Alhamdulillah……
setelah sekian lama perselisihan antara Al ustadz ja’far Umar Thalib dengan
kalangan salafiyin, akhirnya beliau menyatakan ruju’ atas beberapa kesalahan
beliau, dan berikut beberapa perkataan beliau…..
Dalam
hal dzikir jama’ah yang mengundang kontroversi dikalangan Salafiyyin beliau
berkata…
Maka dalam hal pandangan mafsadah (kerusakan)
yang ditimbulkan oleh kehadiran saya di majlis itu, saya setuju dengan segenap
yang hadir di rumah As-Syaikh Muhammad, dan saya nyatakan bahwa Ja’far Umar
Thalib tidak sepantasnya untuk mendatangi majlis dzikir Arifin Ilham meskipun
untuk berceramah padanya. Maka dengan tulisan ini sekaligus saya nyatakan bahwa
mulai sekarang Ja’far Umar Thalib tidak akan hadir di majlis dzikir Arifin
Ilham dan sekaligus juga Ja’far Umar Thalib menyatakan keluar dari Dewan
Syari’ah Majlis Adz-Dzikra Arifin Ilham.
Kemudian
dalam hal penghalalan musik beliau berkata….
Adapun permasalahan
pandangan saya tentang halalnya musik berdasarkan bacaan saya dari buku karya
Abdullah bin Yusuf Al-Judai’, maka para mahasiswa Indonesia itu memberi tahu
saya bahwa telah terbit buku bantahan terhadapnya yang ditulis oleh As-Syaikh
Abdullah Ramadhan bin Musa yang diterbitkan oleh Darul Mu’ayyid –Riyadh Saudi
Arabia. Merekapun memberikan kepada saya buku bantahan tersebut sebagai hadiah
untukku berupa kitab yang tebalnya 620 halaman. Saya dengan senang hati
menerima hadiah tersebut yang sangat berharga bagi saya dan langsung saya
pelajari sampai artikel ini saya terbitkan. Saya belum selesai
mempelajarinya dan untuk sementara saya nyatakan disini bahwa saya mencabut
peredaran fatwaku tentang musik ini. Dan saya terus mempelajari tentang masalah
tersebut.
Kemudian
dalam hal memberikan gelaran yang buruk kepada sesama Ahlus Sunnah wal Jama’ah
beliau berkata….
Dan dalam rangka
menjalankan apa yang dinasehatkan oleh As-Syaikh Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali
kepadaku, maka dalam tulisan ini saya lengkapi pernyataan taubatku kepada
Allah dari tindakanku menggelari Salafiyyin di Indonesia dengan gelar Ahlul Fitnah wal Khiyanah
(artinya tukang fitnah dan tukang khianat). Saya nyatakan bahwa saya telah
bersalah dengan menggelari mereka seperti itu, dan dengan demikian saya cabut
pernyataanku yang demikian itu. Maka dengan kerendahan hati saya memohon maaf
yang sebesar-besarnya kepada segenap Salafiyyin atas kesalahan dan kedhalimanku
terhadap hak kehormatan mereka.
Sebelum
pernyataan tersebut Asy Syeikh Rabi’ bin Hadi Al Madkhali telah menasehati
beliau, berikut nasehat beliau…..
………Maka dengan Pertolongan
Allah Ta’ala dan kemudian dengan pertolongan beberapa ikhwan Salafiyyin di kota Jeddah, akhirnya
pada tanggal 10 Mei 2008 saya bertemu As-Syaikh Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali di
rumah kediaman beliau di komplek perumahan Awali Makkah. Tampak beliau lebih
tua dibanding pertemuan saya dengannya tujuh tahun yang lalu. Setelah salam dan
saling menanyakan kabar, langsung saja teman Salafi yang membawa kami dari
Jeddah (yaitu As-Syaikh Ahmad Al-Ghamidi), memperkenalkan kami dengan beliau.
Dan tampaknya beliau telah lupa dengan saya sehingga beliau baru ingat kalau
saya adalah Ja’far Umar Thalib yang memimpin Jihad Fi Sabilillah di Maluku dan
di Poso.
Begitu beliau mengetahui
bahwa yang datang ini adalah orang yang selalu diberitakan dan dilaporkan
kepada beliau, langsung saja beliau bertanya kepada saya: “Apa yang kamu
inginkan dari saya?”
Maka sayapun langsung
menjawab: “Saya ingin mempertanyakan apa yang antum nyatakan tentang saya bahwa
saya telah antum hukumi keluar dari manhaj Salaf.”
Demi mendengar pernyataan
saya itu langsung beliau nyatakan: “Saya tidak akan memutuskan apa yang kalian
perselisihkan kecuali kalau kedua belah pihak dari kalian telah berkumpul di
hadapan saya. Hanya saja saya nasehatkan kamu untuk kembali bergabung dengan
salafiyyin di Indonesia.
Bukan sebagai pemimpin mereka, akan tetapi kamu menjadi sebagian dari mereka.”
Nasehat beliau langsung
saya sambut dengan pernyataan: ‘Wahai Syaikh Rabi’, sesungguhnya sekarang ini
tidak ada lagi perkara kepemimpinan. Namun saya ingin mendapat keterangan dan
nasehat dari antum tentang mengapa saya dianggap keluar dari manhaj Salaf dan
apa nasehat antum untuk saya agar saya dapat memperbaiki kekeliruan saya?”
As-Syaikh Rabi’ langsung
menjawab: “Saya menganggap kamu keluar dari manhaj Salaf, karena kamu:
1.
Menulis surat
bantahan terhadap nasehat yang telah saya berikan berkenaan dengan kekeliruan
kamu dalam memimpin jihad. Dari suratmu itu saya mendapati bahwa kamu bukanlah
Ja’far Umar Thalib yang dulu. Karena tampak dari suratmu itu bahwa kamu telah
bersikap tidak sopan kepada Ulama’.
2.
Kamu memutuskan hubungan dengan Ulama’.
3.
Kamu menggelari saudara-saudara kamu dari kalangan Salafiyyin dengan gelar yang
jelek.
Karena itu saya nasehatkan
kepadamu agar kamu meninggalkan arena politik praktis. Sebab dengan terlibat
dalam arena politik itu kamu terlalaikan dari kemestian da’wah Salafiyah.
As-Syaikh Al-Allamah Muhammad Amin As-Syanqithi rahimahullah menyatakan: “Politik gaya demokratisme itu
adalah anak perempuannya anjing. Maka jangan kamu memasuki arena politik
praktis itu.” Juga saya nasehatkan kepadamu untuk kamu bertaqwa kepada Allah
dalam menjalankan kegiatan Da’wah dan ikhlaskanlah amalanmu itu hanya untuk
Allah. Saya nasehatkan kepadamu agar engkau menulis berbagai kesalahanmu untuk
kemudian kamu bertaubat kepada Allah Ta’ala dari berbagai kesalahan itu. Saya
menasehatkan kepadamu agar kamu berupaya sungguh-sungguh untuk membangun
semangat saling mencinta di antara kamu dengan saudara-saudaramu kalangan
Salafiyyin. Upayakanlah untuk kamu kembali dalam suasana saling tolong menolong
dengan mereka dalam rangka kebaikan dan ketaqwaan. Jauhkanlah berbagai sebab
yang mengarah kepada perselisihan dan perpecahan di kalangan kalian. Karena perpecahan
dan permusuhan diantara kalian itu telah melemahkan Da’wah Salafiyah di
Indonesia. Allah Ta’ala berfirman:
Dan janganlah kalian
bertikai di antara kalian, karena pertikaian itu akan menjadikan kalian kalah
dari musuh kalian dan akan menghilangkan kekuatan kalian.”
(Al-Anfal:
46)
Demikian As-Syaikh Rabi’ bin Hadi
Al-Madkhali hafidhahullah menasehati saya bagaikan Bapak
yang menasehati anaknya. Beliau menahan saya di rumahnya agar saya makan malam
bersama beliau. Namun karena As-Syaikh Ahmad Al-Ghamidi harus pulang ke Jeddah
setelah shalat Isya’ maka kami memohon maaf kepada As-Syaikh Rabi’ dan
beliaupun mengantarkan kami pulang sampai ke pintu keluar sambil terus
menasehati saya untuk dapat kembali hidup rukun dengan ikhwan Salafiyyin di
Indonesia sebagaimana dulu.
Allahu ‘alam…….Walhamdulillah Rabbul ‘alamin….
dinukil dari … http://alghuroba.org/index.php?read=142
Komentarku ( Mahrus ali):
Kalau untuk kepentingan Islam secara
umum, bukan secara husus, sebaiknya Al Ustadz Jafar Umar Thalib tetap
netral diluar semua golongan, tidak usah masuk ke dalam golongan manapun. Ikuti
saja ayat:
إِنَّ الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينَهُمْ وَكَانُوا
شِيَعًا لَسْتَ مِنْهُمْ فِي شَيْءٍ إِنَّمَا أَمْرُهُمْ إِلَى اللَّهِ ثُمَّ
يُنَبِّئُهُمْ بِمَا كَانُوا يَعْمَلُوْنَ
Sesungguhnya orang-orang yang
memecah belah agamanya dan mereka (terpecah) menjadi beberapa golongan, tidak
ada sedikitpun tanggung jawabmu terhadap mereka. Sesungguhnya urusan mereka
hanyalah (terserah) kepada Allah, kemudian Allah akan memberitahukan kepada
mereka apa yang telah mereka perbuat.[1]
Anda di luar golongan bisa netral, jujur dalam memberikan keterangan
ajaran agama sesuai dengan dalil. Tapi kalau sudah masuk dalam golongan, maka
anda akan terikat dan tidak bisa menerangkan dengan jujur, anda harus menyimpan
kebenaran yang tidak cocok dengan ajaran golongan itu dan ini membahayakan
umat. Anda harus berdusta kepada umat untuk mendukung kesalahan golongan dan
menyalahkan kebenaran rival golongan itu. Karena itu, fanatisme golongan di
larang bukan di anjurkan. Dan yang terjelek adalah tokoh yang diidolakan oleh
golongan itu. Sungguhpun golongan itu
hina dimata Allah mulia di mata manusia, namun golongan yang paling rusak
adalah golongan ahli bid`ah bukan golongan ahlis sunnah. Yang terjelek hidup di
dalam golongan dan terbaik adalah hidup diluar golongan lalu selalu
berlandaskan kepada dalil dalam setiap langkah. Ingatlah ayat:
وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ
إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولا
Dan janganlah kamu mengikuti apa
yang kamu tidak mengetahui dalilnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan
hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya. ( Al isra` 36 ).
مَنْ قُتِلَ تَحْتَ رَايَةٍ عِمِّيَّةٍ يَدْعُو
عَصَبِيَّةً أَوْ يَنْصُرُ عَصَبِيَّةً فَقِتْلَةٌ جَاهِلِيَّةٌ
Barang siapa terbunuh di bawah
bendera buta yang mengajak fanatik atau
membela karena fanatik golongan sama dengan mati jahiliyah ( bukan syahid ) .[2]
Di saat orang – orang masuk suatu
golongan untuk memburu dana, maka anda harus keluar dari golongan untuk
menghindari fitnah dana itu, Allah akan memberikan solusi padamu dan dana akan
di datangkan juga dengan cara yang terbaik, lalu anda akan bisa menginfakkan
dana itu di jalan Allah. Bersabarlah sebab hidup ini suatu pilihan yang membahayakan
atau menyelamatkan.
Pergilah
ke blog kedua http://www.mantankyainu2.blogspot.com/
Dan kliklah 4 shared mp3 atau
di panahnya.
Artikel Terkait
Bagaimana ustadz ada sekelompok orang yang meng-klaim pengikut salaf tapi mereka masih tunduk dengan thoghut? Bahkan mereka menganggap wajib mentaati pemerintah walaupun pemerintah tsb tdk melaksanakan syari'at Allah. Mhn penjelasan ustadz..Jazaakallah.
BalasHapusHindari kelompok itu, jangan dekati. Kelompok tsb hanya ingin dunia bukan akhirat, kita tidak bokleh simpati kepada Thaghut, lihat ayat:
Hapusوَلَا تَرْكَنُوٓا۟ إِلَى ٱلَّذِينَ ظَلَمُوا۟ فَتَمَسَّكُمُ ٱلنَّارُ وَمَا لَكُم مِّن دُونِ ٱللَّهِ مِنْ أَوْلِيَآءَ ثُمَّ لَا تُنصَرُونَ
Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang zalim yang menyebabkan kamu disentuh api neraka, dan sekali-kali kamu tiada mempunyai seorang penolongpun selain daripada Allah, kemudian kamu tidak akan diberi pertolongan.