yang menggerakkan
alis atau mata (untuk mengejek) kepada Hammad bin Salamah, maka curigailah
keislamannya. Sesungguhnya dia amat bersikeras kepada ahli bid’ah.
Jika
dilihat dari perkataan Idrus Ramli, seolah-olah Imam Ahmad adalah pendukung bid’ah hasanah, tetapi anda bisa
melihatnya sendiri, bagaimana bencinya Imam Ahmad kepada ahli bid’ah. Kebencian
beliau kepada ahli bid’ah melebihi kebanyakan ahlu sunnah di Indonesia yang
masih toleransi kepada ahli bid’ah.
Ini adalah sebuah kekeliruan yang telah jelas. Kebenciannya hampir sama seperti
bencinya ahli bid’ah di Indonesia kepada ahlu sunnah di Saudi dan Indonesia.
Bukan hanya sekarang ahli bid’ah
memusuhi ahlu sunnah, sementara ahlu sunnah merasa kasihan kepada ahli bid’ah.
Muhammad
Idrus Ramli juga menuduh Ibnu Taimiyyah sebagai pendukung bid’ah hasanah, tetapi
lihatlah pernyataan Ibnu Taimiyyah berikut ini:
وَقَالَ شَيْخُ الْإِسْلامِ اِبْنُ
تَيْمِيَّةَ : قَالَ عُمَرُ نِعْمَتْ الْبِدْعَةُ هَذِهِ وَالَّتِي تَنَامُونَ
عَنْهَا أفْضَلُ مِنْ الَّتِي تَقُومُونَ يُرِيدَ بِذَلِكَ آخِرَ اللَّيْلِ
وَكَانَ النَّاسُ يَقُومُونَ أَوَّلَهُ
وَهَذَا الْاِجْتِمَاعُ الْعَامُ لمَا
لَمْ يَكُنْ قَدْ فُعِلَ سَمَّاهُ بِدْعَةً لِأَنَّ مَا فُعِلَ اِبْتِداءً
يُسَمَّى بِدَعَةً فِي اللُّغَةِ وَلَيْسَ ذَلِكَ بِدَعَةً شَرْعِيَّةً فَإِنَّ
الْبِدْعَةَ الشَّرْعِيَّةَ الَّتِي هِي ضَلاَلَةُ هِي مَا فُعِلَ بِغَيْرِ
دَليْلٍ شَرْعِيٍّ كَاسْتِحْبَابِ مَا لَمْ يُحِبُّهُ اللَّهُ وَإِيجَابِ مَا لَمْ
يُوجِبْهُ اللهَ وَتَحْرِيمِ مَا لَمْ يُحَرِّمْهُ اللهُ فَلَا بُدَّ مَعَ
الْفِعْلِ مِنْ اِعْتِقادٍ يُخَالَفُ الشَّرِيعَةَ وَإلّا فَلَوْ عَمِلَ
الْإِنْسانُ فِعْلًا مُحَرَّمُ يَعْتَقِدُ تَحْرِيمَهُ لَمْ يُقَلْ إِنَّه فَعَلَ
بِدْعَةً.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata, ”Sebaik-baik
bid’ah adalah ini. Salat di akhir malammu lebih baik daripada salat tarawih
ini.’ (Pada saat itu orang-orang salat tarawih di permulaan malam).
<p>Perkumpulan secara umum tetapi
belum pernah dilakukan oleh Nabi maka dikatakan bid’ah, sebab apa yang sudah
dilakukan oleh Nabi juga dikatakan bid’ah tetapi hanya menurut bahasa dan bukan
bid’ah syar’iyah.</p><p>Sesungguhnya bid’ah syar’iyah adalah sesat,
karena melakukan suatu ibadah tanpa dalil syar’i seperti menganggap sunnah
perbuatan yang tidak dicintai oleh Allah, mewajibkan apa yang tidak diwajibkan
oleh Allah, dan mengharamkan apa yang tidak diharamkan oleh
Allah.</p><p>Kita harus memiliki keyakinan untuk
menyelisihinya.</p>Jika seseorang mengerjakan sesuatu yang diharamkan,
kemudian dia pun beritikad haram, maka dia tidak dapat dikatakan bahwa dia
sedang mengerjakan bid’ah.
Komentar
(Mahrus Ali):
Ternyata
Ibnu Taimiyyah yang dikatakan oleh Idrus Ramli sebagai pendukung bid’ah hasanah juga menyatakan bahwa
salat tarawih adalah bid’ah menurut
bahasa, bukan bid’ah syar’iyah. Ini
tentu berbeda dengan pernyataan Muhammad Idrus ramli yang mengatakan bahwa
tarawih itu sebagai bid’ah hasanah
dan Ibnu Taimiyyah adalah orang yang mendukung bid’ah hasanah.
[1]
Kiai NU atau Wahabi Yang Sesat Tanpa Sadar?/ hlm. 21
Artikel Terkait
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan