PDIP menjadi tempat berteduh kalangan politisi
opurtunis, mereka yang mengejar kedudukan untuk kepentingan kelompok dan paham
yang menjadi keyakinan sosok sosok yang ada di PDIP. Ideologi libral yang
ditanamkan PDIP bisa menyedot dan mengundang kelompok mana saja yang ingin
berkarya bebas sesuai porsinya. Sehingga “mullah”pun di Iran tak akan tinggal
diam dengan PDIP, terutama dengan kehadiran tokoh tokoh Syiah yang turut
menjadikan PDIP sebagai Media., disamping partai Kominis dan Kristen yang
mayoritas di PDIP.
Bagi Megawati sebagai pemeluk Islam, tak ada refleksi jiwa Islamnya yang mendorong Megawati sesaat merenungkan tentang “Islam” , agama dan keyakinannya. Karena paradigma Megawati, pandangan hidup itu bukan agama, tetapi “suara rakyat adalah suara tuhan” sebagaima pernah dikatakan “Guruh Sukarno Putra”. Untuk mengangkat islam sebagai suara muslimah , rasanya tak pernah terdengar keluar dari Megawati, tetapi dari sosok yang bertangan besi ini, keluar “produk hukum” sebagai sebuah alibi seorang Megawati yang masih berdarah Bali. “Hukum Mati Buat teroris’ dan perundangan anti Terorisme [ meskipun dalam Islam tak membenarkan terorisme] , lahir di era Megawati, yang pada intinya bisa menjadi alat memburu dan menggelidah rumah umat Islam dengan berbagai tuduhan ‘terlibat terorisme”
PDIP itu barometernya adalah seorang “Megawati”, demokrasi megawati dan kelak bisa menjadi NKRI versi megawati. Isme megawati yang sangat kental dalam perpolitikan PDIP, membuat kebradaan partai selalu menunggu ‘suara megawati” , kebijakan dan putusan megawati.
Konsekwensi dari sikap Megawati ini, sama halnya dengan menghadirkan isme isme Megawati yang apatis terhadap Islam, meskipun beragama islam. Akibatnya PDIP menjadi partai pelindung kaum sesat, seperti Syiah dan PKI. Para pemimpinkalangan agama trinitaspun merebut posisi dalam PDIP, terlibat penuh dalam pergumulan partai, disamping membangun kekuatan gerejani dengan laskar laskar kristusnya
Di sisi lain sisa sisa partai komunis, kader kadernya juga berlindung di bawa panji PDIP, mereka membangun dan menyusun kekuatan sebagaimana kata Mantan Wakasad, Kiki Syahnakri : “Bahaya Laten PKI Masih Mengintai Keterlibatan kaum komunisme semakin terlihat kerjanya, dan mengancam keutuhan Indonesia”. Hal ini menunjukkan PDIP tidak bebas dari “komunisme”, justru menjadi landasan pengembangan komunisme baru. Tandasnya juga menyebutkan "Sekarang kader komunis membentuk partai seperti PRD (Partai Rakyat Demokratik). Sekarang kadernya (orang-orang PKI) masuk ke parpol, antara lain PDIP dan lingkungan istana," kata Kiki dalam dalam acara diskusi mengenai fakta dan peristiwa G30S, hari ini. [Detik forum]. Kalau PDIP masih mengusung komunisme, artinya sikap sukarnoisme pada PDIP ini masih terus berjalan dan masih menjadi bahaya laten komunisme lebih strukrual lagi perjuangannya, untuk menyuarakan aspirasi para pendukung “Komunis” yang tampil dengan berbagai pembelaan menyudutkan pelaku orde baru yang anti komunis.
Selain Komunisme adalah Syiah, turut andil dan ambil peran, terlebih dengan dukungan “dollar” dari Iran, maka aksi aksi syiah ini lebih buas dari PKI yang terkenal kejahatannya. Biasanya Syiah berkedok kasih sayang, kedamaian dan atribut sosial lainnya, sekalipun jauh dari kenyataan, hanya sebagai topeng belaka. Jalaluddin Rahmat misalnya sebagai trouble maker dalam Islam, dengan pakain Islam, mendapat perlindungan dari PDIP, bahkan membusungkan dada dan menantang umat Islam, tatkala dipustuskan sebagai pemenang dalam kontes caleg dari PDIP.
Jalaluddin Rahmat sebelumnya menuang opini ditengah umat, kalau JOKOWI adalah Imam Syiah, bahkan merupakan pintu gerbang Syiah untuk mensyiahkan umat Islam di Indonesia. Istri Jalal turut menyela, kalau “Jokowi” adalah bapak Syiah yang akan melanggengkan perjuangan Syiah di Indonesia, padahal kejahatan syiah di Indonesia mencapai puncaknya, mulai merancang opini publik, untuk menimbulkan simpati, memaksakan diri menjadi kelompok tertindas dengan berbagai cara.
Komunis dan syiah bisa menjadi duet memenggal kepala “sunni”, sebagai di Suriah, kekuatan Syiah yang mempengaruhi para negarawan Suriah, menjadi sebab pembatian terhadap Sunni berulang kali terjadi. Sedangkan Pemimpin Syiah Suriah, Bashar Assad di dukung Komunis Rusia dalam aksi aksinya mengusir “sunni” dari suriah. Pembantaian, pemerkosaan dan kekerasan lainnya ditempuh Syiah dan komunis di Suriah dalam rangka melindungi komunitas Syiah. Sunni Suni yang sudah ompong keislamnnya digunakan sebagai alasan, bahwa pemerintah Suriah sekarang masih didukung “sunni” padahal hanya kumpulan para penjilat kekuasaan yang takut tidak makan.
Jusuf Kalla
Jusuf Kalla cawapres PDIP yang mendapingi “Jokowi” turut andil pula menggasak “sunni” yang tidak menyukai kehadiran Syiah di PDIP, menyebut anti Syiah di Indonesia, digembar gemborkan kelompok wahabi. Dan ketika seorang anggota MK meminta Jusuf Kalla, kalau jadi wapres kelak untuk menolak kehadiran Syiah, ditepis dengan anggapan, bahwa anti syiah itu adalah Isu Wahabi”. Sikap JK [Jusuf Kalla ini] menunjukkan sosok yang sudah terpengaruh wacana yang dikembangkan Syiah, terlebih dengan persiapan bekal pemikiran agama yang sangat minim, tidak memungkinkah tokoh Makasar ini bisa membedakan antara aqidah Islam dan Syiah, pun juga akan berpendapat sama dengan kelompok sesat lainnya beranggapan “Syiah itu islam atau bagian dari Mazab Islam”.
Menyepakati perkataan “anti Syiah” itu sebagai issu wahabi, makin menguatkan dugaan , kalau Syiah sduah mempengaruh alam sadar pak Jusuf Kalla. Artinya seorang Jusuf Kall tak bisa melepaskan diri dari cengkraman Syiah. Padahal anti wahabi muncul sebagai gurita antisipasi rival wahabi, lahir dari kandungan Syiah sesat menyesatkan.
Lngkaplah Sudah pluralisme di PDIP berkongsi kekuasan dengan orang orang yang latar belangkanya terindikasi aliran sesat dan menyesatkan. Terlebih tak ada filter apakah paham yang dianutnya itu benar atau tidak, yang paling penting bagi PDIP bisa menjunjung tinggi kemauan dan keyakinan semua orang, dan sekaligus bertindak juru selamat aliran aliran sesat di Indonesia.
Di jaman Sukarno, Komunisme tumbuh Subur dan berkembang Pesat, yang berakhir dengan peristiwa G30S.PKI dan di era PDIP sekarang , aliran Sesat Syiah berkembang pesat, peta politik menunjukkan pemilih menunjukkan jumlah Syiah terus berkembang, menjadi gelombang kekuatan di PDIP, artinya pendukung PDIP , cukup menjadi perhitungan PDIP dan tambahan suara, hal itu terjadi di Jawab barat saja, yang tentu saja kantong kantong Syiah berlombah menambah Suara PDIP, yang turut mengantar PDIP menjadi pemenang Pemilu Legislatif.
AKANKAH INDONESIA MENJADI DENDAM KARBALA
Selain bahaya laten komunis yang terus berkembang di PDIP, bahaya yang sama adalah bahaya laten Syiah, yang searah membenci golongan Islam. Mestnya G30S.PKI tidak terulang dengan model dendam KARBALA. Tergantung muslim di Indonesia, selama masih beriman kepada Kitab Allah dan Rasul-Nya, dengan menjalankan perintahnya, maka bencana itu tak akan datang. Sebaliknya umat Islam yang terlena dengan iklan PDIP, kemungkinan besar dendam KARBALA itu akan terjadi.
G20S,PKI/SYIAH
“Perpecahan bangsa indonesia ini ternyata tidak dimulai dari aceh, papua, ambon. tapi dari ibukota. para pendukung jokowi telah menghidupkan kembali taktik kolonial, adu domba, dan bahkan menghidupkan kembali KOMUNISME secara menghanyutkan di DKI ini.
Para pendukung Jokowi, dan tidak pernah ditegur oleh para pengurus partai PDIP serta Jokowi sendiri, menyebarluaskan istilah G20S DKI, gerakan tanggal 20 september untuk DKI. Persis meniru gerakan PKI yang disebut dengan G30s PKI. Rupanya para pendukung Jokowi ini hendak mempersamakan jakarta hari ini sebagai “ladang pembantaian” terhadap mereka yang berbeda pendapat. Kalau dilihat sejarah dan kulturalnya, lebih dalam lagi, sebenarnya orang-orang PKI pun anti-Islam karena menjadikan para kyai itu tuan tanah dan bagian dari tujuh “setan kota”. Jokowi dan Megawati selaku ketua umum PDIP membiarkan ini. Mungkin mereka memang menyimpan dendam kesumat terhadap orang-orang mayoritas di Jakarta ini.
membawa-bawa gaya PKI dalam pilkada hari ini jelas kelakuan hina oleh para pendukung Jokowi. mereka begitu bangga dengan mencontoh praktek PKI yang sudah membunuh ribuan warga Indonesia. sekarang Jakarta akan jadi ladang pembantaian mereka. perpecahan bangsa indonesia ini jelas dimulai dari para pendukung Jokowi yang gandrung dengan cara-cara PKI memecah belah persatuan warga.
Kedua, *para pendukung Jokowi sangat gandrung dengan budaya pop, dan ini juga dimulai dari Jokowi sendiri yang tampaknya kurang sreg dengan budaya lokal, sebut saja kegandrungannya pada heavy metal. para pendukungnya pun paling jago kalau untuk meniru-niru budaya ngepop. pake gangnam style, rap, plagiasi dan saduran liar dari lagu-lagu Barat lainnya. pendek kata, destruksi budaya adalah jalan politik para pendukung Jokowi ini.
Nah, cara-cara PKI dan perusakan budaya di Jakarta ini jelas akan berpengaruh mendalam bagi bangsa Indonesia ini karena semua menyaksikan hiruk pikuk pilgub DKI ini. para pendukung Jokowi, dan sang cagub serta PDIP sendiri secara tidak langsung, telah menebar kembali benih-benih disintegrasi bangsa, dimulai dari Jakarta.
Warga Jakarta, ber-SATU-lah! Lawan bahaya laten komunisme! Indonesia jaya! Pancasila abadi!” [Kompasiana]
Dari paparan tersebut jelas sekali kalau PKI plus Syiah memperkuat posisinya di negara ini untuk menghancurkan Islam dan rakyat indonesia seutuhnya, selain miniatur gerajani yang menjadi cita cita para petualang dari kalanga misionaris sejati kristen yang menghendaki patung Yesus di bangun di Istana.(koepas)
Bagi Megawati sebagai pemeluk Islam, tak ada refleksi jiwa Islamnya yang mendorong Megawati sesaat merenungkan tentang “Islam” , agama dan keyakinannya. Karena paradigma Megawati, pandangan hidup itu bukan agama, tetapi “suara rakyat adalah suara tuhan” sebagaima pernah dikatakan “Guruh Sukarno Putra”. Untuk mengangkat islam sebagai suara muslimah , rasanya tak pernah terdengar keluar dari Megawati, tetapi dari sosok yang bertangan besi ini, keluar “produk hukum” sebagai sebuah alibi seorang Megawati yang masih berdarah Bali. “Hukum Mati Buat teroris’ dan perundangan anti Terorisme [ meskipun dalam Islam tak membenarkan terorisme] , lahir di era Megawati, yang pada intinya bisa menjadi alat memburu dan menggelidah rumah umat Islam dengan berbagai tuduhan ‘terlibat terorisme”
PDIP itu barometernya adalah seorang “Megawati”, demokrasi megawati dan kelak bisa menjadi NKRI versi megawati. Isme megawati yang sangat kental dalam perpolitikan PDIP, membuat kebradaan partai selalu menunggu ‘suara megawati” , kebijakan dan putusan megawati.
Konsekwensi dari sikap Megawati ini, sama halnya dengan menghadirkan isme isme Megawati yang apatis terhadap Islam, meskipun beragama islam. Akibatnya PDIP menjadi partai pelindung kaum sesat, seperti Syiah dan PKI. Para pemimpinkalangan agama trinitaspun merebut posisi dalam PDIP, terlibat penuh dalam pergumulan partai, disamping membangun kekuatan gerejani dengan laskar laskar kristusnya
Di sisi lain sisa sisa partai komunis, kader kadernya juga berlindung di bawa panji PDIP, mereka membangun dan menyusun kekuatan sebagaimana kata Mantan Wakasad, Kiki Syahnakri : “Bahaya Laten PKI Masih Mengintai Keterlibatan kaum komunisme semakin terlihat kerjanya, dan mengancam keutuhan Indonesia”. Hal ini menunjukkan PDIP tidak bebas dari “komunisme”, justru menjadi landasan pengembangan komunisme baru. Tandasnya juga menyebutkan "Sekarang kader komunis membentuk partai seperti PRD (Partai Rakyat Demokratik). Sekarang kadernya (orang-orang PKI) masuk ke parpol, antara lain PDIP dan lingkungan istana," kata Kiki dalam dalam acara diskusi mengenai fakta dan peristiwa G30S, hari ini. [Detik forum]. Kalau PDIP masih mengusung komunisme, artinya sikap sukarnoisme pada PDIP ini masih terus berjalan dan masih menjadi bahaya laten komunisme lebih strukrual lagi perjuangannya, untuk menyuarakan aspirasi para pendukung “Komunis” yang tampil dengan berbagai pembelaan menyudutkan pelaku orde baru yang anti komunis.
Selain Komunisme adalah Syiah, turut andil dan ambil peran, terlebih dengan dukungan “dollar” dari Iran, maka aksi aksi syiah ini lebih buas dari PKI yang terkenal kejahatannya. Biasanya Syiah berkedok kasih sayang, kedamaian dan atribut sosial lainnya, sekalipun jauh dari kenyataan, hanya sebagai topeng belaka. Jalaluddin Rahmat misalnya sebagai trouble maker dalam Islam, dengan pakain Islam, mendapat perlindungan dari PDIP, bahkan membusungkan dada dan menantang umat Islam, tatkala dipustuskan sebagai pemenang dalam kontes caleg dari PDIP.
Jalaluddin Rahmat sebelumnya menuang opini ditengah umat, kalau JOKOWI adalah Imam Syiah, bahkan merupakan pintu gerbang Syiah untuk mensyiahkan umat Islam di Indonesia. Istri Jalal turut menyela, kalau “Jokowi” adalah bapak Syiah yang akan melanggengkan perjuangan Syiah di Indonesia, padahal kejahatan syiah di Indonesia mencapai puncaknya, mulai merancang opini publik, untuk menimbulkan simpati, memaksakan diri menjadi kelompok tertindas dengan berbagai cara.
Komunis dan syiah bisa menjadi duet memenggal kepala “sunni”, sebagai di Suriah, kekuatan Syiah yang mempengaruhi para negarawan Suriah, menjadi sebab pembatian terhadap Sunni berulang kali terjadi. Sedangkan Pemimpin Syiah Suriah, Bashar Assad di dukung Komunis Rusia dalam aksi aksinya mengusir “sunni” dari suriah. Pembantaian, pemerkosaan dan kekerasan lainnya ditempuh Syiah dan komunis di Suriah dalam rangka melindungi komunitas Syiah. Sunni Suni yang sudah ompong keislamnnya digunakan sebagai alasan, bahwa pemerintah Suriah sekarang masih didukung “sunni” padahal hanya kumpulan para penjilat kekuasaan yang takut tidak makan.
Jusuf Kalla
Jusuf Kalla cawapres PDIP yang mendapingi “Jokowi” turut andil pula menggasak “sunni” yang tidak menyukai kehadiran Syiah di PDIP, menyebut anti Syiah di Indonesia, digembar gemborkan kelompok wahabi. Dan ketika seorang anggota MK meminta Jusuf Kalla, kalau jadi wapres kelak untuk menolak kehadiran Syiah, ditepis dengan anggapan, bahwa anti syiah itu adalah Isu Wahabi”. Sikap JK [Jusuf Kalla ini] menunjukkan sosok yang sudah terpengaruh wacana yang dikembangkan Syiah, terlebih dengan persiapan bekal pemikiran agama yang sangat minim, tidak memungkinkah tokoh Makasar ini bisa membedakan antara aqidah Islam dan Syiah, pun juga akan berpendapat sama dengan kelompok sesat lainnya beranggapan “Syiah itu islam atau bagian dari Mazab Islam”.
Menyepakati perkataan “anti Syiah” itu sebagai issu wahabi, makin menguatkan dugaan , kalau Syiah sduah mempengaruh alam sadar pak Jusuf Kalla. Artinya seorang Jusuf Kall tak bisa melepaskan diri dari cengkraman Syiah. Padahal anti wahabi muncul sebagai gurita antisipasi rival wahabi, lahir dari kandungan Syiah sesat menyesatkan.
Lngkaplah Sudah pluralisme di PDIP berkongsi kekuasan dengan orang orang yang latar belangkanya terindikasi aliran sesat dan menyesatkan. Terlebih tak ada filter apakah paham yang dianutnya itu benar atau tidak, yang paling penting bagi PDIP bisa menjunjung tinggi kemauan dan keyakinan semua orang, dan sekaligus bertindak juru selamat aliran aliran sesat di Indonesia.
Di jaman Sukarno, Komunisme tumbuh Subur dan berkembang Pesat, yang berakhir dengan peristiwa G30S.PKI dan di era PDIP sekarang , aliran Sesat Syiah berkembang pesat, peta politik menunjukkan pemilih menunjukkan jumlah Syiah terus berkembang, menjadi gelombang kekuatan di PDIP, artinya pendukung PDIP , cukup menjadi perhitungan PDIP dan tambahan suara, hal itu terjadi di Jawab barat saja, yang tentu saja kantong kantong Syiah berlombah menambah Suara PDIP, yang turut mengantar PDIP menjadi pemenang Pemilu Legislatif.
AKANKAH INDONESIA MENJADI DENDAM KARBALA
Selain bahaya laten komunis yang terus berkembang di PDIP, bahaya yang sama adalah bahaya laten Syiah, yang searah membenci golongan Islam. Mestnya G30S.PKI tidak terulang dengan model dendam KARBALA. Tergantung muslim di Indonesia, selama masih beriman kepada Kitab Allah dan Rasul-Nya, dengan menjalankan perintahnya, maka bencana itu tak akan datang. Sebaliknya umat Islam yang terlena dengan iklan PDIP, kemungkinan besar dendam KARBALA itu akan terjadi.
G20S,PKI/SYIAH
“Perpecahan bangsa indonesia ini ternyata tidak dimulai dari aceh, papua, ambon. tapi dari ibukota. para pendukung jokowi telah menghidupkan kembali taktik kolonial, adu domba, dan bahkan menghidupkan kembali KOMUNISME secara menghanyutkan di DKI ini.
Para pendukung Jokowi, dan tidak pernah ditegur oleh para pengurus partai PDIP serta Jokowi sendiri, menyebarluaskan istilah G20S DKI, gerakan tanggal 20 september untuk DKI. Persis meniru gerakan PKI yang disebut dengan G30s PKI. Rupanya para pendukung Jokowi ini hendak mempersamakan jakarta hari ini sebagai “ladang pembantaian” terhadap mereka yang berbeda pendapat. Kalau dilihat sejarah dan kulturalnya, lebih dalam lagi, sebenarnya orang-orang PKI pun anti-Islam karena menjadikan para kyai itu tuan tanah dan bagian dari tujuh “setan kota”. Jokowi dan Megawati selaku ketua umum PDIP membiarkan ini. Mungkin mereka memang menyimpan dendam kesumat terhadap orang-orang mayoritas di Jakarta ini.
membawa-bawa gaya PKI dalam pilkada hari ini jelas kelakuan hina oleh para pendukung Jokowi. mereka begitu bangga dengan mencontoh praktek PKI yang sudah membunuh ribuan warga Indonesia. sekarang Jakarta akan jadi ladang pembantaian mereka. perpecahan bangsa indonesia ini jelas dimulai dari para pendukung Jokowi yang gandrung dengan cara-cara PKI memecah belah persatuan warga.
Kedua, *para pendukung Jokowi sangat gandrung dengan budaya pop, dan ini juga dimulai dari Jokowi sendiri yang tampaknya kurang sreg dengan budaya lokal, sebut saja kegandrungannya pada heavy metal. para pendukungnya pun paling jago kalau untuk meniru-niru budaya ngepop. pake gangnam style, rap, plagiasi dan saduran liar dari lagu-lagu Barat lainnya. pendek kata, destruksi budaya adalah jalan politik para pendukung Jokowi ini.
Nah, cara-cara PKI dan perusakan budaya di Jakarta ini jelas akan berpengaruh mendalam bagi bangsa Indonesia ini karena semua menyaksikan hiruk pikuk pilgub DKI ini. para pendukung Jokowi, dan sang cagub serta PDIP sendiri secara tidak langsung, telah menebar kembali benih-benih disintegrasi bangsa, dimulai dari Jakarta.
Warga Jakarta, ber-SATU-lah! Lawan bahaya laten komunisme! Indonesia jaya! Pancasila abadi!” [Kompasiana]
Dari paparan tersebut jelas sekali kalau PKI plus Syiah memperkuat posisinya di negara ini untuk menghancurkan Islam dan rakyat indonesia seutuhnya, selain miniatur gerajani yang menjadi cita cita para petualang dari kalanga misionaris sejati kristen yang menghendaki patung Yesus di bangun di Istana.(koepas)
Artikel Terkait
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan